Aturan Hukum Pajak Koperasi yang Harus Disetor ke Negara

Perpajakan adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam dunia bisnis, dan ini berlaku juga untuk koperasi. Koperasi, meskipun memiliki tujuan yang berbeda dengan badan usaha komersial, juga harus mematuhi kewajiban perpajakan yang berlaku di negara mereka. Dalam tulisan ini, kita akan menjelaskan dasar hukum perpajakan bagi koperasi, jenis koperasi yang ada, serta berbagai aspek perpajakan yang relevan.

Dasar Hukum Pajak Koperasi

Dasar hukum perpajakan bagi koperasi dapat ditemukan dalam Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan, khususnya dalam Pasal 2 ayat 1 (b). Pasal ini menyatakan bahwa koperasi adalah salah satu bentuk badan usaha yang wajib membayar perpajakannya pada negara. Dengan kata lain, koperasi adalah Wajib Pajak yang harus melaksanakan kewajiban perpajakannya, termasuk memungut atau memotong pajak tertentu.

Namun, perlu dicatat bahwa tujuan utama koperasi bukanlah mencari keuntungan semata, melainkan membantu meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, peraturan perpajakan yang berlaku bagi koperasi memiliki karakteristik yang berbeda dengan perpajakan badan usaha komersial.

Pengertian Koperasi

Sebelum membahas lebih lanjut tentang perpajakan koperasi, mari kita kenali terlebih dahulu apa itu koperasi. Menurut Undang-Undang No. 25 tahun 1992, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.

Tujuan utama koperasi adalah membantu meningkatkan taraf hidup anggotanya, terutama dalam hal ekonomi. Secara spesifik, ada empat tujuan koperasi:

  1. Meningkatkan taraf hidup anggota koperasi dan masyarakat di sekitarnya.
  2. Membantu kehidupan para anggota koperasi dalam hal ekonomi.
  3. Membantu pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
  4. Berperan serta dalam membangun tatanan perekonomian nasional.

Jenis koperasi dapat dibagi berdasarkan jenis usaha dan jenis keanggotaannya. Di bawah ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang jenis koperasi berdasarkan kedua kriteria tersebut:

Jenis Koperasi Berdasarkan Usaha

1. Koperasi Produksi

Koperasi produksi adalah jenis koperasi yang anggotanya terdiri dari para produsen, baik itu produsen barang maupun jasa. Koperasi ini menyediakan bahan baku dan menjual barang-barang dari anggotanya dengan harga yang sesuai.

2. Koperasi Konsumsi

Koperasi konsumsi adalah jenis koperasi yang ditujukan untuk konsumen barang dan jasa. Koperasi ini umumnya menjual barang untuk kebutuhan sehari-hari. Harga barang yang dijual biasanya lebih murah daripada di toko lain karena pembelinya merupakan anggotanya sendiri.

3. Koperasi Jasa

Koperasi jasa berfokus pada layanan dan jasa untuk anggotanya dan masyarakat. Contoh koperasi jasa adalah koperasi jasa angkutan.

4. Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi simpan pinjam, atau sering disebut koperasi kredit, melayani simpanan dan pinjaman anggotanya. Dana yang dapat dipinjam bersifat jangka pendek dengan syarat yang mudah dan bunga rendah.

Jenis Koperasi Berdasarkan Keanggotaannya

1. Koperasi Unit Desa

Koperasi unit desa terdiri dari warga desa, petani, dan nelayan sebagai anggotanya. Kegiatan koperasi ini berfokus pada menyediakan kebutuhan pertanian atau perikanan, seperti pupuk, bibit padi, dan bahan perikanan.

2. Koperasi Pegawai Republik Indonesia

Koperasi ini umumnya beranggotakan pegawai negeri sipil atau pegawai suatu instansi. Kegiatan usaha Koperasi Pegawai Republik Indonesia adalah menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari, seperti pakaian dan alat rumah tangga.

3. Koperasi Pensiun

Koperasi pensiun memiliki anggota yang terdiri dari pensiunan pegawai negeri. Kegiatan usahanya adalah melayani barang-barang anggotanya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan para pensiunan.

BACA JUGA :  Software Payroll Indonesia : Sistem Penggajian Karyawan 1 Klik

4. Koperasi Sekolah

Koperasi sekolah beranggotakan warga sekolah, termasuk guru dan siswa. Kegiatannya berkaitan dengan menyediakan kebutuhan sekolah, seperti buku dan perlengkapan.

