Konstitusi Negara, yang diwujudkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengakui hak universal setiap individu untuk mengekspresikan kebebasannya dalam membentuk asosiasi, berkumpul secara kolektif, dan mengemukakan pendapat. Sejalan dengan prinsip ini, Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh menjadi salah satu manifestasi penting dari hak tersebut. Tujuannya adalah melindungi hak pekerja untuk bersatu, bergabung, dan mengadvokasi hak-hak mereka dalam dunia kerja melalui wadah Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Dalam tulisan ini, Bloghrd.com akan mengupas lebih lanjut mengenai konsep Serikat Pekerja/Serikat Buruh, peran dan fungsinya, tujuan utamanya, prosedur pembentukan, serta aspek-aspek yang berkaitan dengan hak kebebasan berserikat dan melakukan negosiasi bersama yang merupakan hak yang melekat pada Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Daftar Isi
Apa yang dimaksud dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB)?
Pasal 1 angka 17 dari Undang-Undang No. 13 tahun 2003 (UU 13/2003) serta pasal 1 angka 1 dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (UU 21/2000) merinci Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) sebagai wadah organisasi yang terbentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh, baik yang berada dalam maupun di luar perusahaan. Organisasi ini memiliki sifat yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Tujuannya adalah untuk memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh, sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka dan keluarganya.
Individu pekerja diberikan perlindungan untuk mengambil tindakan kolektif guna mempertahankan hak dan kepentingannya serta mendorong kesejahteraan yang layak bagi buruh dan keluarga mereka. Untuk mencapai tujuan ini, undang-undang memberikan peran yang penting kepada organisasi buruh yang dikenal sebagai Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB).
Apa fungsi dari serikat buruh/serikat pekerja?
Sesuai dengan ketentuan di pasal 102 ayat (2) dalam UU 13/2003, dalam pelaksanaan hubungan industrial, pekerja serta serikat pekerja memiliki peran dalam menjalankan tugas sesuai tanggung jawab mereka. Ini meliputi pemeliharaan keteraturan guna memastikan kelancaran produksi, penyampaian aspirasi secara demokratis, peningkatan keterampilan dan keahlian, serta partisipasi dalam kemajuan perusahaan serta upaya untuk meningkatkan kesejahteraan anggota serikat pekerja dan keluarga mereka.
Apa tujuan dibentuknya Serikat Buruh/Serikat Pekerja?
Sesuai dengan pasal 102 ayat (2) dari UU 13/2003, saat menjalankan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja memiliki peran untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prinsip dan tujuan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). Fokus utama SP/SB adalah memberikan perlindungan, membela hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarga mereka. Dalam rangka mencapai tujuan ini, Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 (UU 21/2000) memberikan peran penting kepada SP/SB, termasuk:
- Pihak dalam perundingan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial.
- Wakil buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan, seperti lembaga kerja sama bipartit, lembaga kerja sama tripartit, dewan K3, serta lembaga yang berkaitan dengan pengaturan upah.
- Sarana untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Salah satu alat yang sering digunakan untuk mencapai hal ini adalah perjanjian kerja bersama.
- Sarana untuk menyalurkan aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggota SP/SB.
- Perencana, pelaksana, dan penanggung jawab dalam situasi pemogokan pekerja/buruh.
- Wakil buruh dalam usaha memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
Dengan demikian, peran SP/SB dalam konteks hubungan industrial merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan perlindungan hak, kepentingan, dan kesejahteraan yang adil bagi pekerja/buruh serta keluarga mereka.
Bagaimana peraturan perundang-undangan mengatur mengenai Serikat Buruh/Serikat Pekerja?
Pasal 28E ayat (3) dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 memberikan jaminan terhadap hak setiap individu untuk merdeka dalam berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tertulis. UUD 1945 juga meneguhkan perlindungan hak setiap individu untuk mendapatkan pekerjaan dan sumber penghidupan yang sesuai dengan martabat kemanusiaan, serta memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.
Dalam konteks lingkungan kerja, hak para pekerja untuk berserikat tercermin melalui pembentukan organisasi buruh yang lebih dikenal dengan sebutan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). Hak ini pertama kali diakui dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (UU 14/69), yang menyatakan bahwa “Tiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja.” (Pasal 11 ayat (1) UU 14/69). Ketentuan serupa juga diakui dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003), di mana pasal 104 ayat (1) menyatakan: “Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh.”
