Pengertian Hibah
Hibah merupakan salah satu unsur pendapatan negara di dalam APBN, selain pajak dan penerimaan bukan pajak. Dari penerimaan hibah, pemerintah mendapat manfaat secara langsung yang didistribusikan untuk menunjang fungsi serta tugas berbagai kementerian dan lembaga negara. Secara sederhana, hibah dapat didefinisikan sebagai “pemberian” atau “penerimaan”. Namun dalam artikel ini, kami akan mengupas lebih dalam mengenai penerapan pajak hibah di Indonesia, khususnya pada jenis-jenis pemberian yang tidak dikenakan pajak hibah.
Hibah merupakan pemberian yang mengikat pihak penghibah dan penerimanya. Hibah akan berlaku secara sah apabila kedua pihak tersebut masih hidup. Jika pihak pemberi hibah telah meninggal dunia, sepanjang hibah sudah dilakukan, maka hibah terhitung tetap sah. Hibah yang dilakukan oleh seseorang setelah orang tersebut meninggal dunia, disebut sebagai hibah wasiat (Pasal 957-Pasal 972 KUHP Perdata).
Simak Juga: Sumber-sumber Pendapatan Negara Lainnya
Berdasarkan Pasal 1666 hingga pasal 1693 KUHP Perdata dinyatakan bahwa hibah merupakan sesuatu yang diberikan secara cuma-cuma pada saat penghibah masih hidup dan tidak dapat ditarik kembali. Pihak penerima juga tidak dapat menyerahkan sesuatu sebagai balasan kepada pemberi hibah. Dengan kata lain hibah tidak memerlukan kompensasi/ pembayaran dalam bentuk apapun.
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 245/PMK.03/2008 juga mengatakan bahwa ketentuan pengecualian harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 berlaku apabila pihak pemberi hibah, bantuan, atau sumbangan tidak mempunyai hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan dengan penerima hibah, bantuan, atau sumbangan.
Syarat Keabsahan Hibah
Ada beberapa ketentuan penting yang mengatur syarat suatu hibah dinyatakan sah atau bisa dilakukan. Ketentuan ini diatur dalam KUHP Perdata dengan penjelasan lebih rinci sebagai berikut:
- Hibah hanya dapat dilakukan terhadap benda yang sudah ada (KUHP Perdata Pasal 1667).
- Di dalam prakteknya, pihak pemberi dan penerima hibah dapat membuat perjanjian untuk menarik kembali pemberian apabila pihak penerima hibah telah meninggal dunia terlebih dahulu (KUHP Perdata Pasal 1672).
- Pemberian hibah antara suami istri tidak boleh dilakukan (KUHP Perdata Pasal 1678).
- Pemberian hibah harus atas akta notaris (KUHP Perdata Pasal 1682).
- Hibah dapat ditarik kembali apabila syarat-syarat yang diwajibkan tidak terpenuhi. Jika penerima hibah bersalah dengan melakukan atau membantu melakukan pembunuhan atau kejahatan lain kepada penghibah, jika penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada pemberi hibah, hingga penghibah jatuh miskin (KUHP Perdata 1688).
Ketentuan Pajak Hibah
Sebagai bagian dari objek pajak, sudah seharusnya hibah dikenakan pajak. Jenis penerimaan yang dikenakan pajak hibah wajib untuk membayar pajak penghasilan. Namun tidak semua hibah masuk ke dalam kategori objek pajak. Ada penerimaan yang tidak dikenakan pajak.
Berdasarkan PMK No.245/PMK.03/2008 ada 5 sumber penerimaan yang dibebaskan dari pajak hibah, diantaranya penerimaan dari:
1. Keluarga sedarah dalam satu garis keturunan dalam hubungan anak dan orang tua kandung. Jadi, jika hibah diberikan dari orang tua kepada anak kandung atau sebaliknya, objek hibah tersebut tidak dikenakan pajak penghasilan. Tetapi jika hibah yang diterima berasal dari kakak, adik, anak angkat, mantu, mertua atau orang lain, maka penerimaan tersebut merupakan objek PPh.
2. Badan keagamaan yang hanya mengurus tempat ibadah, tanpa mencari keuntungan. Apabila badan keagamaan juga mencari keuntungan, maka pemberian dari badan keagamaan ini bisa dikenakan pajak penghasilan.
3. Lembaga pendidikan yang hanya menyelenggarakan pendidikan tanpa mencari keuntungan. Jika lembaga pendidikan yang dimaksud melakukan kegiatan untuk mencari keuntungan pribadi atau suatu pihak tertentu, maka pemberiannya masuk dalam objek pajak.
Baca Juga: Pajak Yayasan Pendidikan
4. Badan sosial yang hanya menyelenggarakan kegiatan berupa:
- Pemeliharaan kesehatan kepada orang lanjut usia, pengurusan anak yatim piatu, anak terlantar dan orang-orang dengan kebutuhan khusus.
- Pemberian santunan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya.
- Pemberian beasiswa.
- Pelestarian lingkungan hidup.
- Kegiatan sosial yang tidak mencari keuntungan.
5. Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil dengan ketentuan:
- Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
- Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000.
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!