Berapa Tarif BPHTB yang Berlaku Saat Ini?

Tarif BPHTB: Pajak Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan!

Pajak adalah salah satu sumber pendapatan utama pemerintah yang digunakan untuk mendanai berbagai program dan layanan yang diberikan kepada masyarakat.

Di dalam ranah perpajakan properti, salah satu pajak yang sering muncul dalam transaksi jual beli rumah adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Dalam artikel bloghrd.com ini, kami akan membahas secara lebih rinci tentang BPHTB, mulai dari pengertian, dasar hukum, tarif, rumus penghitungan, hingga siapa yang membayar dan melaporkan pajak ini.

Apa Itu Pengertian BPHTB?

BPHTB adalah singkatan dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Pajak ini dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terjadi dalam proses jual beli.

Pengertian ini tercantum dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang kemudian dicabut oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam konteks ini, hak atas tanah dan/atau bangunan merujuk pada hak kepemilikan atau pengelolaan atas tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang pertanahan dan bangunan.

Awalnya, tarif BPHTB dikelola dan dipungut oleh pemerintah pusat.

Namun, setelah UU No. 28 Tahun 2009 diterbitkan, BPHTB menjadi pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan daerah yang berlaku.

Dasar Hukum BPHTB

Dasar hukum utama yang mengatur tentang BPHTB adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

BACA JUGA :  KPP Pratama Bandung Tegallega

Selain itu, beberapa undang-undang lain juga turut mengatur hal-hal terkait BPHTB, seperti:

  1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria: Undang-undang ini memberikan landasan hukum bagi peraturan-peraturan terkait pertanahan, termasuk pengaturan tentang pemindahan hak atas tanah.
  2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun: Undang-undang ini mengatur khusus tentang perolehan hak atas unit-unit rumah susun dan pemungutan BPHTB yang berlaku dalam konteks ini.

Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan lainnya yang terkait dengan BPHTB juga dapat ditemukan di tingkat daerah, yang disesuaikan dengan kondisi dan kebijakan di masing-masing daerah.

Tarif dan Rumus Penghitungan BPHTB

Tarif BPHTB adalah 5% dari harga jual yang dikurangi dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang berlaku.

Untuk menghitung BPHTB, diperlukan perhitungan berdasarkan rumus sebagai berikut:

Tarif BPHTB x (Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) – Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP))

Rumus di atas menggambarkan langkah-langkah dalam menghitung besaran BPHTB. Untuk lebih memahaminya, mari kita lihat dalam sebuah contoh kasus:

Misalkan terdapat sebidang tanah kosong di Jakarta dengan luas 2.000 meter persegi.

NJOP tanah tersebut adalah Rp2.000.000 per meter persegi, dan NPOPTKP Jakarta yang berlaku adalah Rp80 juta.

Setelah negosiasi, harga jual tanah tersebut disepakati sebesar Rp3.000.000 per meter persegi.

Langkah pertama adalah menghitung NPOP atas tanah tersebut:

NPOP = 2.000 (luas tanah) x Rp3.000.000 (harga per meter persegi) = Rp6.000.000.000

Kemudian, baru kita dapat menghitung besaran BPHTB:

BPHTB = Tarif 5% x (NPOP – NPOPTKP) = 5% x (Rp6.000.000.000 – Rp80.000.000) = 5% x Rp5.920.000.000 = Rp296.000.000

Dengan demikian, besaran BPHTB atas transaksi tanah kosong tersebut adalah Rp296.000.000.

Perlu diperhatikan bahwa besaran NPOPTKP dapat berbeda-beda di setiap daerah, sehingga perlu penyesuaian sesuai dengan lokasi tanah atau bangunan yang diperjualbelikan.

BACA JUGA :  KPP Pratama Lamongan

Siapa yang Membayar dan Melaporkan Pajak BPHTB?

Setelah mengetahui cara menghitung besaran BPHTB, kita perlu memahami siapa yang bertanggung jawab untuk membayar dan melaporkan pajak ini.

Pajak BPHTB ditanggung oleh pembeli, sehingga dalam transaksi jual beli, pembeli yang harus membayar BPHTB sesuai dengan besaran yang telah dihitung.

Pembeli ini bisa berupa perorangan atau badan usaha.

