Bagaimana Peraturan Cuti Naik Haji Bagi Karyawan? - bloghrd.com

Setiap umat muslim pasti punya impian untuk melaksanakan rukun Islam yang ke-5, yaitu ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah. Kewajiban bagi setiap pemeluk agama Islam di dunia bagi yang mampu ini tidak memandang status profesi dan sosial. Mulai dari pedagang, PNS, petani, karyawan swasta semuanya pun ingin menunaikan haji paling tidak sekali seumur hidup.

Cuti Haji dalam Ketenagakerjaan di Indonesia: Aspek Hukum dan Implikasinya

Melaksanakan ibadah haji ini tidak sebentar, karena waktu yang dibutuhkan sangat lama kurang lebih 1 bulan. Dan menunggu waktu untuk naik haji itu sangatlah lama. Bila dapat kuota pasti semua orang akan menggunakan kesempatan ibadah naik haji tersebut, apalagi kalau menunggu kuota haji yang bertahun-tahun lamanya. Bahkan ada yang menunggu kuota naik haji itu sampai 15 tahun, karena itu semua orang yang sudah mendapatkan jatah berangkat akan langsung digunakan.

Berhubung pergi naik haji sebulan itu sebulan lamanya, untuk orang yang memiliki usaha atau bekerja pada suatu perusahaan harus memikirkan baik-baik bagaimana caranya agar pekerjaan atau bisnisnya bisa berjalan dengan lancar walau dia tidak bekerja selama sebulan.

Untuk karyawan, satu-satunya yang bisa dilakukan agar semua pekerjaannya lancar selama meninggalkan kantor untuk ibadah naik haji adalah dengan mengajukan permohonan ijin cuti haji.

Dan pemerintah sudah memberikan aturan lengkap cuti terkait dengan naik haji ini sesuai perundang-undangan yang berlaku. Agar para karyawan bisa menggunakan hak cuti hajinya sesuai aturan yang berlaku. Dan perusahaan juga bisa memberikan hak karyawan untuk pergi naik haji ke Mekkah.

BACA JUGA :  UMP/UMK Jatim

Dasar Hukum Cuti Naik Haji dalam Ketenagakerjaan

Ibadah Haji merupakan ibadah wajib yang diperuntukkan bagi para karyawan muslim. Sudah ada aturan untuk penyelenggaraan ibadah haji dalam UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Di sana dijelaskan bahawa Ibadah Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakana oleh setiap orang Islam yang mampu, baik secara fisik, mental, spiritual, sosial maupun finansial dan sekali dalam seumur hidup.

Dan karena naik haji ini hanya dilakukan oleh umat muslim, maka peraturan cuti naik haji inipun hanya berlaku untuk pekerja yang beragam Islam.

Cuti dalam menjalankan ibadah ini merupakan cuti khusus sesuai dengan UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003. Karena kebebasan karyawan dalam menjalankan ibadah diperbolehkan dan dilindungi undang-undang.

Seperti dalam penjelasan Pasal 93 ayat (2) huruf e disebutkan, bahwa dalam karyawan atau pekerja berhak menjalankan kewajiban ibadah wajib menurut agamanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga pekerja atau buruh bisa tidak masuk kerja atau tidak dapat bekerja karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.

Artinya tidak boleh sebuah perusahaan menghalangi ibadah karyawannya. Termasuk ibadah haji untuk umat Islam, karena sudah ada dasar hukum yang mengatur.

Tapi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan No 78 Tahun 2015, Pasal 28, cuti haji hanya diberikan sekali selama pekerja atau buruh bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Karena sesuai UU No 8 Tahun 2019 hanya sekali seumur hidup.

Berarti cuti haji untuk karyawan hanya berlaku satu kali selama karyawan tersebut bekerja di suatu perusahaan. Beda lagi bila karyawan mengajukan cuti haji kembali di perusahaan yang berbeda. Jadi cuti hajinya dihitung satu kali lagi.

BACA JUGA :  Pertahankan Loyalitas Pegawai Dengan Employer Branding

Yang pasti cuti haji di satu perusahaan hanya diberikan sekali seumur hidup yang wajib. Bila karyawan melakukan haji untuk yang kedua, ketiga dan seterusnya, perusahaan tidak wajib memberikan cuti.

Dan semua kebijakan untuk pengaturan cuti haji kedua, ketiga dan seterusnya diserahkan seluruhnya pada perusahaan. Boleh diberikan ijin dan boleh tidka diberikan ijin, semua tergantung perusahaan bagaimana kebijakan mengaturnya.

