Perbedaan Proses Resign Karyawan dan Pemutusan Hubungan Kerja

Kita akan membahas tuntas mengenai perbedaan Proses Resign Karyawan dan Pemutusan Hubungan Kerja tersebut pada artikel bloghrd.com di bawah ini.

Dalam dunia kerja, ada situasi di mana seorang pegawai memilih untuk mengakhiri kontrak kerjanya dengan tempat kerja, baik atas alasan pribadi maupun faktor lain yang memengaruhinya. Meskipun seorang karyawan mungkin telah diangkat sebagai pegawai tetap dalam sebuah perusahaan, penting untuk diingat bahwa perusahaan tidak memiliki wewenang untuk melarang niat individu tersebut.

Proses Pengakhiran Hubungan Kerja: Resign dan PHK dalam Konteks Dunia Kerja

Ketika seorang karyawan mengambil keputusan untuk mengakhiri kontrak kerjanya, langkah pertama yang harus diambil adalah mengajukan surat pengunduran diri kepada kepala HRD. Proses ini umumnya dikenal sebagai “resign.” Pengajuan surat pengunduran diri ini bisa dilakukan kapan saja, namun, semua aspek terkait pengunduran telah diatur dalam kontrak kerja yang sebelumnya ditandatangani oleh karyawan.

Namun, resign bukanlah satu-satunya skenario di mana seorang pekerja dapat mengakhiri kontrak kerjanya. Seiring dengan hak karyawan untuk mengajukan pengunduran diri, perusahaan juga memiliki hak untuk mengakhiri hubungan pekerjaan dengan karyawan, bahkan jika status pekerja tersebut telah menjadi pegawai tetap dengan kontrak tanpa batas waktu.

Ada berbagai alasan yang bisa memicu pemutusan hubungan kerja, yang dikenal sebagai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Ini merupakan tindakan yang dapat diambil oleh perusahaan terhadap karyawan. Tentu saja, terdapat perbedaan antara proses pengunduran diri karyawan (resign) dan proses PHK oleh perusahaan.

Proses Resign Karyawan: Tahap-tahap dan Alasan

Dalam dunia kerja, ada saatnya seorang karyawan memutuskan untuk mengakhiri kontrak kerjanya dengan tempat kerja, sebuah proses yang dikenal dengan istilah “resign.” Resignasi terjadi ketika niat untuk mengakhiri hubungan kerja berasal dari karyawan sendiri. Untuk memahami lebih lanjut tentang proses resign karyawan, penting untuk mengenal beberapa alasan umum yang mendorong seorang karyawan untuk mengambil langkah ini.

BACA JUGA :  Upah Minimum dalam Ketenagakerjaan: Jenis, Formula, dan Implikasi

Alasan-Alasan Umum Resignasi

  1. Ketidaknyamanan di Tempat Kerja: Faktor-faktor seperti kurangnya apresiasi, lingkungan kerja yang tidak kondusif, fasilitas kantor yang kurang memadai, atau beban pekerjaan yang berlebihan dapat membuat karyawan merasa tidak nyaman dan memilih untuk keluar.
  2. Tawaran Kerja Lebih Menjanjikan: Karyawan seringkali mencari peluang yang lebih baik untuk karir mereka. Jika ada tawaran kerja yang menjanjikan dari perusahaan lain, banyak yang akan memilih kesempatan tersebut untuk pengembangan karir yang lebih baik.
  3. Faktor Lingkungan Sosial: Aspek seperti dukungan keluarga atau lingkungan sosial karyawan juga bisa memengaruhi keputusan untuk resign. Beberapa karyawan mungkin perlu mengakomodasi kebutuhan keluarga mereka.

Tahapan Proses Resignasi

  1. Penyusunan Surat Pengunduran Diri: Setelah memutuskan untuk resign, langkah pertama adalah menyusun surat pengunduran diri. Surat ini ditujukan kepada HRD sebagai notifikasi resmi keputusan karyawan.
  2. Pemberitahuan kepada HRD: Surat pengunduran diri diajukan kepada HRD atau pihak yang berwenang dalam perusahaan.
  3. Pemberitahuan kepada Manajemen: Manajemen memberitahukan kepala divisi yang bersangkutan mengenai pengunduran diri karyawan.
  4. Periode Pemberitahuan: Karyawan biasanya diharuskan memberikan pemberitahuan tiga puluh hari sebelum tanggal efektif pengunduran diri. Selama periode ini, proses handover pekerjaan dilakukan.
  5. Penyerahan Pekerjaan (Handover): Karyawan yang akan resign akan melakukan proses penyerahan pekerjaan kepada rekan atau tim yang akan melanjutkan tanggung jawabnya.

Implikasi Finansial dan Hak Karyawan

Proses resign biasanya tidak berimplikasi pada hak pesangon atau uang pisah sesuai UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, Pasal 156. Hak-hak yang diberikan kepada karyawan yang resign termasuk uang penggantian hak yang meliputi sisa cuti tahunan yang tidak digunakan, biaya transportasi dan akomodasi keluarga yang dibawa dari luar kota, uang ganti pengobatan senilai 15 persen dari uang pesangon, dan beberapa hak lain yang ditentukan dalam Perjanjian Kerja atau kebijakan perusahaan.

