PPh terutang adalah pajak terutang yang dihitung dari Penghasilan Kena Pajak. Berikut ini fakta-fakta PPh terutang yang sebaiknya Anda ketahui.
PPh Terutang
Hukum pajak Indonesia mengenal istilah pajak terutang. Istilah ini mengacu pada pajak yang harus dibayarkan pada saat tertentu dalam masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun, sesuai ketentuan dalam undang-undang. Sedangkan, PPh terutang adalah pajak terutang yang dihitung dari Penghasilan Kena Pajak.
Istilah ini memang mirip dengan utang pajak. Tak heran jika wajib pajak kerap kebingungan membedakannya. Padahal, agar dapat membuat perhitungan pajak yang tepat, dibutuhkan pemahaman mengenai istilah-istilah tersebut.
Nah, agar tidak bingung membuat kalkulasi pajak yang tepat, berikut ini fakta-fakta PPh terutang yang sebaiknya Anda ketahui.
Dasar Hukum PPh Terutang
Semua jenis pajak terutang, termasuk pajak penghasilan, tidak sama dengan utang pajak. Hal ini dapat dilihat dari dasar hukumnya. Istilah pajak yang terutang dapat Anda temukan pada beberapa peraturan pajak di bawah ini:
1. UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP
Undang-undang ini mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP). Pada pasal 10 undang-undang ini dijabarkan bahwa pajak terutang adalah pajak yang harus dibayar pada saat tertentu dalam masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak.
2. UU KUP Pasal 1 Ayat 10
Deskripsi pajak terutang dalam UU KUP Pasal 1 mirip dengan UU Nomor 28 Tahun 2007.
3. UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh
Undang-undang ini merupakan versi lebih baru dari UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Pasal 17 dalam undang-undang ini memuat tarif pajak penghasilan untuk orang pribadi dan badan. Wajib pajak membutuhkan informasi ini untuk menghitung pajak terutang dari penghasilan kena pajak.
4. PER-4/PJ/2009
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 4 Tahun 2009 tidak secara khusus menyebut pajak penghasilan terutang. Akan tetapi, peraturan ini memuat penjelasan serta petunjuk untuk melakukan pencatatan pajak penghasilan, khususnya bagi Wajib Pajak Orang
5. PER-32/PJ/2015
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 32 Tahun 2015 juga mengatur tarif pajak penghasilan, dengan fokus pada pajak penghasilan pribadi. Peraturan ini juga membedakan tarif yang dikenakan pada wajib pajak yang sudah memiliki NPWP dan yang belum. Anda dapat menemukannya pada bab VII pasal 20.
Berbeda dengan pajak terutang (yang bukan merupakan tunggakan), deskripsi utang pajak tercantum di dalam Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PSPP) khususnya pada pasal 1 Ayat 8. Dengan kata lain, ada unsur sanksi di dalam utang pajak dan sudah menjadi tunggakan. Anda wajib membayar utang pajak beserta denda, kenaikan, atau bunga sebagai sanksi keterlambatan.
Rumus Perhitungan Tarif PPh Terutang
Menurut UU No 36 Tahun 2008, terdapat persentase khusus untuk menghitung tarif pajak penghasilan, tergantung dari jumlah Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh. Rumus tarif untuk wajib pajak orang pribadi adalah:
- 5% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan hingga Rp50.000.000/tahun.
- 15% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp50.000.000 hingga Rp250.000.000/tahun.
- 25% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000/tahun.
- 30% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp500.000.000/tahun.
Perhitungan di atas ini hanya berlaku untuk wajib pajak yang sudah memiliki NPWP. Wajib pajak tanpa NPWP harus membayar tarif 20% lebih tinggi dari yang wajib dibayarkan pemilik NPWP.
Cara Menentukan Jumlah Penghasilan Kena Pajak
Dalam dunia perpajakan, ada istilah Penghasilan Kena Pajak dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sebelum menghitung pajak penghasilan (termasuk pajak terutang), pastikan mengetahui jumlah penghasilan kena pajak Anda, terutama karena jumlahnya bisa berbeda untuk setiap orang.
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 16 Tahun 2016 menetapkan angka Rp54.000.000 sebagai jumlah PTKP selama setahun untuk wajib pajak orang pribadi. Jika individu tersebut sudah menikah, ada tambahan senilai Rp4.500.000. Nilai yang sama akan terus ditambahkan untuk setiap anak yang lahir dari pernikahan individu tersebut.
Untuk menentukan pajak yang harus Anda bayar, temukan selisih antara penghasilan kena pajak dan PTKP dalam setahun. Setiap individu akan mendapat hasil yang berbeda karena adanya variasi, seperti jumlah pendapatan, potongan pada gaji, status pernikahan atau keluarga, dan lain sebagainya.
Ilustrasi Perhitungan Tarif Pajak Penghasilan Terutang
Berikut ini adalah contoh perhitungan PPh terutang:
A adalah karyawan perusahaan yang masih lajang. Dia memiliki penghasilan senilai Rp6.000.000 per bulan, atau Rp72.000.000 per tahun. Status lajang A membuatnya mendapat Penghasilan Tidak Kena Pajak sejumlah Rp54.000.000 per tahun. Ini berarti penghasilan kena pajak si A dihitung dari selisih antara gaji/pendapatan per tahun dan PTKP, yaitu Rp72.000.000–Rp54.000.000 = Rp18.000.000.
Karena penghasilan si A dalam setahun adalah Rp72.000.000, maka perhitungan tarifnya menggunakan persentase 15%. Jumlah pajak penghasilan yang harus dibayar dalam setahun adalah 15/100 x Rp18.000.000 = Rp2.700.000. Ini berarti jumlah uang yang menjadi potongan pajak A adalah Rp225.000.
Kesimpulan
Pajak penghasilan terutang bukan sebuah sanksi, melainkan bukti dari tanggung jawab setiap wajib pajak. Tidak seperti utang pajak, pajak terutang tidak membebani wajib pajak dengan bunga, denda, atau kenaikan tarif akibat kelalaian.
Wajib Pajak juga secara aktif menghitung pajak terutang sendiri, tidak tergantung pada surat pemberitahuan atau peringatan.
Untuk memudahkan proses penghitungan, pembayaran hingga pelaporan pajak, Anda bisa menggunakan aplikasi Aplikasi Pajak. Aplikasi pajak ini dapat digunakan secara gratis cukup dengan sekali mendaftar. Tertarik mencoba?
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!