Cuti haji ini bukan merupakan hak istirahat, tetapi diberikan saat karyawan berhalangan bekerja karena suatu alasan. Dan hal ini sama seperti peraturan yang mengatur dalam cuti melahirkan atau keguguran dan cuti menikah. Ketiganya merupakan cuti yang wajib diberikan karena karywana berhalangan bekerja karena sesuatu hal.

Dalam cuti tahunan ada 12 hari dan cuti besar selama 2 bulan merupakan hak istirahat yang diatur dalam Pasal 79. Namun demikian, karyawan yang mengambil cuti haji sama sekali tidak mengurangi jatah cuti tahunan atau cuti besar karyawan.

Kecuali karyawan ingin mengambil jatah cuti tahunannya untuk memperpanjang kegiatan ibadah hajinya diluar ibadah haji yang ditentukan kementrian agama itu tidak apa-apa.

Jangka Waktu Cuti Haji

Lamanya waktu naik haji ini bisa sebulan lebih. Waktu naik haji penyelenggaraannya sekitar 40 hari untuk penyelenggaraan haji reguler oleh Kementerian Agama. Sedangkan waktu haji untuk haji plus yang dikelola biro umrah dan haji yang mengantongi izin resmi dari kementerian membutuhkan waktu lebih singkat, yaitu 15 hingga 26 hari.

Karena lamanya waktu naik haji, maka dalam UU Ketenagakerjaan jangka waktu cuti hajinya menyesuaikan dengan waktu yang diperlukan selama naik haji. Pasal 93 ayat (5), pelaksanaan cuti haji ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Itupun hartus berdasarkan kesepakatan perusahaan dan karyawan. Maka dari itu peraturan perusahaan harus benar-benar mengaturnya dengan benar.

BACA JUGA :  Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25)

Untuk karyawan yang bekerja sebagai PNS atau ASN yang bekerja di pemerintahan dapat mengajukan cuti maksimal 50 hari sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No 41 Tahun 2015 yang berlaku.

Penghitungan Gaji Cuti Haji

Ketika seorang karyawan yang beragama Islam menggunakan haknya sebagai karyawan untuk melaksanakan cuti haji, maka perusahaan harus wajib membayar gajinya seperti biasanya karyawan tersebut bekerja. Seperti dalam pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.

Dan merujuk pada Pasal 24 ayat (2) dan (4) Peraturan Pemerintah tentang  Pengupahan ditegaskan bahwa apabila karyawan menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan agamanya dan itu merupakan salah satu alasan pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan, maka karyawan tersebut tetap dibayar upahnya oleh perusahaan.

Dalam Pasal 28 Peraturan Pemerintah tentang  Pengupahan menjelaskan bahwa karyawan yang cuti haji tetap diupah sebesar upah yang diterima oleh pekerja/buruh. Artinya, pengusaha wajib membayar upah penuh yang biasa dibayarkan kepada karyawan yang bersangkutan (gaji pokok dan tunjangan tetap).

Tapi untuk tunjangan lainnya seperti  kehadiran, uang makan, transportasi, semua tergantung kebijakan perusahaan. Boleh diberikan dan boleh tidak diberikan tergantung kebijakan perusahaan.

Untuk perusahaan yang tidak membayar upah karyawan yang mengajukan cuti haji maka akan dikenakan sanksi tegas. Apalagi di dalam dasar hukum ketentuan Pasal 186 ayat (1) Undang- Undang Ketenagakerjaan, bila perusahaan tidak membayar upah karyawan maka ada ancaman sanksi pidana penjara sedikitnya 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 400 juta.

 


Putri Ayudhia

Putri Ayudhia

Putri Ayudhia adalah seorang penulis konten SEO dan blogger paruh waktu yang telah bekerja secara profesional selama lebih dari 7 tahun. Dia telah membantu berbagai perusahaan di Indonesia untuk menulis konten yang berkualitas, SEO-friendly, dan relevan dengan bidang HR dan Psikologi. Ayudhia memiliki pengetahuan yang kuat dalam SEO dan penulisan konten. Dia juga memiliki pengetahuan mendalam tentang HR dan Psikologi, yang membantu dia dalam menciptakan konten yang relevan dan berbobot. Dia memiliki keterampilan dalam melakukan riset pasar dan analisis, yang membantu dia dalam menciptakan strategi konten yang efektif.
https://bloghrd.com