Pajak merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan ekonomi suatu negara. Setiap perusahaan dan individu yang memperoleh penghasilan biasanya memiliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan aturan yang berlaku. Salah satu jenis pajak yang sering menjadi perhatian dalam dunia perpajakan adalah pajak tangguhan. Artikel bloghrd.com ini akan membahas definisi, konsep dasar, serta contoh kasus terkait dengan pajak tangguhan.
Daftar Isi
Apa Itu Pengertian Pajak Tangguhan?
Pajak tangguhan adalah sebuah konsep dalam perpajakan yang mengacu pada beban pajak atau deferred tax expense. Beban pajak tangguhan ini dapat memberikan pengaruh seperti menambah atau mengurangi beban pajak yang harus dibayar oleh suatu entitas di masa yang akan datang. Untuk memahami konsep ini dengan lebih baik, kita dapat melihatnya dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang aset dan sudut pandang liabilitas.
Definisi Berdasarkan Sudut Pandang Aset
Dilihat dari sudut pandang aset, pajak tangguhan merupakan jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang dapat dipulihkan pada periode masa depan. Hal ini terjadi akibat adanya akumulasi rugi pajak yang belum dikompensasi dan akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perpajakan. Dengan kata lain, pajak tangguhan dari sudut pandang aset mencerminkan kewajiban pajak yang dapat dikurangkan di masa depan.
Definisi Berdasarkan Sudut Pandang Liabilitas
Sementara itu, pajak tangguhan juga dapat dilihat sebagai akumulasi perbedaan beban antara peraturan perpajakan (fiskal) dengan standar akuntansi keuangan (komersial). Perbedaan ini dikenal dengan istilah “temporary different” dan mengakibatkan pendapatan atau beban yang diakui pada masing-masing periode berbeda.
Namun, pada akhirnya, jumlah total yang diakui antara peraturan fiskal dan komersial akan sama. Pajak tangguhan dari sudut pandang liabilitas merupakan hasil dari perbedaan ini dan tidak akan mempengaruhi jumlah pajak terutang yang dihitung sesuai dengan peraturan perpajakan.
Konsep Dasar Pajak Tangguhan
Dalam menghitung beban pajak yang harus dibayar pada akhir tahun, wajib pajak biasanya menggunakan pendekatan akuntansi komersial. Pendekatan ini mencakup pengakuan unsur pendapatan, pengakuan beban yang dijadikan pengurang, metode penyusutan untuk menentukan beban penyusutan aset, pengakuan nilai sisa aset, dan penerapan jangka waktu untuk penyusutan. Hasil dari pendekatan akuntansi komersial ini tercermin dalam laporan keuangan yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung beban PPh terutang secara komersial oleh wajib pajak.
Namun, ketika wajib pajak melaporkan SPT tahunan, perhitungan PPh yang dihitung atas dasar laba komersial tidak selalu dapat digunakan sebagai beban pajak saat ini. Hal ini karena perhitungan pajak tangguhan didasarkan pada ketentuan perpajakan yang berdasar pada UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan aturan pelaksanaan yang mengikatnya. Pendekatan ini sering kali berbeda dengan ketentuan yang digunakan dalam pendekatan berdasarkan akuntansi komersial.
Contoh Kasus Pajak Tangguhan
Untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep pajak yang satu ini, mari kita perhatikan beberapa contoh kasus berikut:
Contoh Kasus 1
PT Cahaya Sejahtera adalah sebuah perusahaan yang bergerak di industri penerangan. Pada tahun 2020, perusahaan ini mencatatkan pendapatan total sebesar Rp40.000.000.000, sedangkan pada tahun 2021, pendapatannya meningkat menjadi Rp42.000.000.000. Laba komersial yang dihasilkan pada tahun 2021 adalah sebesar Rp4.500.000.000.
Namun, PT Cahaya Sejahtera menghadapi beberapa koreksi fiskal terkait dengan penghapusan piutang usaha sebesar Rp500.000.000 dan pengakuan beban bunga sebesar Rp100.000.000. Oleh karena itu, laba fiskal (laba pajak) yang dihitung adalah sebagai berikut:
Laba fiskal = Laba komersial – Koreksi fiskal = Rp4.500.000.000 – (Rp500.000.000 + Rp100.000.000) = Rp3.900.000.000
Selanjutnya, pajak penghasilan PPh Badan Terutang dihitung sebesar 25% dari laba fiskal, yaitu:
PPh Badan Terutang = Rp3.900.000.000 x 25% = Rp975.000.000
Namun, jika tidak ada koreksi fiskal, perhitungan PPh Badan yang terutang adalah sebagai berikut:
PPh Badan Terutang = Laba komersial x Tarif pajak = Rp4.500.000.000 x 25% = Rp1.125.000.000
Dalam kasus ini, terdapat perbedaan sebesar Rp150.000.000 antara jumlah kewajiban pajak yang harus dibayarkan jika mengikuti pendekatan komersial dan pendekatan fiskal. Perbedaan ini adalah contoh konkret dari pajak tangguhan yang timbul karena adanya perbedaan antara laba komersial dan laba fiskal.
Perhatikan bahwa dalam kasus ini, koreksi fiskal yang diterapkan memengaruhi besarnya laba fiskal dan, akibatnya, besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Pajak seperti ini merupakan salah satu aspek yang perlu diperhitungkan dengan cermat dalam perencanaan pajak perusahaan.
