Mengenal Istilah Keberatan Pajak Dalam Perpajakan

Dalam kesimpulan, keberatan pajak adalah mekanisme yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bagi wajib pajak yang merasa tidak puas atau tidak sependapat terhadap hasil pemeriksaan pajak yang telah dilakukan oleh petugas pajak. Hal ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk memperjuangkan pendapat mereka dan, jika memungkinkan, mengoreksi ketidaksesuaian yang mungkin terjadi dalam perhitungan pajak mereka. Proses ini mengikuti aturan hukum yang ketat dan memiliki persyaratan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak.

Penting bagi wajib pajak untuk memahami hak dan kewajiban mereka dalam konteks keberatan pajak serta untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dengan cermat. Selain itu, pengajuan keberatan pajak harus didukung oleh argumen dan bukti yang kuat agar memiliki peluang lebih besar untuk diterima oleh Dirjen Pajak. Dalam semua tahap ini, konsultasi dengan ahli pajak atau penasehat hukum yang kompeten dapat membantu wajib pajak untuk menjalani proses keberatan pajak dengan lebih baik.

Sekali lagi, keberatan pajak adalah salah satu alat yang tersedia bagi wajib pajak untuk melindungi hak-hak mereka dan memastikan bahwa ketentuan pajak yang dikenakan oleh petugas pajak adalah adil dan sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.

Apa yang Dimaksud dengan Keberatan Pajak?

Keberatan pajak adalah salah satu mekanisme yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bagi wajib pajak yang merasa tidak puas atau tidak sependapat terhadap hasil pemeriksaan pajak yang telah dilakukan oleh petugas pajak.

Dalam konteks ini, pemeriksaan pajak dapat mencakup penentuan jumlah pajak yang harus dibayar, total jumlah pajak yang terutang, serta jumlah potongan pajak yang dikenakan oleh petugas pemeriksa.

Keberatan pajak memberikan wajib pajak kesempatan untuk memperjuangkan pendapatnya dan, jika memungkinkan, mengoreksi ketidaksesuaian yang mungkin terjadi dalam perhitungan pajak mereka.

Upaya Hukum Keberatan Pajak

Upaya hukum keberatan pajak adalah langkah yang dapat diambil oleh wajib pajak ketika mereka tidak puas dengan hasil pemeriksaan pajak yang telah dilakukan terhadap mereka. Biasanya, upaya ini dilakukan melalui pengajuan keberatan pajak yang berisi argumentasi dan alasan mengapa wajib pajak merasa ketentuan pajak yang dikenakan oleh petugas pajak tidak sesuai dengan keadaan mereka. Pengajuan keberatan ini seringkali terkait dengan penetapan jumlah rugi, total jumlah pajak yang terutang, dan jumlah potongan pajak yang diputuskan oleh petugas pemeriksa.

BACA JUGA :  Program Pengungkapan Sukarela Menurut UU HPP

Alasan Mengajukan Keberatan Pajak

Mengapa wajib pajak memilih untuk mengajukan keberatan pajak terhadap hasil pemeriksaan pajak? Ada beberapa alasan yang memicu wajib pajak untuk mengambil langkah ini:

  1. Penetapan Jumlah Rugi yang Disengketakan: Salah satu alasan utama mengajukan keberatan pajak adalah ketika wajib pajak merasa bahwa jumlah kerugian (rugi) yang ditetapkan oleh petugas pajak tidak akurat. Mereka mungkin memiliki argumen bahwa rugi yang sebenarnya lebih rendah dari yang telah ditentukan.
  2. Total Jumlah Pajak yang Terutang: Wajib pajak juga dapat mengajukan keberatan jika mereka merasa bahwa total jumlah pajak yang dihitung oleh petugas pajak terlalu tinggi atau tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
  3. Jumlah Potongan Pajak yang Diputuskan: Keberatan pajak juga dapat terkait dengan jumlah potongan pajak yang dikenakan oleh petugas pemeriksa. Wajib pajak mungkin berpendapat bahwa potongan tersebut seharusnya lebih rendah atau tidak seharusnya dikenakan sama sekali.

Cakupan Keberatan Pajak

Keberatan pajak yang diajukan oleh wajib pajak biasanya berkaitan dengan beberapa jenis surat ketetapan pajak, di antaranya:

  1. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB): Ini adalah surat ketetapan pajak yang dikeluarkan ketika wajib pajak dianggap membayar lebih banyak pajak dari yang seharusnya.
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB): Surat ini dikeluarkan ketika wajib pajak dianggap membayar kurang dari jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan.
  3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT): SKPKBT dikeluarkan ketika ada kekurangan pembayaran pajak dan dikenakan sanksi tambahan.
  4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN): SKPN dikeluarkan ketika tidak ada jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
  5. Pemotongan atau Pemungutan Pajak oleh Pihak Ketiga: Keberatan pajak juga dapat diajukan terhadap pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan.

Dasar Hukum Surat Keberatan Pajak

Pengajuan keberatan pajak memiliki dasar hukum tersendiri yang mengatur prosedur dan persyaratan yang harus dipatuhi oleh wajib pajak. Dasar hukum ini mencakup:

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Undang-Undang ini merupakan dasar hukum utama yang mengatur perpajakan di Indonesia. Selain itu, terdapat beberapa perubahan dan amendemen yang telah dilakukan terhadap undang-undang ini.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 202/PMK.03/2015: Peraturan ini mengatur tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan pajak. Peraturan ini merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013.
BACA JUGA :  Jasa Arsitek dan Aspek Perpajakan yang Perlu Diketahui

Syarat Mengajukan Keberatan Pajak

Tidak semua wajib pajak dapat mengajukan keberatan pajak. Terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi ketika wajib pajak ingin mengajukan keberatan pajak. Berikut adalah beberapa syarat yang harus dipenuhi:

Pengajuan Dilakukan Secara Tertulis dan Menggunakan Bahasa Indonesia

Pengajuan keberatan pajak harus disampaikan secara tertulis dan menggunakan bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa wajib pajak harus menyusun surat keberatan dengan rapi dan jelas dalam bahasa Indonesia.

