Kompensasi Uang Penghargaan Masa Kerja dalam Kasus Pemutusan Hubungan Kerja
Ketika pemberi kerja mengakhiri hubungan kerja dengan pegawai yang memiliki perjanjian kerja waktu tak tentu (PKWTT) atau yang lebih dikenal sebagai pegawai tetap, maka pemberi kerja harus memberikan kompensasi kepada pegawai tersebut. Kompensasi ini mencakup: 1) pesangon, 2) uang penggantian hak, dan juga 3) uang penghargaan masa kerja (UPMK).
Prinsip ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat (1), yang menyatakan: “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.”
Aturan Tentang Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
UPMK, seperti halnya pesangon, merupakan hak yang akan diterima oleh pegawai saat terjadi pemutusan hubungan kerja. Selama masih bekerja, pegawai tidak memiliki hak atas jenis kompensasi ini.
UPMK diberikan oleh perusahaan untuk membantu mantan pegawai yang telah kehilangan sumber penghasilan setelah pemutusan hubungan kerja. Dengan UPMK ini, diharapkan mantan pegawai dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sampai mereka menemukan pekerjaan baru. Oleh karena itu, pemerintah mengaturnya dalam undang-undang untuk melindungi hak-hak pekerja.
Perhitungan UPMK didasarkan pada upah pegawai ketika masih bekerja dan lamanya masa kerja. Upah pokok dan tunjangan tetap yang biasanya diterima saat bekerja di perusahaan digunakan sebagai dasar perhitungan UPMK.
Jadi, besaran UPMK berhubungan dengan besaran upah dan lamanya masa kerja secara berturut-turut. Semakin tinggi upah dan masa kerja, semakin besar UPMK yang diterima pegawai.
Undang-undang mengatur perhitungan besaran UPMK berdasarkan lamanya masa kerja, seperti tertera pada Pasal 156 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
Masa Kerja | UPMK |
---|---|
3 tahun ≤ masa kerja < 6 tahun | 2 x upah bulanan |
6 tahun ≤ masa kerja < 9 tahun | 3 x upah bulanan |
9 tahun ≤ masa kerja < 12 tahun | 4 x upah bulanan |
12 tahun ≤ masa kerja < 15 tahun | 5 x upah bulanan |
15 tahun ≤ masa kerja < 18 tahun | 6 x upah bulanan |
18 tahun ≤ masa kerja < 21 tahun | 7 x upah bulanan |
21 tahun ≤ masa kerja < 24 tahun | 8 x upah bulanan |
24 tahun ≤ masa kerja | 10 x upah bulanan |
Namun, perhitungan tersebut tidak selalu berlaku dalam semua kasus pemutusan hubungan kerja. Ada alasan tertentu yang membuat kewajiban memberikan UPMK tidak berlaku, seperti pegawai di-PHK karena melakukan kesalahan berat, mangkir kerja lima hari atau lebih, atau pengunduran diri dengan alasan sendiri.
Demikian pula, ketentuan perhitungan UPMK berbeda jika pemutusan hubungan kerja terjadi karena pegawai meninggal dunia atau pensiun. Dalam kasus ini, kompensasi UPMK diberikan sebesar 1 x upah bulanan.
Ketentuan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
Juga, ketentuan lain yang lebih spesifik untuk beberapa kasus pemutusan hubungan kerja diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan:
Alasan atau Penyebab PHK | Kompensasi UPMK |
---|---|
Karyawan melakukan kesalahan berat | Tidak berhak |
Karyawan mangkir kerja | Tidak berhak |
Karyawan melakukan tindak pidana | 1 bulan upah |
Karyawan menerima surat peringatan (SP) | 1 bulan upah |
Karyawan meninggal dunia | 1 bulan upah |
Karyawan pensiun normal | 1 bulan upah |
Karyawan sakit berkepanjangan | 1 bulan upah |
Karyawan mengajukan permohonan PHK ke LPPHI | 1 bulan upah |
Perubahan status perusahaan, dan karyawan menolak bekerja di perusahaan bersangkutan | 1 bulan upah |
Perubahan status perusahaan, dan perusahaan menolak mempekerjakan karyawan bersangkutan | 1 bulan upah |
Perusahaan tutup | 1 bulan upah |
Perusahaan melakukan efisiensi | 1 bulan upah |
Perusahaan pailit | 1 bulan upah |
Ketentuan yang berlaku bagi pegawai yang mengundurkan diri pun berbeda. Pegawai yang mengundurkan diri tidak berhak atas UPMK, namun perusahaan wajib memberikan uang penggantian hak serta uang pisah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.