Daftar Isi
Pengertian Jurnal PPN
Jurnal PPN bisa diartikan sebagai pencatatan akuntansi atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang melekat pada suatu transaksi, baik transaksi penjualan maupun pembelian.
Apabila Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan penjualan atau penyerahan atas Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP), maka PKP tersebut berhak untuk melakukan pemungutan PPN dan hal ini merupakan pajak keluaran. Sementara, jika BKP melakukan transaksi pembelian atau menerima BKP/JKP, maka PKP tersebut akan dikenakan pajak masukan.
Pembuatan jurnal PPN dengan mencatat setiap transaksi pembelian maupun penjualan BKP/JKP, diperlukan sebagai fungsi analisis untuk menentukan perkiraan yang di debit dan perkiraan yang dikredit serta jumlahnya masing-masing. Selain itu, pembuatan jurnal Pajak Pertambahan Nilai juga diperlukan untuk mencatat setiap aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai.
Tahukah Anda bahwa e-Faktur PPN dapat dibuat dan diotomatiskan di Aplikasi Pajak? Klik di sini untuk mencobanya.
Pedoman Penyusunan Jurnal PPN
Prosedur pembukuan atau pembuatan jurnal PPN terdiri dari tiga faktor, yakni:
- Pembelian BKP/JKP, dimana PPN dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
- Penjualan dan PPN terutang.
- PPN yang masih harus dibayar dan lebih bayar PPN.
Sementara, untuk metode pencatatan jurnal Pajak Pertambahan Nilai terdiri dari tiga cara/metode, yaitu:
- PPN masukan dan PPN keluaran dibukukan pada satu perkiraan. Pembukuan dengan cara ini, hanya menggunakan satu perkiraan yaitu PPN yang saldonya mungkin debit atau kredit, tergantung mana yang lebih besar antara pajak masukan atau pajak keluaran untuk suatu masa pajak tertentu.
- PPN masukan dan PPN keluaran dibukukan secara terpisah, tanpa prosedur offset pada setiap masa pajak. Dengan cara seperti ini, saldo masing-masing perkiraan akan bertambah terus-menerus karena terjadi akumulasi PPN masukan dan PPN keluaran selama periode tertentu.
- PPN masukan dan PPN keluaran yang dibukukan secara terpisah, dengan prosedur offset pada setiap akhir masa pajak. Prosedur pembukuan sampai dengan penyetoran selisih PPN masukan dan PPN keluaran ke kas negara atau penerimaan restitusi sama seperti prosedur pembukuan pada cara kedua kedua. Pada akhir masa pajak dilakukan penjurnalan untuk meng-offset perkiraan PPN masukan dan PPN keluaran pada saat selesainya pembuatan Surat Pemberitahuan (SPT) masa pajak PPN bulan yang bersangkutan.
Berikut ini akan dibahas perlakuan pencatatan jurnal PPN untuk transaksi penjualan alias PPN keluaran.
Jurnal Pajak Pertambahan Nilai untuk Penjualan Tunai
Apabila penjualan barang/jasa dilakukan secara tunai, misalnya nilai barang sebesar Rp 3,5 juta, ditambah PPN 11% yaitu Rp 385.000, maka pencatatan jurnal PPN-nya adalah sebagai berikut:
Kas Rp3.885.000,00Penjualan Rp3.500.000,00PPN Keluaran Rp 385.000,00
Untuk transaksi penjualan tunai, pencatatan jurnal PPN tidak rumit, apalagi jika penjualan tunai tersebut tidak mengalami retur di masa mendatang. Sebab, begitu melakukan penjualan, PKP penjual menerbitkan faktur pajak sekaligus menyerahkan barang kepada PKP pembeli.
Daftar sekarang untuk otomatisasi eFaktur PPN Anda dengan klik di sini.
Jurnal PPN untuk Penjualan Kredit
Jika misalnya penjualan dilakukan secara kredit, dilihat dari sisi perpajakan, karena faktur pajak belum diterbitkan, meskipun barang/jasa telah diserahkan, PPN belum terutang sehingga belum perlu dicatat.
Namun, dilihat dari prinsip akuntansi, penyerahan BKP/JKP merupakan salah satu saat pengakuan pendapatan atau pelepasan aktiva. Oleh karena itu, pencatatan jurnal PPN keluaran harus mempertimbangkan hal tersebut.