Menyertakan Jumlah Pajak Terutang, Jumlah Pajak yang Dipotong/Dipungut, atau Jumlah Rugi

Wajib pajak harus mencantumkan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang telah dipotong/dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan mereka dalam surat keberatan. Hal ini harus disertai dengan alasan yang menjadi dasar penghitungan tersebut.

Satu Keberatan untuk Satu Surat Ketetapan Pajak

Wajib pajak hanya dapat mengajukan satu keberatan untuk satu surat ketetapan pajak, satu pemotongan pajak, atau satu pemungutan pajak. Dalam hal ini, keberatan pajak harus disesuaikan dengan kasus yang diajukan oleh wajib pajak.

Melunasi Pajak yang Harus Dibayar Sebelumnya

Syarat ini khusus berlaku untuk keberatan pajak kurang bayar. Wajib pajak harus melunasi pajak yang harus dibayar, paling sedikit sesuai dengan jumlah yang disetujui oleh mereka, dalam pembahasan hasil akhir, sebelum surat keberatan pajak disampaikan. Ini adalah langkah yang menunjukkan niat baik dari wajib pajak untuk menyelesaikan kewajiban pajaknya.

Mengajukan dalam Jangka Waktu 3 Bulan

Keberatan pajak harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak surat ketetapan pajak dikirim atau sejak terjadi pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Namun, ada pengecualian jika wajib pajak dapat membuktikan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena kondisi yang terjadi di luar kekuasaan mereka.

Surat Keberatan Pajak Harus Ditandatangani oleh Wajib Pajak

Surat keberatan pajak harus ditandatangani oleh wajib pajak yang bersangkutan. Namun, jika surat keberatan pajak ditandatangani oleh pihak selain wajib pajak, maka harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 32 ayat 3 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

BACA JUGA :  Mengenal Sales Order: Pengertian, Fungsi, dan Bedanya dengan Purchase Order

Pengiriman Surat Keberatan Pajak ke Kantor Pajak yang Berwenang

Surat keberatan pajak harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang berada dalam wilayah wajib pajak yang bersangkutan. Ini memastikan bahwa surat keberatan diterima oleh pihak yang berwenang untuk menangani proses keberatan pajak.

Jangka Waktu Keputusan Keberatan Pajak

Setelah wajib pajak mengajukan keberatan pajak, Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) memiliki kewajiban untuk memberikan keputusan atas keberatan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Sesuai dengan ketentuan, Dirjen Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan pajak diterima.

Keputusan Dirjen Pajak terkait keberatan pajak dapat berupa beberapa kemungkinan:

  1. Pengabulan Seluruhnya: Dirjen Pajak dapat mengabulkan keberatan pajak secara penuh, yang berarti bahwa ketentuan pajak yang telah ditetapkan sebelumnya oleh petugas pajak akan diubah sesuai dengan argumen dan alasan yang diajukan oleh wajib pajak.
  2. Pengabulan Sebagian: Dalam beberapa kasus, Dirjen Pajak dapat memutuskan untuk mengabulkan sebagian dari keberatan pajak yang diajukan oleh wajib pajak. Ini berarti bahwa sebagian dari ketentuan pajak akan diubah, sementara sebagian lainnya tetap berlaku.
  3. Penolakan Keberatan: Dirjen Pajak juga memiliki hak untuk menolak keberatan pajak jika ia memandang bahwa argumen dan alasan yang diajukan oleh wajib pajak tidak memiliki dasar yang kuat atau sah.
  4. Penambahan Besarnya Jumlah Pajak: Dalam beberapa kasus, Dirjen Pajak dapat menambah besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak jika ia merasa bahwa jumlah yang sebelumnya ditentukan masih kurang.

Pemecahan Jika Melebihi Batas Waktu

Tentu saja, ada skenario di mana keputusan atas keberatan pajak tidak diberikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterimanya keberatan oleh Dirjen Pajak. Dalam hal ini, ada ketentuan yang mengatur apa yang harus dilakukan. Apabila telah melampaui batas waktu 12 bulan dan Dirjen Pajak belum menerbitkan surat keputusan keberatan pajak, maka permohonan wajib pajak dianggap dikabulkan.

Pihak Dirjen Pajak wajib menerbitkan surat keputusan keberatan pajak sesuai dengan keberatan wajib pajak dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak 12 bulan telah berakhir. Ini merupakan langkah penting untuk memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak yang telah mengajukan keberatan.

Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!


Putri Ayudhia

Putri Ayudhia

Putri Ayudhia adalah seorang penulis konten SEO dan blogger paruh waktu yang telah bekerja secara profesional selama lebih dari 7 tahun. Dia telah membantu berbagai perusahaan di Indonesia untuk menulis konten yang berkualitas, SEO-friendly, dan relevan dengan bidang HR dan Psikologi. Ayudhia memiliki pengetahuan yang kuat dalam SEO dan penulisan konten. Dia juga memiliki pengetahuan mendalam tentang HR dan Psikologi, yang membantu dia dalam menciptakan konten yang relevan dan berbobot. Dia memiliki keterampilan dalam melakukan riset pasar dan analisis, yang membantu dia dalam menciptakan strategi konten yang efektif.
https://bloghrd.com