Berikut Panduan Lengkap Kapan Saat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Terutang!
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan pemberian Jasa Kena Pajak (JKP) di Indonesia. Bagi seorang Pengusaha Kena Pajak (PKP), pemahaman tentang kapan PPN terutang adalah hal yang sangat penting. Dalam artikel ini, kami akan membahas secara mendalam kapan saat PPN dianggap terutang, berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku.
Apa itu PPN?
Sebelum kita memahami kapan PPN terutang, mari kita pahami konsep dasar PPN. PPN adalah pajak yang dikenakan pada setiap tahap produksi dan distribusi suatu barang atau jasa. Ini berarti bahwa setiap kali BKP atau JKP diserahkan dari satu pihak ke pihak lain, PPN harus dibayar oleh pihak yang menerima barang atau jasa tersebut.
Saat Terutang PPN
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, terutangnya PPN terjadi pada saat-saat berikut:
1. Penyerahan atas Barang Kena Pajak (BKP)
Saat PPN terutang adalah ketika terjadi penyerahan atas BKP. Ini berlaku untuk berbagai jenis barang, baik berwujud maupun tidak berwujud. Namun, perlu diperhatikan bahwa terutangnya PPN terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP tersebut. Penyerahan ini dapat terjadi secara fisik atau secara hukum.
2. Penyerahan BKP Berwujud
Penyerahan BKP berwujud terjadi ketika BKP yang diserahkan berdasarkan hukum dan sifatnya berupa barang tidak bergerak. Pada saat ini, penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP berwujud tersebut harus nyata atau sah secara hukum kepada pihak pembeli.
3. Penyerahan BKP Tidak Berwujud
Penyerahan BKP tidak berwujud terjadi dalam beberapa situasi, yaitu:
- Harga atas penyerahan BKP Tidak Berwujud diakui sebagai piutang.
- Pada saat diterbitkannya faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum dan diterapkan secara konsisten.
- Perjanjian atau kontrak ditandatangani atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk digunakan secara nyata, sebagian, atau seluruhnya, sebagaimana yang dimaksud pada poin sebelumnya tidak diketahui.
4. BKP yang Berupa Persediaan atau Aktiva
Untuk BKP berupa persediaan atau aktiva yang semula tidak untuk diperjualbelikan, PPN terutang pada saat-saat berikut:
- Berakhirnya jangka waktu berdirinya suatu perusahaan yang ditetapkan dalam anggaran dasar.
- Telah ditandatanganinya akta pembubaran oleh notaris.
- Tanggal penetapan pengadilan yang menyatakan perusahaan sudah dibubarkan.
- Diketahui perusahaan secara nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada.
5. Peralihan BKP dalam Rangka Peleburan, Penggabungan, Pemecahan, Pemekaran, dan Pengambilalihan Usaha
Peralihan BKP dalam rangka peleburan, penggabungan, pemecahan, pemekaran, dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan tertentu terutang PPN saat:
- Ditetapkan atau disepakatinya penggabungan, pemekaran, peleburan, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai dengan hasil rapat umum pemegang saham yang terutang dalam perjanjian yang sudah disepakati.
- Ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, pemekaran, peleburan, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh notaris.
6. Impor Barang Kena Pajak (BKP)
Impor BKP terutang saat BKP tersebut dimasukkan ke dalam daerah pabean. Ini berarti bahwa ketika BKP tiba di pelabuhan atau tempat impor, PPN sudah terutang dan harus dibayar.
7. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)
Penyerahan JKP terutang pada saat-saat berikut:
- Harga penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau ketika diterbitkannya faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.
- Perjanjian atau kontrak ditandatangani dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada poin sebelumnya tidak diketahui.
- Mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk digunakan secara nyata, baik seluruhnya atau sebagian dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri JKP.
- Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean.
- Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean.
8. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP)
Ekspor BKP terutang saat BKP tersebut dikeluarkan dari daerah pabean. PPN terutang pada saat penggantian atas BKP yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai penghasilan atau piutang.
9. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (BKP TB)
Ekspor BKP TB terutang saat penggantian atas BKP TB yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai penghasilan atau piutang.
Pemahaman mengenai kapan saat terutang PPN sangat penting bagi setiap PKP. Hal ini membantu PKP mematuhi kewajiban perpajakannya, menghitung PPN yang harus dibayar, dan menghindari potensi sanksi perpajakan yang mungkin timbul akibat kelalaian dalam pembayaran PPN. Oleh karena itu, sebaiknya setiap PKP memiliki pemahaman yang baik tentang aturan dan ketentuan terkait PPN sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!