Pihak penjual, atau pemilik tanah atau bangunan yang melepaskan hak atas properti tersebut, memiliki kewajiban untuk menyetor dan melaporkan pajak BPHTB kepada pemerintah daerah setempat sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Hal ini merupakan tanggung jawab penjual untuk memastikan bahwa pajak BPHTB dibayarkan dan dilaporkan sesuai dengan peraturan yang berlaku di daerah tersebut.

Objek Pajak yang Dikenakan Tarif BPHTB

Secara umum, tanah dan bangunan adalah objek pajak yang dikenakan tarif BPHTB. Namun, untuk lebih merinci, berikut adalah daftar objek pajak yang dikenakan tarif BPHTB:

  1. Pemindahan Hak karena: Jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan/badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah.
  2. Pemberian Hak Baru karena: Kelanjutan pelepasan hak, di luar pelepasan hak.

Selain itu, beberapa jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan tarif BPHTB adalah:

  • Hak Milik: Hak atas tanah yang memberikan pemiliknya hak penuh atas tanah tersebut.
  • Hak Guna Usaha: Hak untuk memanfaatkan tanah milik orang lain untuk kepentingan usaha.
  • Hak Guna Bangunan: Hak untuk memanfaatkan tanah milik orang lain untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atasnya.
  • Hak Pakai: Hak untuk memanfaatkan tanah milik orang lain untuk keperluan tertentu, seperti tempat tinggal atau usaha, namun bukan untuk memiliki atau mendirikan bangunan.
  • Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun: Hak kepemilikan atas unit-unit dalam rumah susun.
  • Hak Pengelolaan: Hak untuk mengelola dan memanfaatkan tanah dan/atau bangunan milik orang lain.
BACA JUGA :  KPP Pratama Jakarta Cakung Satu

Syarat-Syarat Pajak BPHTB

Pihak penjual atau pemilik tanah dan/atau bangunan yang akan melakukan transaksi jual beli harus memenuhi beberapa syarat untuk pajak BPHTB. Syarat-syarat ini termasuk:

  1. Surat Setoran Pajak Daerah (SSD) BPHTB: Pihak penjual harus memiliki surat setoran pajak daerah yang berisi informasi tentang besaran BPHTB yang harus dibayarkan.
  2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB: Dokumen ini mencatat informasi mengenai pajak bumi dan bangunan yang terutang.
  3. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Wajib Pajak: Identitas pembeli dan penjual harus disertakan dalam proses transaksi.
  4. Fotokopi Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau Bukti Pembayaran PBB: Dokumen ini digunakan untuk menunjukkan bahwa pembayaran pajak bumi dan bangunan telah dilakukan selama 5 tahun terakhir.
  5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah: Dokumen seperti sertifikat tanah, akta jual beli, letter c, dan lain sebagainya yang membuktikan kepemilikan tanah atau bangunan harus tersedia.

Namun, jika transaksi yang terjadi adalah untuk hibah, waris, atau jual beli warisan, syarat-syarat di atas akan ditambahkan dengan beberapa dokumen tambahan seperti fotokopi surat keterangan waris atau akta hibah, serta fotokopi kartu keluarga (KK) yang berhubungan dengan hak perolehan tersebut.

Kesimpulan

BPHTB, atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam transaksi jual beli.

Pajak ini diatur berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berlaku, dengan tarif sebesar 5% dari harga jual dikurangi dengan NJOP yang berlaku.

Pajak ini dibayarkan oleh pembeli dan dilaporkan oleh penjual, dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sesuai dengan regulasi yang berlaku di daerah tersebut.

Pemahaman yang baik tentang tarif BPHTB sangat penting dalam menjalani transaksi jual beli properti untuk memastikan kewajiban pajak terpenuhi dengan benar sesuai dengan hukum yang berlaku.

Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!


Putri Ayudhia

Putri Ayudhia

Putri Ayudhia adalah seorang penulis konten SEO dan blogger paruh waktu yang telah bekerja secara profesional selama lebih dari 7 tahun. Dia telah membantu berbagai perusahaan di Indonesia untuk menulis konten yang berkualitas, SEO-friendly, dan relevan dengan bidang HR dan Psikologi. Ayudhia memiliki pengetahuan yang kuat dalam SEO dan penulisan konten. Dia juga memiliki pengetahuan mendalam tentang HR dan Psikologi, yang membantu dia dalam menciptakan konten yang relevan dan berbobot. Dia memiliki keterampilan dalam melakukan riset pasar dan analisis, yang membantu dia dalam menciptakan strategi konten yang efektif.
https://bloghrd.com