Fasilitas PPN Dibebaskan dan PPN Tidak Dipungut

Dalam sistem perpajakan, terdapat berbagai jenis fasilitas yang diberikan kepada para pengusaha atau subjek pajak sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengatur dan memungut pajak dengan lebih efisien. Salah satu jenis fasilitas yang perlu dipahami adalah fasilitas PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dibebaskan dan PPN tidak dipungut. Dua jenis fasilitas ini memiliki perbedaan mendasar dalam pengenaan PPN terhadap suatu transaksi atau kegiatan bisnis.

PPN Dibebaskan: Arti dan Implikasinya

Fasilitas PPN dibebaskan adalah jenis fasilitas yang diberikan dalam konteks PPN. Fasilitas ini mencakup situasi di mana pajak masukan yang dibayar oleh seorang pengusaha untuk perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) tidak dapat dikreditkan.

Artinya, pengusaha yang telah membayar PPN sebagai bagian dari biaya perolehan BKP atau JKP tidak dapat mengklaim kembali jumlah PPN tersebut dalam perhitungan pajak yang harus mereka bayarkan kepada pemerintah.

Perlu ditekankan bahwa PPN dibebaskan bukan berarti PPN tidak ada dalam transaksi tersebut. Hanya saja, pengusaha tidak memiliki hak untuk mengklaim kembali PPN yang telah dibayarkan sebagai pajak masukan. Ini berarti PPN tersebut menjadi beban pajak yang tidak dapat dikompensasi oleh pengusaha.

PPN Tidak Dipungut: Makna dan Penerapannya

Di sisi lain, fasilitas PPN tidak dipungut memiliki implikasi yang sedikit berbeda. Fasilitas ini mengacu pada situasi di mana pengusaha atau subjek pajak tidak diwajibkan untuk mengenakan PPN kepada pelanggan atau pihak lain yang terlibat dalam transaksi atau kegiatan bisnis tertentu. Dalam konteks ini, pengusaha tidak perlu menghitung, mengumpulkan, atau melaporkan PPN atas transaksi tersebut kepada pemerintah.

Namun, penting untuk dicatat bahwa pengusaha tetap memiliki hak untuk mengklaim kembali PPN yang mereka bayarkan sebagai pajak masukan dalam proses bisnis mereka. Ini berarti mereka dapat memperoleh pengembalian pajak untuk PPN yang telah dibayarkan sebagai bagian dari biaya perolehan BKP atau JKP.

Perbedaan Mendasar Antara PPN Dibebaskan dan PPN Tidak Dipungut

Untuk memahami lebih lanjut perbedaan antara fasilitas PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut, mari kita merinci poin-poin kunci berikut:

Klaim Kredit PPN

PPN dibebaskan mengacu pada situasi di mana pajak masukan yang dibayarkan oleh pengusaha tidak dapat dikreditkan. Ini berarti pengusaha tidak dapat mengklaim kembali PPN tersebut dalam perhitungan pajak mereka. Di sisi lain, PPN tidak dipungut mengacu pada situasi di mana pengusaha tidak diwajibkan untuk mengenakan PPN, tetapi mereka tetap dapat mengklaim kembali PPN yang mereka bayarkan sebagai pajak masukan.

Pengenaan PPN

Dalam kasus PPN dibebaskan, PPN tetap dikenakan dalam transaksi atau kegiatan bisnis. Namun, pengusaha tidak memiliki hak untuk mengklaim kembali PPN tersebut. Sedangkan dalam kasus PPN tidak dipungut, pengusaha tidak perlu mengenakan PPN dalam transaksi tersebut.

Kode Transaksi

Dalam peraturan perpajakan, PPN dibebaskan biasanya memiliki kode transaksi tertentu, seperti kode transaksi 08. Sementara itu, PPN tidak dipungut memiliki kode transaksi berbeda, misalnya kode transaksi 07.

