Karyawan berhak mengajukan cuti kepada perusahaan karena satu dan lain hal dengan alasan yang masuk akal. Salah satunya adalah untuk mempersiapkan hari pernikahan yang cukup membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Pada dasarnya, istilah cuti menikah sebenarnya tidak ada dalam peraturan ketenagakerjaan di Indonesia.
Penyebutan cuti dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 terdapat dalam Bagian Perlindungan, Paragraf 4 mengenai Waktu Kerja. Terdapat penjelasan yang disebut dengan cuti adalah hak istirahat karyawan, yang meliputi istirahat mingguan, cuti tahunan, istirahat panjang dalam (Pasal 79); cuti haid (pasal 81); dan cuti melahirkan dan cuti keguguran (pasal 82).
Istilah menikah, yang disebut dalam Bagian Pengupahan, bukan merupakan hak istirahat, namun termasuk dalam kondisi tidak bekerja yang tetap dibayarkan upahnya. Ketentuan dalam Pasal 93 ayat (2), menyebutkan bahwa menikah menjadi salah satu alasan tidak masuk kerja atau tidak dapat melakukan pekerjaan, namun pengusaha tetap wajib membayar upahnya.
Perhitungannya, sehari sebelum hari untuk acara pernikahan, dan sehari setelah pernikahan. Dalam banyak kasus, karyawan sering mengambil cuti tahunan berdekatan dengan izin menikah untuk memperoleh libur yang lebih panjang, baik untuk persiapan menikan maupun tujuan bulan madu.
Artikel ini akan membahas tentang ketentuan cuti menikah yang harus dibuat oleh perusahaan agar di kemudian hari tidak terjadi masalah antara karyawan dengan perusahaan.
Ketentuan Umum tentang Cuti Menikah
Peraturan pemerintah melalui kementerian ketenagakerjaan tidak mengatur tentang cuti menikah. Pada praktiknya, secara umum di perusahaan izin cuti menikah diberikan kepada karyawan sekali selama masa kerja atau hanya untuk pernikahan pertama dan yang dicatat resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) atau catatan sipil.
Ketentuan tentang lamanya pemberian cuti sebenarnya dikembalikan pada masing-masing kebijakan yang ada pada sebuah perusahaan mengacu pada perjanjian kerja. Secara umum, peraturan tentang lamanya cuti menikah berbeda antara PNS/ Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan karyawan swasta.
Mengacu pada peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), cuti menikah termasuk dalam cuti karena alasan penting.
Lama cuti menikah ASN itu sendiri ditentukan oleh pejabat yang berwenang untuk memberikan hak tersebut pada pegawai yang mengajukan, dengan maksimal lama cuti adalah satu bulan. Bagi karyawan swasta, cuti menikah mengikuti peraturan UU No. 13 Tahun 2003, seperti yang sudah dijelaskan di atas, juga dapat mengikuti peraturan perusahaan.
Apakah cuti menikah termasuk dalam cuti tahunan? Jika membaca kembali Undang-Undang Ketenagakerjaan, cuti menikah tidak termasuk dalam cuti tahunan. Cuti menikah termasuk ke dalam cuti karena keperluan penting, sehingga tidak memotong cuti tahunan yang berjumlah 12 hari setiap tahunnya. Perusahaan wajib membayar penuh upah karyawan yang izin menikah atau mengurus pernikahannya. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 93:
- Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan;
- Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.
Perusahaan Perlu Mengatur tentang Ketentuan Cuti Menikah
Undang-Undang Ketenagakerjaan telah mengamanatkan perusahaan untuk membuat aturan teknis terkait pelaksanaan cuti menikah bagi karyawannya. Hal-hal yang perlu diatur oleh perusahaan adalah tentang prosedur pengajuan cuti, berapa hari izin yang diberikan, kapan karyawan dapat mengajukan izin menikah, dan berapa kali izin menikah diperbolehkan.
Pasal 93 ayat (5) menyebutkan demikian, bahwa pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Inilah alasan yang membuat perusahaan harus membuat peraturan terkait izin menikah dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Setiap perusahaan memiliki aturan yang berbeda mengenai pernikahan karyawannya. Beberapa perusahaan dengan jenis pekerjaan tertentu yang membutuhkan mobilitas tinggi, dalam perjanjian kerjanya tidak mengizinkan karyawan untuk menikah pada tahun pertama atau kedua masuk di perusahaan.
Ada juga perusahaan yang melarang karyawan menikah selama masa pendidikan dan pelatihan. Peraturan seperti ini harus jelas di awal saat karyawan menandatangani surat kontrak kerja agar di kemudian hari tidak terjadi masalah.
Perusahaan yang tidak memberikan izin menikah atau memberikan izin tetapi tidak membayar penuh upahnya selama tiga hari, maka diancam sanksi pidana. Sesuai dengan Pasal 186 ayat (1) pelanggaran ini dikenakan hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000 dan paling banyak Rp400.000.000.
Prosedur Pengajuan Cuti Menikah
Prosedur pengajuan cuti menikah pada masing-masing perusahaan tentu berbeda-beda tergantung kebijakan yang berlaku. Pada umumnya, dalam membuat permohonan cuti, seorang karyawan harus membuat permintaan tertulis secara formal ditujukan pada atasan.
Surat tersebut dapat berisikan keterangan permohonan pengambilan cuti alasan menikah. Permohonan ini juga harus diajukan setidaknya satu bulan sebelum acara pernikahan. Dengan begitu perusahan dapat menggantikan posisi dan tugas karyawan yang sedang menjalani cuti menikah.
Pastikan bahwa semua pekerjaan karyawan yang bersangkutan dapat diselesaikan sebelum pengambilan cuti. Hal ini dilakukan agar pada saat karyawan tersebut sedang tidak ada di kantor, semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik. Semua tugas juga harus ter-hadover dengan baik oleh karyawan yang bersangkutan dan karyawan pengganti.
Terkadang, pengajuan cuti menikah secara manual memang terlihat sangat rumit, terlebih lagi jika atasan sedang tidak ada di kantor. Inilah yang membuat proses persetujuan cuti menjadi semakin lama sedangkan dari sisi karyawan sudah memiliki kepentingan lain di luar pekerjaan kantor. Solusinya, perusahaan dapat mencoba untuk menggunakan aplikasi atau software HR yang dapat membantu masalah administratif seperti ini.