Norma Penghitungan Penghasilan Neto: Syarat & Penghitungannya - bloghrd.com


Apa itu Norma Penghitungan Penghasilan Neto?

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) adalah norma yang dapat digunakan oleh wajib pajak dalam penghitungan penghasilan neto dalam satu tahun pajak sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 25/29 terutang. Norma penghitungan ini bertujuan untuk menyederhanakan penghitungan untuk mencari penghasilan neto. Setelah mendapatkan besaran penghasilan neto, wajib pajak dapat menghitung besaran PPh terutang untuk kebutuhan pembayaran dan pelaporan pajaknya. Bagaimana caranya, dan siapa yang dapat menggunakan norma penghitungan ini? Simak selengkapnya dalam artikel ini.

Syarat Menggunakan Norma Penghitungan Neto

Dasar hukum norma penghitungan neto ini tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan pada pasal 14, dan dijelaskan lebih dalam di Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Syarat wajib pajak untuk menggunakan norma penghitungan ini adalah:

  1. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dalam 1 tahunnya kurang dari Rp4,8 miliar wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali jika yang bersangkutan memilih menyelenggarakan pembukuan. Jika lebih dari Rp4,8 miliar, wajib pajak wajib menyelenggarakan pembukuan.
  2. Wajib pajak orang pribadi yang wajib menyelenggarakan pencatatan dan menerima atau memperoleh penghasilan tidak dikenai pajak penghasilan bersifat final, menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
BACA JUGA :  Faktur Pajak Pengganti Beda Bulan? Ini Cara Buat dan Lapornya

Mengutip juga dari laman Pajak.go.id, wajib pajak orang pribadi yang boleh menggunakan NPPN harus memberitahukan ke Ditjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Jika tidak, wajib pajak dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan
Jika wajib pajak badan atau orang pribadi yang melakukan pembukuan, tidak atau tidak sepenuhnya melakukan hal tersebut serta tidak bersedia memperlihatkan pembukuan maupun bukti-bukti pendukungnya, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan NPPN.
Bagaimana jika wajib pajak memiliki lebih dari satu jenis usaha? Maka penghitungan penghasilan netonya dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas dengan memperhatikan pengelompokan wilayah pengenaan norma. Penghasilan neto wajib pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan neto dari masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dihitung.

Sekilas Perbedaan Antara Pencatatan dan Pembukuan

Wajib pajak yang dapat menggunakan NPPN harus menyelenggarakan pencatatan. Sedangkan wajib pajak yang tidak menggunakan NPPN harus menyelenggarakan pembukuan. Apa perbedaan antara pencatatan dan pembukuan?
Mengutip dari Undang-Undang KUP pasal 28 ayat (9), pencatatan adalah data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Sedangkan pembukuan, berdasarkan UU KUP pasal 1 ayat (29), adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. 
Selengkapnya mengenai pencatatan dan pembukuan, Anda dapat membaca di artikel “Cari Tahu Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan Pajak di Sini“.

BACA JUGA :  KPP Pratama Sintang

Besaran NPPN

Besaran norma penghitungan penghasilan neto ini tidaklah sama. Jumlah persentase NPPN ini terbagi atas:

  • Persentase NPPN Dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut:
  1. Sepuluh ibukota provinsi, yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak.
  2. Ibukota provinsi lainnya.
  3. Daerah lainnya.
  • Persentase NPPN untuk wajib pajak orang pribadi yang menghitung penghasilan neto menggunakan NPPN.
  • Persentase NPPN untuk wajib pajak orang pribadi yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkannya.
  • Persentase NPPN untuk wajib pajak badan yang tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkannya.

Kesemuanya daftar persentase dapat Anda lihat dalam lampiran PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Bruto.
Jadi untuk menemukan persentase norma penghitungan penghasilan neto yang tepat, cek kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang cocok dengan SPT, kelompok usaha, dan tarif sesuai wilayah. 

Rumus NPPN dan Contoh Soal

Bagaimana cara menghitung penghasilan neto ini? Secara sederhana, rumusnya adalah:
Penghasilan neto: Peredaran/Penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 tahun pajak x tarif persentase NPPN
Contoh penghitungannya:
Bapak Setia merupakan seorang agen asuransi yang berdomisili di Surabaya. Selama masa tahun pajak 2019, ia memiliki penghasilan bruto sebesar Rp500 juta. Berapa besaran penghasilan netonya?Pertama-tama, mari mencari tarif persentase penghitungan netonya. Berdasarkan informasi pekerjaan dan domisili dari soal, tarif persentase NPPN Bapak Setia adalah 50% sesuai lampiran PER-17/PJ/2015. Maka, cara menghitungnya sebagai berikut:Penghasilan neto: Rp500.000.000 x 50% Penghasilan neto: Rp250.000.000Selanjutnya untuk mendapatkan PPh terutang, wajib pajak harus mengalikan penghasilan neto dengan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh. PPh Terutang: Penghasilan neto x tarif Pasal 17 Undang-Undang PPhKhusus untuk wajib pajak orang pribadi, penghasilan neto tersebut harus dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak, baru dikalikan dengan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh.PPh Terutang Wajib Pajak Orang Pribadi: (Penghasilan neto – penghasilan tidak kena pajak) x tarif umum Pasal 17 Undang-Undang PPh
Itulah pengertian, syarat, dan rumus norma penghitungan penghasilan neto. Jika memenuhi syarat sebagai wajib pajak yang dapat menggunakan penghitungan ini, pastikan untuk melakukan pencatatan atas peredaran bruto Anda, serta menemukan tarif persentase NPPN yang sesuai KLU dan domisili. Dengan begitu, Anda dapat melaporkan pajak dengan lebih mudah dan akurat.
Coba kemudahan lapor pajak secara online melalui Aplikasi Pajak. Anda juga dapat hitung dan setor pajak melalui satu aplikasi yang sama, hanya dengan satu klik. Kemudahan mengelola pajak membantu Anda memenuhi kewajiban perpajakan sehingga menghindari sanksi pajak yang merugikan. Daftar sekarang dan nikmati kemudahan mengelola pajak bersama Aplikasi Pajak.

BACA JUGA :  Masa Berlaku Faktur Pajak: Dasar Hukum, Konsekuensi



Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!


Putri Ayudhia

Putri Ayudhia

Putri Ayudhia adalah seorang penulis konten SEO dan blogger paruh waktu yang telah bekerja secara profesional selama lebih dari 7 tahun. Dia telah membantu berbagai perusahaan di Indonesia untuk menulis konten yang berkualitas, SEO-friendly, dan relevan dengan bidang HR dan Psikologi. Ayudhia memiliki pengetahuan yang kuat dalam SEO dan penulisan konten. Dia juga memiliki pengetahuan mendalam tentang HR dan Psikologi, yang membantu dia dalam menciptakan konten yang relevan dan berbobot. Dia memiliki keterampilan dalam melakukan riset pasar dan analisis, yang membantu dia dalam menciptakan strategi konten yang efektif.
https://bloghrd.com