Sumber Modal Kegiatan Koperasi

Koperasi memerlukan modal untuk menjalankan kegiatannya, dan sumber modal tersebut dapat berasal dari dua sumber utama:

  1. Modal Anggota: Modal ini berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, dana cadangan, serta sumbangan atau hibah dari anggota koperasi.
  2. Modal Pinjaman: Modal ini dapat berasal dari anggota koperasi dan/atau usaha lainnya, lembaga keuangan seperti bank, penerbitan obligasi, surat hutang, dan sumber-sumber lainnya.

Dengan pembiayaan dari kedua sumber ini, koperasi dapat menjalankan berbagai kegiatan dan memberikan manfaat kepada anggotanya.

Perpajakan Koperasi

Sekarang mari kita bahas lebih lanjut tentang perpajakan koperasi. Kewajiban perpajakan koperasi meliputi beberapa aspek penting, seperti mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau PKP, menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan), melakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh), dan melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Pajak Penghasilan Koperasi

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Bagi koperasi, ada beberapa jenis Pajak Penghasilan yang relevan:

  • PPh Pasal 21: Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan.
  • PPh Pasal 23: Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diberikan pada wajib pajak dalam negeri seperti bunga, royalti, dividen, sewa, dan pembayaran jasa. Koperasi perlu membayar PPh Pasal 23 jika bergerak sebagai koperasi simpan pinjam, di mana koperasi menerima bunga pinjaman dari pemilik utang.
  • PPh Masa Pasal 25: Ini adalah jumlah PPh yang akan dibayar setiap bulan sebagai Kredit Pajak, yang besarannya ditentukan dengan menghitung jumlah PPh Terutang Akhir Tahun pada Tahun Pajak sebelumnya. Koperasi wajib menghitung PPh Masa Pasal 25 jika memiliki omzet melebihi batas tertentu.
  • PPh Pasal 29: PPh Pasal 29 adalah bagian dari kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh Koperasi. Tata cara penghitungannya tergantung pada jumlah penghasilan koperasi.
  • PPh Final (Pasal 4 ayat 2): Ini adalah pemotongan pajak penghasilan yang bersifat final dan dikenakan atas beberapa jenis transaksi, seperti penyewaan tanah dan/atau bangunan, transaksi penjualan saham di bursa efek, pemberian bunga deposito, tabungan, dan beberapa jenis transaksi lainnya.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Koperasi

Pajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha, impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha, dan beberapa transaksi lainnya. Koperasi perlu mendaftar sebagai pengusaha kena pajak (PKP) jika ingin melakukan kegiatan yang menjadi objek PPN.

Setelah mendaftar sebagai PKP, koperasi harus membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan PPN yang dilakukan. Pajak ini kemudian harus disetorkan ke pihak berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Penghasilan dari Koperasi yang Terkena Pajak

Pajak adalah salah satu aspek penting yang harus dipertimbangkan oleh semua jenis badan usaha, termasuk koperasi. Dalam tulisan ini, kami akan membahas lebih detail mengenai penghasilan dari koperasi yang menjadi objek pajak, termasuk bunga simpanan koperasi, pajak penghasilan atas koperasi, dan perubahan terbaru terkait dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi.

Bunga Simpanan Koperasi

Salah satu sumber pendapatan utama bagi koperasi adalah bunga simpanan koperasi yang diberikan kepada anggota. Bunga ini diberikan atas simpanan wajib dan simpanan sukarela yang telah di setorkan oleh anggota koperasi. Besaran bunga biasanya telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan awal saat anggota bergabung dengan koperasi.

Penting untuk memahami bahwa bunga simpanan koperasi menjadi objek pajak, dan pengaturannya diatur oleh beberapa peraturan perpajakan, termasuk Pasal 23 ayat 1a dan Pasal 4 ayat 2a dari Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), PP 15 tahun 2009 tentang PPh atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi, dan PMK nomor 112/PMK/03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi.

BACA JUGA :  Apa Risiko Tidak Membubuhkan Meterai Pada Dokumen Anda?

Pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2

Menurut peraturan tersebut, bunga simpanan koperasi dikenakan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2. Pemotongan ini berarti bahwa sebelum bunga dibayarkan kepada anggota, koperasi harus mengurangkan sejumlah pajak tertentu dari jumlah bunga yang akan dibayarkan. Tarif pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 adalah sebesar 10% dari jumlah bruto bunga simpanan.

