Pentingnya Istirahat Kerja: Hak Pekerja dan Kewajiban Perusahaan dalam Menjamin Kesejahteraan
Istirahat antara jam kerja adalah aspek yang tak terpisahkan dari lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Ini merupakan kewajiban yang diemban oleh perusahaan untuk memberikan waktu istirahat kepada para pekerja. Istirahat ini memiliki peranan penting dalam memulihkan energi, menjaga fokus, serta memastikan kualitas kerja tetap optimal hingga akhir waktu kerja. Bagaimana aturan perusahaan mengatur jadwal istirahat kerja Anda? Dan apakah aturan tersebut sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku?
Daftar Isi
Definisi Istirahat Kerja
Istirahat kerja adalah periode waktu antara jam kerja yang diberikan kepada pekerja untuk beristirahat setelah menjalani aktivitas pekerjaan. Ini adalah tanggung jawab perusahaan untuk memberikan waktu istirahat ini kepada pekerja.
Perspektif Hukum Mengenai Istirahat Kerja
Hukum ketenagakerjaan menetapkan bahwa setiap pekerja berhak atas waktu istirahat antara jam kerja dalam satu hari, yang paling sedikit berlangsung selama setengah jam setelah bekerja terus menerus selama 4 jam. Penting untuk diketahui bahwa waktu istirahat ini tidak dihitung sebagai jam kerja (Pasal 79 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 jo. UU Cipta Kerja No. 11 tahun 2020).
Apakah Waktu Istirahat Juga Dihitung sebagai Jam Kerja?
Waktu istirahat tidak dihitung sebagai bagian dari jam kerja. Pasal 79 ayat (2) huruf a UU No. 13/2003 dengan tegas menyatakan bahwa perusahaan wajib memberikan waktu istirahat setelah pekerja bekerja terus menerus selama 4 jam, dan waktu istirahat tersebut tidak dianggap sebagai jam kerja.
Berapa Lama Waktu Istirahat Kerja yang Dapat Diperoleh Pekerja?
Setiap pekerja berhak mendapatkan waktu istirahat antara jam kerja dalam sehari, yang minimal selama setengah jam setelah bekerja terus menerus selama 4 jam.
Apakah Pekerja Diizinkan Bekerja Tanpa Istirahat Selama 5 Jam Berturut-turut?
Tidak, aturan yang diatur dalam Pasal 79 ayat (2) huruf a UU No. 13/2003 menunjukkan bahwa waktu istirahat harus diberikan setelah pekerja bekerja terus menerus selama 4 jam. Jika pekerja bekerja lebih dari 4 jam tanpa mendapatkan istirahat dari perusahaan, maka perusahaan melanggar hukum. Penting untuk diingat bahwa aturan ini bukan hanya sekadar menentukan lamanya istirahat, melainkan lebih mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pekerja di tempat kerja.
Kasus Konkret: Bagaimana dengan Jadwal Istirahat Saya yang Dimulai Pukul 13.00 sampai 14.00?
Dalam hal ini, mengacu pada Pasal 79 ayat (2) huruf a UU No. 13/2003, istirahat antara jam kerja harus diberikan minimal setengah jam setelah pekerja bekerja terus menerus selama 4 jam. Jika dalam kasus Anda, perusahaan memberikan istirahat setelah Anda bekerja selama 5 jam tanpa henti, meskipun durasi istirahat adalah 1 jam, ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan. Istirahat kerja bukan hanya sekadar jeda rutin, melainkan bagian integral dari menjaga keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta membantu pekerja kembali dalam kondisi optimal untuk beraktivitas.
Pengaturan Kebijakan Istirahat Kerja dalam Perjanjian Kerja Bersama atau Peraturan Perusahaan
Iya, dalam kerangka Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), perusahaan dapat mengatur ketentuan lebih rinci tentang istirahat kerja. Ini mencakup pengaturan jam kerja, waktu istirahat, sistem shift kerja, pembagian jam kerja untuk masing-masing divisi (seperti produksi, keamanan, dll). Namun, perlu diingat bahwa aturan yang diatur dalam PP maupun PKB tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, prinsip bahwa setiap pekerja berhak atas istirahat antara jam kerja dalam sehari, yang minimal selama setengah jam setelah bekerja terus menerus selama 4 jam tetap harus ditegakkan (Pasal 79 ayat (2) huruf a UU No. 13/2003).
Melaksanakan Ibadah: Apakah Waktu Ibadah Dianggap Jam Kerja atau Jam Istirahat?
Dalam konteks ini, mengacu pada Pasal 79 ayat (2) huruf a UU No. 13/2003 yang membedakan antara waktu kerja dan waktu istirahat, serta menetapkan bahwa waktu kerja adalah waktu yang digunakan untuk aktivitas pekerjaan, dapat diambil kesimpulan bahwa waktu untuk melaksanakan ibadah tidak termasuk dalam waktu kerja. Pada umumnya, perusahaan mengizinkan pekerja menggunakan waktu istirahat untuk melaksanakan ibadah. Tetapi, penting untuk diingat bahwa melaksanakan ibadah adalah hak pekerja. Pasal 80 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan kewajiban perusahaan untuk memberikan kesempatan yang memadai bagi pekerja untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Sumber:
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!