Mengingat signifikansi organisasi ini, pada tanggal 4 Agustus 2000, Pemerintah Republik Indonesia secara spesifik menerbitkan Undang-Undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Undang-undang ini memiliki tujuan untuk mengatur dan memfasilitasi pembentukan serta aktivitas SP/SB, serta menegaskan peran penting mereka dalam mewujudkan hak dan perlindungan bagi para pekerja/buruh di Indonesia.
Bagaimana Standar Perburuhan Internasional mengatur mengenai Serikat Buruh/Serikat Pekerja?
Menegaskan hak setiap pekerja untuk membentuk dan bergabung dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) telah ditegaskan oleh organisasi perburuhan internasional melalui Konvensi ILO No 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini melalui Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998. Pasal 2 Konvensi ini menjelaskan bahwa “Pekerja dan pengusaha, tanpa perbedaan apapun, memiliki hak untuk mendirikan dan, hanya tunduk pada aturan organisasi yang mereka pilih tanpa persetujuan sebelumnya. (Workers and employers, without distinction whatsoever, shall have the right to establish and, subject only to the rules of organization of their own choosing without previous authorization).
Sebagai pelengkap Konvensi 87, ILO juga menerbitkan Konvensi No. 98 tahun 1949 tentang Dasar-dasar Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama. Meskipun keluar belakangan, Konvensi ini sebenarnya telah diratifikasi lebih awal melalui Undang-undang No. 18 tahun 1956 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama (Lembaran Negara No. 42 tahun 1956). Hal ini terjadi karena pada masa itu Indonesia masih menganut prinsip ‘single union’, sehingga hak untuk membentuk serikat masih memiliki pembatasan. Pasal 1 ayat (1) Konvensi ILO 98 dengan tegas menyatakan bahwa “Buruh harus memperoleh perlindungan yang memadai terhadap tindakan diskriminasi anti serikat buruh dalam hal pekerjaan mereka.” (Workers shall enjoy adequate protection against acts of anti-union discrimination in respect of their employment). Termasuk di dalamnya adalah larangan memaksa buruh untuk bergabung atau keluar dari keanggotaan SP/SB, memberhentikan, atau merugikan buruh berdasarkan keanggotaan mereka dalam SP/SB atau karena partisipasi dalam aktivitas SP/SB.
Apa perbedaan antara serikat pekerja, federasi, dan konfederasi serikat pekerja?
Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) dapat terbentuk dengan melibatkan minimal 10 individu pekerja. Di sisi lain, Federasi SP/SB terbentuk dari paling tidak 5 SP/SB, sementara Konfederasi SP/SB merupakan hasil penggabungan minimal 3 federasi SP/SB. SP/SB juga memiliki opsi untuk menjalin afiliasi dengan organisasi serupa di tingkat internasional. Struktur organisasi yang bersifat hierarkis ini memiliki manfaat penting; meskipun mungkin hanya beroperasi di satu perusahaan, SP/SB dapat merasakan kekuatan yang lebih besar dan dukungan yang lebih luas dari SP/SB lainnya. Solidaritas ini memudahkan upaya SP/SB di perusahaan untuk memperjuangkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan lebih efektif.
Bagaimana cara membuat serikat pekerja di tingkat perusahaan anda?
Sesuai dengan pasal 5 Undang-Undang No. 21 tahun 2000 (UU 21/2000), sebuah Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) dapat didirikan oleh minimal 10 pekerja. UU 21/2000 juga menegaskan bahwa dalam proses pembentukan SP/SB, tidak boleh ada campur tangan dari perusahaan, pemerintah, partai politik, atau pihak manapun. Serikat pekerja juga diharuskan memiliki anggaran dasar yang mencakup hal-hal berikut:
- Nama dan lambang organisasi
- Dasar negara, asas, dan tujuan organisasi
- Tanggal pendirian
- Lokasi kedudukan
- Ketentuan mengenai keanggotaan dan kepengurusan
- Sumber dana dan tanggung jawab keuangan
- Ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga.
Bagaimana cara menjadi anggota Serikat Buruh/Serikat Pekerja?
