Sebagai pekerja dan pemilik perusahaan, harus tahu apa saja hak dan kewajiban pekerja agar paham apa yang harus pekerja lakukan dan apa yang harus perusahaan lakukan terhadap pekerja.
Sebagai perusahaan akan lebih positif dikenal dan ini akan memberikan kenyamanan bagi pekerja sehingga dia akn bekerja loyal kepada perusahaan. Sedangkan bagi para pekerja, dia akan lebih paham dan mengatur dengan baik pekerjaannya sebagai karyawan disuatu perusahaan.
Hak dan kewajiban pekerja di Indonesia sudah diberikan secara jelas dasar hukumnya di Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ini agar tidak ada masalah perselisihan antara pekerja dan perusahaan di kemudian hari, sehingga masing-masing pihak sudah tahu apa hak dan kewajibannya.
Dasar Hukum Hak Karyawan
Berikut hak-hak karyawan yang terdapat dalam Undang-Undang no 13 Tahun 2003 :
1. Bab III Tentang Hak Mendapat Kesempatan dan Perlakuan yang Sama
- Pasal 5 : Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan
- Pasal 6 : Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
2. Bab V Tentang Hak Mendapat Pelatihan kerja
- Pasal 11 : Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.
- Pasal 12 Ayat 3 : Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.
- Pasal 18 Ayat 1 : Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.
- Pasal 23 : Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.
3. Bab VI Tentang Penempatan Tenaga Kerja
- Pasal 31 : Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
4. Bab X Tentang Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan
- Pasal 67 Ayat 1 : Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
- Pasal 78 Ayat 2 : Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
- Pasal 79 Ayat 1 : Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh
- Pasal 80 : Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/ buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
- Pasal 82 Ayat 1 : Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
- Pasal 82 Ayat 2 : Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
- Pasal 84 Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh.
- Pasal 85 Ayat 1 : Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
- Pasal 86 Ayat 1 : Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
• keselamatan dan kesehatan kerja;
• moral dan kesusilaan; dan
• perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama - Pasal 88 Ayat 1 : Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
- Pasal 90 Ayat 1 : Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
- Pasal 99 Ayat 1 : Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja
6. Bab XI Tentang Hubungan Industrial
- Pasal 104 Ayat 1 Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh
- Pasal 102 Ayat 2 Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
- Pasal 126 Ayat 1 : Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.
- Pasal 126 Ayat 2 : Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya kepada seluruh pekerja/ buruh.
- Pasal 136 ayat 1 : Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat.
- Pasal 140 ayat 1 : Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
Hak Dasar Karyawan
Perlu diketahui, kalau hak dasar pekerja ini adalah hak yang melekat sejak dia diangkat sebagai karyawan dalam sebuah perusahaan. Sehingga keselamatan, kesehatan, hingga kesempatan karyawan untuk berkembang adalah tanggung jawab perusahaan.
Kalau kita bagi, ternyata dilihat dari ketentuam hukum yang berlaku ada 8 hak dasar pada karyawan :
1. Hak untuk Mengembangkan Potensi Kerja, Mengembangkan Minat, Bakat dan Kemampuan
Dalam Undang Undang nomor 21 tahun 2000 dan Undang Undang No 13 Tahun 2003, menyatakan bahwa setiap pekerja memiliki hak untuk mengembangkan potensi minat, bakat dan kemampuan untuk meningkatkan potensi kerja.
Undang-undang ini juga mengatur bahwa seorang Pekerja mempunyai hak untuk terlindungi dari tindak kesusilaan dan moral, kesehatan dan keselamatan kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat sebagai Manusia dan nilai-nilai Agama.
2. Hak Dasar atas Jaminan Sosial, Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Hak dasar pada poin ini adalah hak untuk memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kematian, dan jaminan kecelakaan kerja.
3. Hak Dasar Mendapatkan Upah yang Layak.
Peraturan Menteri (Permen) nomor 1/1999, PP 8/1981, serta UU 13/2003 menyatakan bahawa pekerja memiliki hak untuk mendapatkan upah layak dan perusahaan diwajibkan untuk mengikuti aturan upah minimal UMR yang berlaku.
4. Hak Dasar untuk Berlibur, Cuti, Istirahat, serta Memperoleh Pembatasan Waktu Kerja.
Dalam Undang Undang nomor 13 tahun 2003 menyebutkan bahwa perusahaan diwajibkan untuk memberikan kompensasi jika karyawan bekerja di luar jam kerja dengan memberikan kompensasi upah lembur. Selain itu, pekerja juga mendapatkan hak untuk beribadah sesuai dengan agamanya.
5. Hak Dasar untuk Membentuk Serikat Pekerja.
Pekerja diperbolehkan untuk membuat dan menjadi anggota serikat pekerja. Yang nantinya antara serikat pekerja dan perusahaan memiliki ikatan dekat untuk membicarakan berbagai isu menyuarakan aspirasi antara hak dan kewajiban pekerja.
6. Hak untuk Melakukan Aksi Mogok Kerja.
Aksi mogok kerja karyawan diperbolehkan asalkan sesuai prosedur menginformasikan aksi tersebut sekurangnya 7 hari sebelum berlangsung.
7. Hak Dasar Khusus Terkait Pekerja Perempuan.
Dalam Keputusan Menteri nomor 224 tahun 2003, dan Undang Undang nomor 13 tahun 2003, menyatakan larangan untuk mempekerjakan Karyawan Perempuan dengan usia kurang 18 tahun antara jam 23.00 WIBe sampai jam 7.00 WIB (shift 3).
8. Hak Perlindungan atas Pemutusan Hubungan Kerja.
Sebelum PHK atau pemutusan hubungan kerja, dilakukan yang namanya perundingan. Bila tidak ada jalan keluar, maka pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan asalkan sesuai dengan hak karyawan yang di-PHK. Seperti pemberian uang pemutuhan hubungan kerja, sisa uang cuti dll sesuai undang-undang yang berlaku. Tidak boleh memutuskan PHK ketika pekerja sakit, menjalankan kewajiban negara, melakukan ibadah keagamaan, menikah dan hamil.