BACA JUGA :  Aturan Cuti Sakit Sesuai UU Ketenagakerjaan

Dengan memahami proses resign dan alasan yang mendorongnya, karyawan dapat membuat keputusan yang baik sesuai dengan kepentingan dan karir mereka. Meskipun resignasi adalah langkah yang signifikan, pemahaman akan implikasi dan prosedurnya akan membantu karyawan melalui transisi tersebut.

Proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Implikasinya: Prosedur dan Hak

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan langkah di mana perusahaan memutuskan untuk mengakhiri kontrak kerja dengan seorang karyawan. Bedanya dengan proses resign, PHK datang dari keputusan perusahaan dan melibatkan sejumlah alasan dan langkah-langkah yang berbeda.

Proses dan Alur PHK

  1. Dasar Hukum: PHK dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Perusahaan harus memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur dalam undang-undang sebelum melakukan PHK. Alasan PHK bisa beragam, seperti kesalahan berat karyawan, penahanan oleh pihak berwajib, kebangkrutan perusahaan, karyawan tidak memenuhi kewajibannya, atau alasan efisiensi manajemen.
  2. Pengecualian: Ada kondisi tertentu di mana PHK tidak berlaku, misalnya saat karyawan menikah, hamil, atau memiliki keterangan dokter yang valid. Agama, politik, dan golongan tidak boleh menjadi alasan PHK.
  3. Kompensasi: Saat seorang karyawan di-PHK, perusahaan harus memberikan kompensasi sesuai UU Ketenagakerjaan. Pesangon adalah bentuk penghargaan atas pengabdian karyawan. Perhitungannya simpel, yaitu masa kerja dikali upah per bulan. Sebagai contoh, jika karyawan telah bekerja selama lima tahun, pesangonnya setara dengan 5 kali gaji.
  4. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK): Karyawan di-PHK juga berhak atas UPMK jika keputusan diambil melalui pengadilan.
  5. Uang Penggantian Hak: Karyawan yang di-PHK juga berhak atas uang penggantian hak seperti halnya karyawan yang mengajukan resign.

Pentingnya Pemenuhan Hak

Meski ada kewajiban hukum, praktiknya masih ada perusahaan yang lalai memenuhi hak-hak karyawan yang di-PHK, terutama terkait pesangon. Kondisi ini bisa merusak hubungan baik. Oleh karena itu, perusahaan perlu memiliki sistem yang membantu menghitung pesangon dan bonus serta mengingat durasi kontrak karyawan.

BACA JUGA :  SPT 1770: Panduan Mengisi Formulir SPT Pajak

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah langkah signifikan yang melibatkan aspek hukum dan finansial. Dengan memahami prosesnya serta hak-hak yang diberikan, baik perusahaan maupun karyawan dapat menjalani tahapan ini dengan lebih baik dan transparan.

Langkah Langkah Dalam Proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah tindakan yang dapat diambil oleh perusahaan terhadap karyawan karena berbagai alasan, seperti restrukturisasi organisasi, penurunan kinerja, atau alasan ekonomi. Langkah-langkah umum dalam proses PHK meliputi:

  1. Pemberitahuan Pihak Karyawan: Perusahaan memberi tahu karyawan secara resmi tentang niat untuk melakukan PHK.
  2. Diskusi dan Penjelasan: Perusahaan menjelaskan alasan di balik PHK kepada karyawan dan dapat memfasilitasi diskusi untuk mencari solusi alternatif.
  3. Perundingan: Dalam beberapa kasus, perusahaan dan karyawan mungkin berunding mengenai perincian pemutusan, seperti paket kompensasi dan manfaat.
  4. Pemberitahuan Tertulis: Perusahaan memberikan pemberitahuan tertulis tentang PHK, termasuk tanggal efektif dan perincian lainnya.
  5. Pelaksanaan: PHK dilaksanakan sesuai dengan pemberitahuan tertulis dan kesepakatan yang dicapai, termasuk pembayaran hak-hak terkait.

Dengan demikian, penting untuk memahami perbedaan antara pengunduran diri karyawan dan PHK oleh perusahaan. Meskipun keduanya merupakan cara untuk mengakhiri hubungan kerja, mereka melibatkan konteks, prosedur, dan implikasi yang berbeda.


Putri Ayudhia

Putri Ayudhia

Putri Ayudhia adalah seorang penulis konten SEO dan blogger paruh waktu yang telah bekerja secara profesional selama lebih dari 7 tahun. Dia telah membantu berbagai perusahaan di Indonesia untuk menulis konten yang berkualitas, SEO-friendly, dan relevan dengan bidang HR dan Psikologi. Ayudhia memiliki pengetahuan yang kuat dalam SEO dan penulisan konten. Dia juga memiliki pengetahuan mendalam tentang HR dan Psikologi, yang membantu dia dalam menciptakan konten yang relevan dan berbobot. Dia memiliki keterampilan dalam melakukan riset pasar dan analisis, yang membantu dia dalam menciptakan strategi konten yang efektif.
https://bloghrd.com