Prosesnya Sangat Sederhana. Pada hakikatnya, sebuah Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) harus menerima anggota tanpa memandang aliran politik, agama, suku, atau jenis kelamin. Jadi, sebagai seorang karyawan di suatu perusahaan, Anda hanya perlu menghubungi pengurus SP/SB di tempat kerja Anda. Biasanya, Anda akan diminta untuk mengisi formulir keanggotaan untuk keperluan data. Sebagai anggota SP/SB, Anda memiliki kewajiban untuk membayar iuran keanggotaan, yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan program-program organisasi.
Siapa saja yang boleh bergabung di dalam keanggotaan Serikat Buruh/Serikat Pekerja?
Menurut Pasal 5 ayat (1) UU 21/2000, tiap pekerja memiliki hak untuk membentuk dan menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). SP/SB dapat terbentuk di lingkungan perusahaan atau di luar perusahaan. Dalam perusahaan, SP/SB didirikan oleh para pekerja yang bekerja di perusahaan tersebut. Sementara itu, di luar perusahaan, SP/SB dibentuk oleh kumpulan pekerja dari beberapa perusahaan. Pembentukan SP/SB dapat didasarkan pada sektor usaha, jenis pekerjaan, atau format lain yang sesuai dengan kehendak pekerja.
Apa keuntungan menjadi anggota Serikat Buruh/Serikat Pekerja?
Terdapat berbagai manfaat signifikan yang dapat diperoleh melalui keanggotaan dalam Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB), terutama jika SP/SB tersebut telah berafiliasi dengan federasi serikat pekerja dan konfederasi serikat pekerja. Sebagai contoh, para anggota serikat pekerja akan diuntungkan dari program-program pelatihan yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan kerja dan pengembangan diri. Pelatihan-pelatihan ini mencakup berbagai aspek seperti kemampuan bernegosiasi, perundingan untuk pembuatan perjanjian kerja bersama, pemahaman tentang isu gender, dan sebagainya. Lebih lanjut, anggota serikat pekerja juga mendapatkan akses bantuan hukum dalam situasi-situasi ketika mereka menghadapi masalah hukum atau perjuangan untuk memastikan pemenuhan hak-hak mereka sebagai pekerja dalam hubungan dengan perusahaan.
Bagaimana prosedur pemberitahuan dan pencatatan SP/SB yang baru terbentuk?
Pasal 18 sampai dengan 24 UU 21/2000 menguraikan tata cara pemberitahuan dan pencatatan SP/SB sesuai dengan langkah-langkah berikut:
- Pemberitahuan kepada Instansi Pemerintah: SP/SB, federasi, dan konfederasi yang telah dibentuk diwajibkan memberitahukan eksistensinya kepada instansi pemerintah setempat yang memiliki kewenangan dalam urusan ketenagakerjaan.
- Isi Surat Pemberitahuan: Surat pemberitahuan tersebut harus dilengkapi dengan daftar nama anggota, pendiri, dan pengurus SP/SB, serta disertai dengan salinan peraturan organisasi yang mencakup Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
- Pencatatan oleh Instansi Pemerintah: Instansi urusan ketenagakerjaan setempat bertugas mencatat SP/SB yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Proses pencatatan ini harus selesai dalam waktu 21 hari kerja setelah tanggal pemberitahuan. Jika terdapat hambatan dalam memenuhi persyaratan, instansi tersebut harus memberikan penjelasan tentang penundaan pendaftaran dalam batas waktu 14 hari setelah menerima surat pemberitahuan.
- Pembaruan Peraturan Organisasi: SP/SB harus memberitahukan kepada instansi pemerintah tentang perubahan yang terjadi dalam peraturan organisasinya. Instansi pemerintah ini kemudian bertanggung jawab untuk memastikan bahwa buku pendaftaran serikat dapat diperiksa dan diakses oleh masyarakat.
- Pemberitahuan kepada Pengusaha/Perusahaan: SP/SB yang telah mendapatkan nomor pendaftaran diwajibkan memberikan pemberitahuan tertulis tentang keberadaannya kepada pengusaha atau perusahaan yang terkait. Ini merupakan langkah transparan dalam memastikan pengusaha/ perusahaan mengetahui keberadaan SP/SB.