Dasar Hukum PPN Dibebaskan: Landasan Hukum Penting dalam Perpajakan

Dalam ranah perpajakan, dasar hukum adalah pondasi utama yang menjadi landasan bagi pemerintah dan para subjek pajak untuk mengatur dan menjalankan sistem perpajakan. Fasilitas PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dibebaskan merupakan salah satu aspek penting dalam perpajakan yang perlu memiliki dasar hukum yang kuat. Dalam konteks ini, beberapa peraturan dan undang-undang menjadi landasan hukum utama yang mengatur pemberian fasilitas PPN dibebaskan. Mari kita eksplorasi lebih lanjut tentang dasar hukum yang mendasari fasilitas ini.

BACA JUGA :  Penjelasan Faktur Pajak Cacat Atau Faktur Pajak Tidak Lengkap

1. Pasal 16B Undang-Undang PPN No. 8 Tahun 1983

Dasar hukum pertama yang perlu kita bahas adalah Pasal 16B dalam Undang-Undang PPN No. 8 Tahun 1983. Undang-Undang ini telah mengalami perubahan dan penyempurnaan melalui Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, dan yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021. Pasal 16B secara khusus membahas tentang pemberian fasilitas PPN dibebaskan dalam berbagai konteks transaksi dan kegiatan bisnis.

Pasal 16B ini memberikan dasar hukum yang kuat untuk pemberian fasilitas PPN dibebaskan dan mengatur ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pemberian fasilitas tersebut. Hal ini mencakup syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para pengusaha atau subjek pajak yang ingin memanfaatkan fasilitas ini, serta batasan-batasan yang berlaku.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007

Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 juga memiliki peran penting dalam mengatur fasilitas PPN dibebaskan. Peraturan ini berkaitan dengan impor dan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis. Dalam konteks ini, BKP tertentu yang termasuk dalam daftar yang dibebaskan dari pengenaan PPN diatur lebih lanjut.

Peraturan Pemerintah ini juga mengatur prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pengusaha yang terlibat dalam impor atau penyerahan BKP tertentu yang dapat memanfaatkan fasilitas PPN dibebaskan. Peraturan ini memberikan kerangka kerja yang lebih rinci dalam pemberian fasilitas ini.

3. Peraturan Menteri Keuangan No. 31/PMK.03/2008

Peraturan Menteri Keuangan No. 31/PMK.03/2008 adalah salah satu peraturan yang mengimplementasikan ketentuan-ketentuan dari Pasal 16B Undang-Undang PPN. Peraturan ini berkaitan dengan pelaksanaan PPN yang dibebaskan atas impor atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis.

Dalam peraturan ini, terdapat panduan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas PPN dibebaskan, termasuk persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pengusaha. Perubahan terakhir dalam peraturan ini adalah PMK Nomor 115/PMK.03/2021, yang mengatur lebih lanjut tata cara pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis.

4. Keputusan Ditjen Pajak No KEP 234/PJ/2003

Keputusan Ditjen Pajak No KEP 234/PJ/2003 adalah sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Keputusan ini memiliki peran dalam mengatur tata cara pemberian dan penatausahaan PPN yang dibebaskan atas impor atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang diekspor dan barang hasil pertanian yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

Dalam keputusan ini, terdapat pedoman yang lebih spesifik mengenai prosedur yang harus diikuti oleh para pengusaha dalam mengajukan permohonan dan memanfaatkan fasilitas PPN dibebaskan.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022

Terakhir, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 juga memiliki peran yang penting dalam mengatur PPN, terutama dalam konteks pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai. Peraturan ini membahas pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang tidak dipungut atas impor atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu serta pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar daerah pabean.

BACA JUGA :  KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok

Dalam peraturan ini, terdapat ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah serta pengecualian dalam konteks PPN dibebaskan.