Namun, pemotongan pajak ini bersifat final, yang berarti anggota yang menerima bunga tersebut tidak perlu membayar pajak tambahan atas bunga tersebut dalam pengembalian pajak mereka. Pemotongan ini dilakukan oleh koperasi sebagai bentuk kewajiban perpajakan yang harus dipatuhi.

Ketentuan Jumlah Bruto Bunga Simpanan

Adapun jumlah bruto bunga simpanan yang menjadi batas pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 adalah bunga simpanan lebih dari Rp 240.000 per bulan. Jika bunga simpanan anggota dalam satu bulan tidak melebihi jumlah ini, maka tidak ada pemotongan PPh yang dikenakan. Namun, jika jumlah bunga melebihi batas ini, koperasi harus melakukan pemotongan pajak sebesar 10% dari selisih antara jumlah bruto bunga dan batas Rp 240.000.

Sebagai contoh, jika seorang anggota koperasi menerima bunga simpanan sebesar Rp 300.000 dalam satu bulan, maka pemotongan PPh yang harus dilakukan oleh koperasi adalah 10% dari selisihnya, yaitu (Rp 300.000 – Rp 240.000) x 10% = Rp 6.000.

Pajak Penghasilan atas Koperasi

Selain pemotongan PPh pada bunga simpanan, koperasi juga memiliki kewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas penghasilannya sebagai badan usaha. Penghitungan pajak ini melibatkan perhitungan Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh oleh koperasi dari berbagai sumber pendapatan.

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak badan usaha, termasuk koperasi, didasarkan pada beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Rumus penghitungan pajak ini adalah Total Penghasilan setelah dikurangi dengan berbagai biaya-biaya terkait dengan operasional koperasi. Beberapa pasal yang relevan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak termasuk Pasal 4 ayat 1, Pasal 17 ayat 1b, Pasal 25, dan Pasal 29 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Tarif Pajak Penghasilan Badan

Setelah menghitung Penghasilan Kena Pajak, koperasi harus menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan. Tarif pajak yang berlaku untuk wajib pajak badan dalam negeri, seperti koperasi, adalah 25%. Ini berarti bahwa koperasi harus membayar pajak sebesar 25% dari Penghasilan Kena Pajak yang telah dihitung.

Namun, perlu dicatat bahwa ada pengurangan tarif pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp 50 miliar. Sesuai dengan Pasal 31E UU PPh, wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto dalam kisaran tersebut akan mendapatkan pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang berlaku.

Hal ini menciptakan struktur tarif pajak yang lebih ringan untuk koperasi yang memiliki peredaran bruto yang lebih kecil, sehingga memberikan insentif untuk pertumbuhan dan perkembangan koperasi dalam skala yang lebih terbatas.

PPh Pasal 25

Selain membayar Pajak Penghasilan Badan, koperasi juga memiliki kewajiban untuk menyetor dan melaporkan PPh Pasal 25. PPh Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan yang harus dibayar oleh pihak yang melakukan pembayaran kepada wajib pajak yang bersangkutan. Dalam hal ini, koperasi yang membayar bunga simpanan atau pembayaran lain kepada anggotanya harus melakukan pemotongan PPh Pasal 25.

Pemotongan PPh Pasal 25 dilakukan dengan menghitung besarnya pajak yang harus dipotong dari jumlah pembayaran kepada anggota. Tarif pajak PPh Pasal 25 biasanya berbeda tergantung pada jenis pembayaran yang dilakukan dan status penerima pembayaran.

BACA JUGA :  Laporan Laba Rugi: Definisi, Komponen dan Fungsi

Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi Tidak Termasuk Objek Pajak

Perubahan terbaru yang penting untuk diperhatikan oleh koperasi adalah status Sisa Hasil Usaha (SHU) sebagai objek pajak. Sebelumnya, SHU termasuk dalam kategori dividen sehingga dikenakan pajak. Tarif pajak yang dikenakan adalah sebesar 10% dari jumlah bruto SHU, dan pajak ini bersifat final.

Namun, dengan diberlakukannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, ada perubahan signifikan dalam peraturan perpajakan terkait dengan SHU koperasi. Pasal 4 ayat 3 huruf i bagian ketujuh UU tersebut menyatakan bahwa “Yang dikecualikan dari objek pajak adalah, bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari koperasi…”

Dengan kata lain, SHU yang diterima oleh anggota koperasi tidak lagi menjadi objek pajak. Hal ini berlaku untuk semua koperasi, termasuk yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi. Keputusan ini mempermudah koperasi dan anggotanya, karena SHU sekarang tidak lagi dikenakan pajak.