- Prosedur Pendaftaran Resmi: Rincian lebih lanjut mengenai proses pendaftaran resmi SP/SB diatur oleh Keputusan Menteri No.16/MEN/2001. Keputusan ini menjelaskan langkah-langkah yang harus diikuti untuk mendaftarkan SP/SB secara sah dan resmi.
Dengan adanya pedoman dan prosedur yang jelas ini, SP/SB dapat dengan mudah melaksanakan pemberitahuan dan pencatatan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apakah seorang pekerja dapat menjadi anggota lebih dari satu Serikat Buruh/Serikat Pekerja?
Pasal 14 UU 21/2000 menegaskan bahwa seorang pekerja tidak diizinkan menjadi anggota dari lebih dari satu Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) dalam satu perusahaan. Dalam situasi di mana seorang pekerja di satu perusahaan terdaftar sebagai anggota di lebih dari satu SP/SB, langkah yang harus diambil adalah menyampaikan secara tertulis pilihan untuk menjadi anggota di salah satu SP/SB tersebut.
Apakah anggota dapat mengundurkan diri atau diberhentikan dari Serikat Buruh/Serikat Pekerja?
Iya, pekerja memiliki opsi untuk mengakhiri keanggotaannya dalam Serikat Buruh/Serikat Pekerja, dengan persyaratan bahwa langkah ini diiringi oleh pernyataan tertulis.
Selain itu, pekerja juga dapat diakhiri keanggotaannya oleh Serikat Buruh/Serikat Pekerja sesuai dengan aturan yang telah diuraikan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga SP/SB terkait.
Tetap harus diingat bahwa pekerja, baik yang bertindak sebagai pengurus atau anggota Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang memilih untuk menghentikan atau yang diberhentikan, tetap memiliki tanggung jawab terhadap kewajiban yang belum dipenuhi terhadap Serikat Buruh/Serikat Pekerja, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 17 UU Nomor 21 Tahun 2000.
Apa saja bentuk perlindungan yang diberikan bagi pekerja yang bergabung dalam Serikat Buruh/Serikat Pekerja?
Setelah didirikan, perlindungan terhadap hak pekerja untuk mengembangkan organisasi dalam SP/SB menjadi sangat signifikan. UU 21/2000 memiliki ketentuan perlindungan yang meliputi:
Pertama, melarang siapapun untuk:
- Menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh dalam mengambil keputusan untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota, dan/atau mengambil langkah-langkah terkait aktivitas SP/SB.
- Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan secara sementara, menurunkan jabatan, melakukan mutasi, menolak pembayaran atau mengurangi upah pekerja/buruh dengan alasan terkait keanggotaan pekerja dalam SP/SB atau keterlibatannya dalam aktivitas SP/SB.
- Mengintimidasi dalam berbagai bentuk.
- Melakukan kampanye yang menentang pembentukan SP/SB.
Kedua, memberikan peluang bagi pengurus dan/atau anggota SP/SB untuk menjalankan kegiatan organisasi dalam jam kerja yang telah disetujui oleh kedua belah pihak dan/atau diatur dalam perjanjian kerja bersama.
Sanksi apa yang dapat dikenakan untuk pengusaha yang menghalangi berdirinya Serikat Buruh/Serikat Pekerja maupun tidak memberikan kesempatan pekerja untuk menjalankan aktivitas Serikat Buruh/Serikat Pekerja?
Pasal 43 UU 21/2000 memiliki aturan hukuman pidana bagi siapapun, termasuk pengusaha, yang melakukan tindakan menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk memilih untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota, dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan SP/SB. Tindakan ini bisa mencakup PHK, mutasi, penundaan gaji, intimidasi, dan sejenisnya. Pelaku dapat dijatuhi hukuman pidana penjara dengan minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 5 (lima) tahun serta denda mulai dari Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) hingga Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sumber:
- Undang-undang Dasar 1945
- Undang-undang No. 18 tahun 1956 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama (Lembaran Negara No. 42 tahun 1956)
- Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja
- Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO No 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
- Kep.48/MEN/IV/2004, tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
- IKonvensi ILO No 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi
- Konvensi ILO No. 98 tahun 1949 tentang Dasar-dasar Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!