Contoh Kasus Pajak Tangguhan di Perusahaan XYZ
Perusahaan XYZ adalah sebuah perusahaan manufaktur yang menghasilkan peralatan medis. Mereka memiliki tahun fiskal yang berakhir pada 31 Desember setiap tahunnya. Mari kita lihat bagaimana perusahaan ini mengelola pajak tangguhan.
Tahun 1: Pada tahun pertama operasi mereka, Perusahaan XYZ menghasilkan pendapatan kotor sebesar Rp 10.000.000.000 dari penjualan peralatan medis mereka. Namun, mereka juga memiliki biaya besar yang harus mereka bayar kepada pemasok mereka, sebesar Rp 7.000.000.000. Ini menghasilkan laba kotor sebesar Rp 3.000.000.000.
Namun, perusahaan ini juga memiliki beban bunga pada pinjaman yang mereka gunakan untuk membangun fasilitas produksi mereka. Beban bunga ini sebesar Rp 500.000.000.
Laba Bersih Tahun 1: Laba kotor: Rp 3.000.000.000 Beban Bunga: Rp 500.000.000 Laba Bersih: Rp 2.500.000.000
Untuk tujuan perpajakan, laba bersih ini akan digunakan sebagai laba fiskal.
Tahun 2: Pada tahun kedua, Perusahaan XYZ terus tumbuh. Pendapatan kotor mereka meningkat menjadi Rp 15.000.000.000. Namun, mereka juga mengalami biaya produksi yang lebih tinggi sebesar Rp 9.000.000.000. Ini menghasilkan laba kotor tahun kedua sebesar Rp 6.000.000.000.
Beban bunga mereka pada tahun ini juga meningkat menjadi Rp 700.000.000.
Laba Bersih Tahun 2: Laba kotor: Rp 6.000.000.000 Beban Bunga: Rp 700.000.000 Laba Bersih: Rp 5.300.000.000
Laba bersih ini juga akan digunakan sebagai laba fiskal untuk tahun kedua.
Penggunaan Pajak : Sekarang, mari kita lihat bagaimana perusahaan menggunakan pajak tangguhan. Perusahaan XYZ memiliki kerugian fiskal pada tahun pertama operasinya sebesar Rp 500.000.000 (Laba fiskal tahun 1 kurang dari nol). Namun, pada tahun kedua, mereka memiliki laba fiskal sebesar Rp 5.300.000.000.
Menggunakan pajak tangguhan, perusahaan dapat mengurangkan laba fiskal tahun kedua dengan kerugian fiskal tahun pertama. Ini berarti pajak yang harus mereka bayar atas laba tahun kedua akan lebih rendah.
Perhitungan Pajak Tangguhan: Laba Fiskal Tahun 2: Rp 5.300.000.000 Kerugian Fiskal Tahun 1: Rp 500.000.000 Laba Fiskal yang dapat digunakan untuk pajak: Rp 4.800.000.000
Jika tarif pajak perusahaan adalah 25%, pajak yang seharusnya mereka bayar tanpa pajak tangguhan adalah:
25% x Rp 5.300.000.000 = Rp 1.325.000.000
Namun, dengan menggunakan pajak tangguhan, mereka dapat mengurangkan laba fiskal tahun kedua dengan kerugian fiskal tahun pertama:
25% x Rp 4.800.000.000 = Rp 1.200.000.000
Penggunaan Pajak Tangguhan: Jadi, perusahaan hanya perlu membayar pajak sebesar Rp 1.200.000.000 pada tahun kedua, dan mereka dapat menangguhkan Rp 125.000.000 (Rp 1.325.000.000 – Rp 1.200.000.000) untuk tahun-tahun mendatang.
Ini adalah contoh sederhana tentang bagaimana perusahaan dapat menggunakan pajak tangguhan untuk mengurangkan kewajiban pajak mereka dengan memanfaatkan kerugian fiskal dari tahun sebelumnya. Pajak ini sendiri adalah alat yang berguna bagi perusahaan untuk mengelola kewajiban pajak mereka dan meningkatkan likuiditas mereka.
Kesimpulan
Pajak ini adalah konsep penting dalam perpajakan yang berkaitan dengan perbedaan antara peraturan perpajakan dan standar akuntansi keuangan. Dalam hal ini, pajak tangguhan dapat terlihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang aset dan sudut pandang liabilitas.
Dalam kasus perusahaan, perbedaan ini dapat menghasilkan pajak yang dapat dipulihkan di masa depan atau kewajiban pajak yang dapat dikurangkan. Perbedaan ini sering kali muncul akibat ketentuan perpajakan yang berbeda dengan aturan akuntansi komersial.
Pajak tangguhan merupakan aspek yang penting dalam perencanaan perpajakan perusahaan. Wajib pajak perlu memahami konsep ini dengan baik untuk mengoptimalkan kewajiban pajaknya di masa yang akan datang.
Dalam kasus contoh di atas, perbedaan sebesar Rp25.000.000 dapat menjadi besar ketika diterapkan dalam skala yang lebih besar. Oleh karena itu, perusahaan perlu mempertimbangkan perbedaan antara pendekatan fiskal dan komersial dalam mengelola pajaknya.
Semoga artikel ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pajak tangguhan dan bagaimana konsep ini dapat berpengaruh pada kewajiban pajak suatu perusahaan. Dengan pemahaman yang baik, perusahaan dapat mengambil keputusan yang lebih tepat dalam mengelola pajaknya dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!