Barang Kena Pajak Dengan PPN Dibebaskan: Jenis-Jenis dan Fasilitasnya

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu komponen penting dalam sistem perpajakan Indonesia. Namun, tidak semua Barang Kena Pajak (BKP) dikenai PPN. Terdapat kategori BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115/PMK.03/2021. Artikel ini akan membahas jenis-jenis BKP yang mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan dan bagaimana ketentuan ini dapat memengaruhi berbagai sektor ekonomi.

PPN Dibebaskan: Apa yang Dikategorikan?

PMK Nomor 115/PMK.03/2021 mengatur ketentuan mengenai BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Dalam ketentuan ini, dijelaskan jenis-jenis BKP yang memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan. Berikut adalah beberapa kategori BKP yang tercakup dalam ketentuan ini:

1. Mesin dan Peralatan Pabrik

Mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan BKP oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menghasilkan BKP tersebut. Ini juga mencakup situasi di mana impor mesin dan peralatan pabrik dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi. Namun, perlu diperhatikan bahwa suku cadang tidak termasuk dalam kategori ini.

2. Barang Hasil Kelautan dan Perikanan

Barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun budidaya, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah yang mengatur BKP tertentu yang bersifat strategis. Fasilitas ini mendukung sektor kelautan dan perikanan yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia.

3. Jangat dan Kulit Mentah yang Tidak Disamak

Fasilitas PPN dibebaskan juga berlaku untuk jangat dan kulit mentah yang tidak mengalami proses penyamakan. Ini merupakan upaya untuk mendukung sektor pertanian dan peternakan yang menghasilkan bahan baku alami.

4. Ternak

Fasilitas ini mencakup ternak, dan kriteria atau rinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian. Ini bertujuan untuk mendukung sektor peternakan yang berperan penting dalam penyediaan daging dan produk olahan lainnya.

5. Bibit dan Benih

Barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan yang berupa bibit dan/atau benih. Fasilitas ini bertujuan untuk mendukung sektor pertanian dan perikanan serta memastikan ketersediaan bibit yang berkualitas.

6. Pakan Ternak dan Ikan

Fasilitas PPN dibebaskan juga mencakup pakan ternak dan pakan ikan. Namun, perlu diperhatikan bahwa fasilitas ini tidak termasuk pakan untuk hewan kesayangan. Ini mendukung industri peternakan dan perikanan yang memerlukan pasokan pakan yang memadai.

7. Bahan Baku Kerajinan Perak

Bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran atau dalam bentuk perak batangan termasuk dalam kategori BKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Ini mendukung industri kerajinan perak yang memiliki nilai seni dan budaya tinggi.

8. Listrik

Fasilitas ini mencakup biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik. Namun, fasilitas ini hanya berlaku untuk rumah dengan daya listrik di bawah 6.600 Voltase Ampere.

9. Liquified Natural Gas (LNG)

Liquified Natural Gas (LNG) adalah salah satu sumber energi yang semakin penting dalam industri dan transportasi. PPN dibebaskan berlaku untuk LNG sebagai langkah untuk mendukung penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan.

Penyerahan BKP Dibebaskan

Selain pembebasan PPN atas impor BKP tertentu, PMK Nomor 115/PMK.03/2021 juga mengatur penyerahan BKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Berikut adalah beberapa kategori penyerahan BKP yang mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan:

BACA JUGA :  Mengenal Istilah Faktur Pajak Pengganti Beda Tanggal dan Cara Membuatnya

1. Mesin dan Peralatan Pabrik

Seperti pada pembebasan impor, fasilitas PPN dibebaskan juga berlaku untuk penyerahan mesin dan peralatan pabrik yang digunakan dalam proses produksi BKP oleh PKP yang menghasilkan BKP tersebut. Ini mencakup situasi di mana pembelian mesin dan peralatan pabrik dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi. Namun, suku cadang tidak termasuk dalam kategori ini.

2. Barang Hasil Kelautan dan Perikanan

Fasilitas ini juga berlaku untuk penyerahan barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun budidaya, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah yang mengatur BKP tertentu yang bersifat strategis.