Definisi Sisa Hasil Usaha (SHU)

Untuk lebih memahami perubahan ini, penting untuk mengerti apa yang dimaksud dengan Sisa Hasil Usaha (SHU). SHU adalah surplus hasil usaha atau defisit hasil usaha yang diperoleh dari pendapatan koperasi selama satu tahun buku. Ini adalah laba yang diberikan pada anggota koperasi atas simpanan pokok mereka.

Penting untuk diingat bahwa pembagian SHU ini tergantung pada laba yang diperoleh oleh koperasi selama tahun buku tersebut. Dengan kata lain, anggota tidak dijanjikan sejumlah SHU tertentu saat mereka mendaftar ke koperasi. Jumlah SHU yang mereka terima akan bervariasi sesuai dengan kinerja dan hasil usaha koperasi.

Dalam rangka memahami perpajakan koperasi, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan, termasuk pajak atas bunga simpanan koperasi, pajak penghasilan atas koperasi sebagai badan usaha, dan perubahan terbaru terkait dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi.

Bunga simpanan koperasi adalah salah satu sumber pendapatan utama bagi koperasi. PPh Pasal 4 ayat 2 mengatur pemotongan sebesar 10% dari jumlah bruto bunga simpanan jika melebihi Rp 240.000 per bulan, dan pemotongan ini bersifat final. Pajak penghasilan atas koperasi dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi dengan biaya-biaya terkait. Tarif pajaknya adalah 25%, dengan pengurangan tarif bagi koperasi yang memiliki peredaran bruto lebih kecil. Selain itu, koperasi juga memiliki kewajiban untuk menyetor dan melaporkan PPh Pasal 25 atas pembayaran kepada anggotanya. Terakhir, perubahan terbaru mengecualikan SHU dari objek pajak, sehingga anggota koperasi tidak lagi dikenakan pajak atas bagian laba yang mereka terima.

Dalam menjalankan operasinya, koperasi perlu memahami dan mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku. Hal ini tidak hanya penting untuk mematuhi hukum, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan dan keberlanjutan keuangan koperasi. Jika terdapat ketidakpastian atau pertanyaan mengenai perpajakan koperasi, selalu disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli perpajakan atau lembaga yang berwenang dalam masalah perpajakan. Dengan mematuhi peraturan perpajakan yang relevan, koperasi dapat menjalankan kegiatan usahanya secara efektif dan berkontribusi positif pada ekonomi dan masyarakat.

Kesimpulan

Koperasi adalah badan usaha yang memiliki peran penting dalam mendukung ekonomi rakyat dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun, seperti badan usaha lainnya, koperasi juga memiliki kewajiban perpajakan yang harus dipatuhi.

Dasar hukum perpajakan koperasi dapat ditemukan dalam undang-undang yang berlaku, terutama Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan. Jenis koperasi beragam, dan sumber modalnya dapat berasal dari anggota koperasi maupun pinjaman.

Perpajakan koperasi mencakup berbagai aspek, seperti Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan pemotongan serta pemungutan pajak tertentu. Penting bagi koperasi untuk memahami dan mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku agar dapat menjalankan kegiatan usahanya dengan baik dan mematuhi kewajiban perpajakan yang relevan.

Penting juga untuk selalu mengikuti perkembangan peraturan perpajakan yang terbaru dan berkonsultasi dengan ahli perpajakan atau lembaga terkait untuk memastikan kepatuhan perpajakan yang tepat waktu dan benar sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian, koperasi dapat berperan secara efektif dalam mendukung ekonomi rakyat dan mencapai tujuan-tujuan koperasi yang mulia.

Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!


Putri Ayudhia

Putri Ayudhia

Putri Ayudhia adalah seorang penulis konten SEO dan blogger paruh waktu yang telah bekerja secara profesional selama lebih dari 7 tahun. Dia telah membantu berbagai perusahaan di Indonesia untuk menulis konten yang berkualitas, SEO-friendly, dan relevan dengan bidang HR dan Psikologi. Ayudhia memiliki pengetahuan yang kuat dalam SEO dan penulisan konten. Dia juga memiliki pengetahuan mendalam tentang HR dan Psikologi, yang membantu dia dalam menciptakan konten yang relevan dan berbobot. Dia memiliki keterampilan dalam melakukan riset pasar dan analisis, yang membantu dia dalam menciptakan strategi konten yang efektif.
https://bloghrd.com