Kasus penerbitan faktur pajak fiktif dapat merugikan negara karena dapat mengurangi setoran PPN dan oknum yang melanggar akan mendapatkan restitusi PPN dari faktur fiktif tersebut. Faktanya, faktur pajak fiktif adlaah tidak sah karena terbit tidak berdasarkan transaksi atau diterbitkan oleh wajib pajak yang belum dikukuhkan menjadi PKP. Jika ditemukan adanya faktur pajak fiktif, wajib pajak akan dikenakan sanksi berupa suspend hingga pencabutan sertifikat elektronik.
Pengertian Faktur Pajak Fiktif
Faktur pajak fiktif atau faktur pajak tidak sah adalah faktur pajak yang terbit tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau faktur pajak yang diterbitkan oleh pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengertian ini mengacu pada SE 132/PJ/2018.
Modus Faktur Pajak Fiktif
Dilansir dari ulasan di sejumlah media, beberapa kasus yang ada memiliki modus yang sederhana. Modusnya adalah PKP yang menggunakannya membeli faktur pajak fiktif masukan dan mengkreditkannya dalam SPT masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tujuannya agar PKP tersebut memperoleh pengembalian pajak (restitusi) atau setidaknya mengurangi pajak keluaran yang harus disetorkan ke negara.
Baca Juga: Modus Penerbitan Faktur Pajak Fiktif
Faktur Pajak yang Sah Menurut Peraturan Perpajakan
Sebuah faktur pajak disebut fiktif jika faktur pajak yang diterbitkan tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang PPN. Lantas, faktur pajak seperti apa yang sah menurut peraturan perpajakan?
Faktur pajak dapat dikatakan sah jika sesuai dengan kriteria berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 seperti menggunakan kode dan nomor seri faktur pajak serta memuat keterangan yang lengkap dan jelas.
Kriteria Penerbit/ Penggungah Faktur Pajak Fiktif
Ternyata kasus tersebut masih terjadi. Berdasarkan catatan Ditjen Pajak di awal tahun 2018, terdapat seribu lebih Wajib Pajak (WP) yang dinonaktifkan sertifikat elektroniknya akibat menerbitkan dan menggunakan faktur pajak fiktif. Ternyata, pelaku pelanggaran peraturan perpajakan ini memiliki kriteria yang mirip. Berikut ini kriteria penerbit/pengunggah faktur pajak fiktif tersebut:
- WP yang menyampaikan SPT Masa PPN, tetapi elemen data SPT beserta lampirannya tidak dapat direkam karena yang bersangkutan tidak terdaftar sebagai PKP.
- WP yang kerap pindah alamat atau sering mengajukan permohonan pindah alamat/tempat kedudukan/permohonan perpindahan lokasi tempat terdaftar.
- WP Non Efektif (NE) yang tiba-tiba aktif dan mempunyai jumlah penyerahan besar.
- WP yang baru berdiri tetapi memiliki jumlah penyerahan besar dan PPN Kurang Bayarnya Kecil.
- Beberapa WP yang pengurus dan komisarisnya adalah orang yang sama.
- WP yang melaporkan jumlah penyerahan tidak sebanding dengan jumlah modal atau jumlah harta perusahaan.
- WP yang melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang mengakibatkan jumlah pajak keluaran menjadi lebih besar diimbangi dengan perubahan pajak masukan yang besar sehingga tidak mengubah PPN kurang bayar yang telah dilaporkan atau menambah PPN kurang bayar tetapi nilainya kecil.
- WP yang penyerahan BKP-nya sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti kegiatan usaha utamanya.
- Wajib pajak yang berdomisili di kawasan perumahan tetapi punya peredaran usaha besar.
Sanksi Bagi Para Penerbit
WP yang terindikasi menerbitkan faktur pajak fiktif akan dijatuhi status non-aktif (suspend) sehingga wajib pajak yang bersangkutan tidak dapat menerbitkan faktur pajak secara elektronik hingga ada klarifikasi yang dapat diterima DJP.
Kriteria yang digunakan DJP untuk menetapkan atau mencabut status suspend adalah sebagai berikut:
- Identitas WP, pengurus, dan/atau penanggung jawab wajib pajak sah.
- Keberadaan serta kesesuaian atau kewajaran profil WP, pengurus, dan/atau penanggung jawab WP.
- Keberadaan dan kewajaran lokasi usaha WP.
- Kesesuaian kegiatan usaha WP.
- Jika dalam 30 hari kalender setelah ditetapkan status non-aktif WP tidak dapat memberikan klarifikasi yang memadai, maka DJP mencabut sertifikat elektronik sehingga WP tidak dapat lagi menerbitkan faktur pajak untuk selamanya.
Baca juga: e-Faktur PPN: Cara Mendeteksi Faktur Pajak Fiktif
e-Faktur, Solusi Mengurangi Praktik Faktur Pajak Fiktif
Penggunaan faktur pajak elektronik (e-Faktur) dapat disebut sebagai terobosan dalam administrasi PPN. e-Faktur ternyata bermanfaat bagi PKP dan Ditjen Pajak.
Bagi DJP, implementasi e-Faktur akan mempermudah pengawasan yang dilakukan. Sebab, data transaksi berupa pajak masukan dan pajak keluaran akan mudah diketahui DJP sehingga proses pemeriksaan menjadi lebih cepat. Dengan memanfaatkan e-Faktur diharapkan sistem administrasi dan pengawasan PPN berjalan lebih baik dan aman.
Sementara bagi PKP keberadaan e-Faktur membuat pengelolaan PPN menjadi lebih mudah. Sebab, mereka tidak perlu lagi membuat faktur pajak secara manual. Selain itu, dengan penggunaan sertifikat elektronik, setiap pelaporan SPT dijamin keamanannya.
Tidak hanya melalui layanan e-Faktur milik DJP, PKP juga dapat membuat atau merekam faktur pajak elektronik menggunakan layanan e-Faktur Aplikasi Pajak. Sebagai mitra resmi DJP, Aplikasi Pajak menghadirkan berbagai layanan dan fitur untuk mempermudah PKP dalam mengelola transaksi dan perpajakan bisnisnya. Dengan e-Faktur Aplikasi Pajak, PKP dapat membuat faktur pajak keluaran, merekam faktur pajak masukan, hingga melaporkan faktur pajak tersebut secara aman.
Referensi:
SE 132/PJ/2018
PER-13/PJ/2010
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!