Contoh, pada tanggal 1 November 2018, PT ABC menjual BKP secara kredit seharga Rp 3,5 juta, ditambah PPN 11% sebesar Rp 385.000. BKP telah diserahkan, namun faktur belum dibuat. Maka, pencatatan jurnal PPN adalah sebagai berikut:
Piutang Dagang Rp3.885.000,00Penjualan Rp3.500.000,00PPN Keluaran Belum Difakturkan Rp 385.000,00
Ketika pada tanggal 1 Desember 2018 faktur pajak keluaran dibuat dan diserahkan kepada PKP pembeli, maka PKP penjual membuat jurnal PPN sebagai berikut:
PPN Keluaran Belum Difakturkan Rp385.000,00PPN Keluaran Rp385.000,00
Jurnal PPN Jika Ada Pengembalian
Jika PKP melakukan transaksi penjualan dan kemudian BKP yang diserahkan tersebut dikembalikan atau diretur oleh PKP pembeli, hal tersebut merupakan pembatalan penjualan sehingga mengurangi penjualan.
Otomatis adanya retur ini membuat PPN atas barang tersebut menjadi tidak terutang, sehingga mengurangi pula PPN keluaran.
Contoh, Pada tanggal 1 November 2018, PT ABC menjual secara kredit BKP seharga Rp 3,5 juta ditambah PPN 11% sebesar Rp 385.000. BKP telah diserahkan pada tanggal tersebut, tetapi faktur pajak belum dibuat. Atas trasaksi tersebut, PKP penjual membuat jurnal PPN sebagai berikut:
Piutang Dagang Rp3.885.000,00Penjualan Rp3.500.000,00PPN Keluaran Belum Difakturkan Rp 385.000,00
Kemudian, pada tanggal 20 November 2018, dimana faktur pajak belum dibuat, terjadi retur penjualan atas barang yang berharga Rp 500.000. Atas transaksi retur penjualan ini, perusahaan mencatat jurnal PPN sebagai berikut:
Retur Penjualan Rp500.000,00PPN Keluaran Belum Difakturkan Rp 55.000,00Piutang Dagang Rp555.000,00
Pada tanggal 1 Desember 2018 PT ABC menerbitkan faktur pajak keluaran atas transaksi penjualan tersebut. Oleh transaksi ini, perusahaan hanya perlu mencantumkan jumlah penjualan setelah dikurangi dengan retur penjualan. Pun demikian dengan pencatatan PPN, hanya perlu dicatat besaran PPN yang sudah dikurangi PPN BKP yang diretur.
Jumlah yang dimasukan dalam faktur pajak adalah sebagai berikut:Harga Jual Rp 3.000.000,00PPN 11% Rp 330.000,00Jumlah Yang Dibebankan Rp 3.330.000,00
Terkait penerbitan faktur pajak tersebut, perusahaan mencatat jurnal PPN sebagai berikut:
PPN Keluaran Yang Belum Difakturkan Rp330.000,00PPN Keluaran Rp330.000,00
Jika retur dilakukan setelah perusahaan menerbitkan faktur pajak, misalnya tanggal 10 Desember 2018, maka pencatatan jurnal PPN yang dibuat oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
Retur Penjualan Rp500.000,00PPN Keluaran Rp 55.000,00Piutang Dagang Rp555.000,00
Demikianlah bentuk pencatatan jurnal PPN untuk transaksi penjualan. Masing-masing bentuk penjualan, baik secara tunai dan kredit serta adanya pengembalian atau retur memiliki perlakuan pencatatan jurnal PPN yang berbeda.
Perubahan Tarif PPN Jadi 11%
Seperti yang diketahui bahwa tarif PPN telah berubah dari 10% menjadi 11% sejak 1April 2022 lalu. Kenaikan ini diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dengan perubahan ini, harapan pemerintah adalah dapat segera membaik defisit APBN hingga ke level 3 persen pada 2023 mendatang. Fondasi pajak yang kuat tentu akan mengoptimalkan penerimaan negara sehingga bisa membantu pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan, keadilan, dan pembangunan sosial bagi masyarakat Indonesia.
Referensi:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!