3. Jangat dan Kulit Mentah yang Tidak Disamak

Penyerahan jangat dan kulit mentah yang tidak mengalami proses penyamakan termasuk dalam fasilitas PPN dibebaskan. Ini memungkinkan para pelaku usaha di sektor ini untuk beroperasi dengan lebih efisien.

4. Ternak

Sama seperti dalam pembebasan impor, fasilitas ini juga mencakup penyerahan ternak. Kriteria atau rincian mengenai jenis ternak yang termasuk dalam fasilitas ini akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri.

5. Bibit dan Benih

Penyerahan bibit dan benih dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan juga mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan. Hal ini membantu meningkatkan ketersediaan sumber daya genetik berkualitas.

6. Pakan Ternak dan Ikan

Sama seperti dalam pembebasan impor, fasilitas ini juga mencakup penyerahan pakan ternak dan pakan ikan. Namun, perlu diingat bahwa fasilitas ini tidak berlaku untuk pakan hewan kesayangan.

7. Bahan Baku Kerajinan Perak

Penyerahan bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran atau dalam bentuk perak batangan mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan. Ini mendukung industri kerajinan perak yang memiliki nilai budaya tinggi.

8. Unit Hunian Rumah Susun Sederhana Milik

Fasilitas PPN dibebaskan juga berlaku untuk unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik yang memenuhi ketentuan tertentu, seperti luas hunian, pembangunan mengacu kepada peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat, serta batasan terkait harga jual unit hunian.

9. Listrik

Penyerahan listrik, termasuk biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik, mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan. Namun, batasan daya listrik yang memenuhi syarat adalah di bawah 6.600 Voltase Ampere.

10. Liquified Natural Gas (LNG)

Fasilitas PPN dibebaskan juga berlaku untuk penyerahan LNG sebagai upaya untuk mendukung penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan.

Kesimpulan

Dalam konteks perpajakan, fasilitas PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut adalah dua jenis fasilitas yang perlu dipahami dengan baik oleh pengusaha dan subjek pajak. PPN dibebaskan mengacu pada situasi di mana pajak masukan yang dibayar untuk perolehan BKP atau JKP tidak dapat dikreditkan, sedangkan PPN tidak dipungut mengacu pada situasi di mana pengusaha tidak diwajibkan untuk mengenakan PPN pada transaksi tertentu.

Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada hak pengusaha untuk mengklaim kembali PPN yang telah dibayarkan sebagai pajak masukan. Dalam PPN dibebaskan, hak ini tidak ada, sedangkan dalam PPN tidak dipungut, pengusaha tetap dapat mengklaim kembali PPN.

Selain itu, terdapat dasar hukum yang mengatur pemberian fasilitas ini, dan pengusaha perlu memahami persyaratan dan ketentuan yang berlaku untuk memanfaatkannya dengan benar. Dengan pemahaman yang baik tentang kedua jenis fasilitas ini, pengusaha dapat mengelola pajak dengan lebih efisien dan meminimalkan beban pajak mereka.

Referensi:

  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
  • Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007
  • PMK Nomor 115/PMK.03/2021
  • Ditjen Pajak No KEP 234/PJ/2003
  • Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022

Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!


Putri Ayudhia

Putri Ayudhia

Putri Ayudhia adalah seorang penulis konten SEO dan blogger paruh waktu yang telah bekerja secara profesional selama lebih dari 7 tahun. Dia telah membantu berbagai perusahaan di Indonesia untuk menulis konten yang berkualitas, SEO-friendly, dan relevan dengan bidang HR dan Psikologi. Ayudhia memiliki pengetahuan yang kuat dalam SEO dan penulisan konten. Dia juga memiliki pengetahuan mendalam tentang HR dan Psikologi, yang membantu dia dalam menciptakan konten yang relevan dan berbobot. Dia memiliki keterampilan dalam melakukan riset pasar dan analisis, yang membantu dia dalam menciptakan strategi konten yang efektif.
https://bloghrd.com