Serba-Serbi Bukti Potong yang Wajib Anda Pahami



Bukti Potong merupakan dokumen yang digunakan oleh pemotong pajak sebagai bukti yang dapat digunakan secara resmi bahwa pajak penghasilan telah dipotong oleh PKP sebagai pihak yang memotong saat pelaporan pajak. Artikel ini akan membahas seputar bukti potong secara umum. Maka simak selengkapnya!

Apa Itu Bukti Potong?

Bukti potong atau yang sering disebut dengan bupot merupakan formulir atau dokumen lain yang digunakan dan dibuat oleh pemotong pajak sebagai bukti pemotongan. Dari sisi subjek pajak yang dipotong, bukti potong merupakan formulir lainnya yang diterima dari pemotong pajak, untuk digunakan sebagai bukti bahwa pajak penghasilannya telah dipotong oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pihak yang memotong. 
Sedangkan, bukti potong dari sisi subjek pemotongnya, bukti potong adalah formulir atau dokumen lain yang telah dibuat sebagai bukti bahwa pihaknya sebagai wajib pajak berstatus PKP sudah memenuhi kewajibannya dalam memungut dan menyetorkan pajaknya ke kas negara. 

Dasar Hukum Pembuatan Bukti Potong

Bukti pemotongan pajak diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1983 yang mana sudah melalui banyak perubahan, di antaranya:

  • Perubahan Pertama: UU No. 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Pertama Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 
  • Perubahan Kedua: UU No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 
  • Perubahan Ketiga: UU No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 
  • Perubahan Keempat: UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
BACA JUGA :  Pajak Penjualan Rumah dan Biaya dalam Transaksi Jual Beli Rumah

Baca Juga: Cara Pembatalan Bukti Potong PPh 23 & PPh 26 di Aplikasi Pajak

Pentingnya Bukti Potong

Secara garis besar, fungsi bupot adalah sebagai dokumen untuk mengawasi pajak yang telah dipotong. Dokumen bukti potong adalah dokumen yang bersifat resmi sebagai bukti bahwa pajak yang dipungut telah disetor ke negara dan sebagai syarat atas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).
Selain itu, pentingnya keberadaan bukti potong lain sesuai subjeknya adalah: 

  1. Bagi Pemotong: Berguna sebagai bukti pemotongan pajak penghasilan yang telah dilakukan. Dokumen bupot tersebut pun diperlukan bagi PKP pada saat melakukan pembayaran pajak yang telah dipungut dan untuk pelaporan SPT Tahunan PPh. 
  2. Bagi yang Dipotong Pajaknya: Sebagai bukti bahwa penghasilannya telah dipungut dan dibayarkan oleh PKP. Bukti tersebut pula yang akan digunakan pada saat pelaporan SPT Tahunan/Masa PPh.

Pembuat dan Penerima Bupot

Beberapa dari Anda mungkin sudah mengetahui siapa saja yang membuat bukti pemotongan dan penerimanya. Berikut ini kita akan bahas: 

A. Subjek Pembuat Bupot

Merujuk pada UU PPh, bupot dibuat oleh pemberi kerja baik pribadi maupun badan usaha, PKP, dan bendahara pemerintah pusat maupun daerah. 

B. Subjek yang Menerima Bupot

Masih merujuk pada UU PPh, subjek yang dipotong pajak penghasilannya atau penerima bukti pemotongan adalah sebagai berikut: 

  1. Orang Pribadi: Subjek orang pribadi ini termasuk jenis subjek pajak dari warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
  2. Badan: Merupakan subjek pajak dalam bentuk badan usaha atau perusahaan. 
  3. Bentuk Usaha Tetap (BUT): Ini merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. 
BACA JUGA :  Larangan Ekspor CPO Dicabut? Begini Ketentuan Terbarunya

Baca Juga: Aplikasi e-Bupot Aplikasi Pajak & Cara Membuat Bukti Potong

Macam-Macam Bukti Potong

Berikut ini bukti potong yang diperoleh dari beberapa jenis pemotongan pajak, di antaranya: 

  1. Bupot PPh Pasal 21: Pemotongan ini dilakukan pemberi kerja kepada karyawan maupun non karyawan
  2. Bupot PPh Pasal 22: Bukti pemotongan pajak penghasilan ini dipungut oleh bendahara pemerintah pusat dan daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga negara lainnya terkait pembayaran atas penyerahan barang. 
  3. Bupot PPh Pasal 23/26: pemotongan pajak in dipotong oleh pemungut pajak dari wajib pajak atas penghasilan yang diperoleh dari modal (deviden, bunga, royalti, dan lainnya), penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh Pasal 21. 
  4. Bupot PPh Pasal 15: Ini adalah bukti pemotongan dari pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak tertentu. Misalnya seperti perusahaan penerbangan atau pelayaran internasional, perusahaan dalam negeri, perusahaan luar negeri, perusahaan pengeboran migas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk Build – Operate – Transfer (BOT). 
  5. Bupot PPh Pasal 4 ayat (2): Bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atau dikenal juga dengan PPh Final merupakan bukti pemotongan pajak penghasilan atas jenis penghasilan tertentu yang sifatnya final dan tidak dapat dikreditkan dengan PPh terutang. 

Itu tadi serba-serbi bukti potong yang perlu Anda ketahui. Bukti potong merupakan dokumen yang cukup penting. Oleh karena itu, Anda perlu memahaminya dengan baik. Guna memudahkan Anda dalam membuat atau melaporkan bukti pemotongan, Anda bisa menggunakan aplikasi terintegrasi dalam pengelolaan bukti potong Anda, seperti e-Bupot Unifikasi Aplikasi Pajak.
Aplikasi ini berbasis web, sehingga Anda dapat menggunakannya kapan saja dan di mana saja asalkan perangkat yang Anda gunakan terhubung dengan baik ke internet. Layanan e-BuPot Unifikasi Aplikasi Pajak memberikan Anda kemudahan dalam menelusuri invoice dan e-Faktur dalam 1 platform terintegrasi. Hindari denda keterlambatan lapor dengan proses yang lebih akurat. Informasi lebih lengkap seputar aplikasi, fitur, dan layanan lainnya, silakan hubungi tim pemasaran kami dengan klik di sini!
Referensi:

  • UU No. 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Pertama Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 
  • UU No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 
  • UU No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 
  • UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
BACA JUGA :  Mengenal Pajak atas Trading Forex di Indonesia



Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!


Putri Ayudhia

Putri Ayudhia

Putri Ayudhia adalah seorang penulis konten SEO dan blogger paruh waktu yang telah bekerja secara profesional selama lebih dari 7 tahun. Dia telah membantu berbagai perusahaan di Indonesia untuk menulis konten yang berkualitas, SEO-friendly, dan relevan dengan bidang HR dan Psikologi. Ayudhia memiliki pengetahuan yang kuat dalam SEO dan penulisan konten. Dia juga memiliki pengetahuan mendalam tentang HR dan Psikologi, yang membantu dia dalam menciptakan konten yang relevan dan berbobot. Dia memiliki keterampilan dalam melakukan riset pasar dan analisis, yang membantu dia dalam menciptakan strategi konten yang efektif.
https://bloghrd.com