Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah salah satu jenis pajak yang dikenakan di Indonesia, terutama terkait dengan kegiatan perdagangan ekspor, impor, dan re-impor.
PPh Pasal 22 memiliki karakteristik unik karena dapat dikenakan baik pada saat penjualan barang maupun pembelian barang.
Objek pajak PPh Pasal 22 sangat bervariasi, dan tarifnya tergantung pada jenis objek pajaknya.
Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk bank, bendahara pemerintah, badan usaha, dan lain sebagainya.
Ada juga pengecualian terhadap pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam beberapa situasi tertentu.
Perubahan terbaru dalam peraturan perpajakan, seperti Peraturan Menteri Keuangan No. 92/PMK.03/2019, telah memperluas cakupan pemungutan PPh Pasal 22, termasuk dalam penjualan barang-barang mewah.
Dengan adanya aplikasi perpajakan seperti e-Filing Aplikasi Pajak dan e-Bupot Unifikasi, pelaporan pajak menjadi lebih mudah dan efisien.
Hal ini membantu wajib pajak dan perusahaan untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka dengan lebih baik.
Pemahaman yang baik tentang PPh Pasal 22 sangat penting bagi semua pihak yang terlibat dalam perdagangan internasional dan kegiatan perpajakan di Indonesia.
Daftar Isi
Apa Itu Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)?
Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah salah satu jenis pajak yang dikenakan di Indonesia.
Pajak ini dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta, yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor, dan re-impor.
Dalam konteks perpajakan, Pajak Penghasilan Pasal 22 dapat dianggap sebagai bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh satu pihak terhadap wajib pajak yang terkait dengan kegiatan perdagangan barang.
PPh Pasal 22 adalah salah satu ketentuan perpajakan yang tergolong cukup kompleks karena melibatkan berbagai variabel, termasuk berbagai jenis objek pajak, pemungut pajak, dan tarif pajak yang bervariasi.
Pemahaman yang baik tentang PPh Pasal 22 sangat penting bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kegiatan perdagangan internasional.
Karakteristik PPh Pasal 22
Salah satu ciri khas dari PPh Pasal 22 adalah bahwa pajak ini dapat dikenakan baik pada saat penjualan barang maupun pembelian barang.
Ini berarti bahwa tidak hanya penjual yang berkewajiban memungut pajak, tetapi juga pembeli dapat memotong pajak dalam beberapa situasi tertentu.
Hal ini menjadikan Pajak Penghasilan Pasal 22 memiliki karakteristik yang unik dalam sistem perpajakan Indonesia.
Objek Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)
Objek PPh Pasal 22 sangat bervariasi dan mencakup berbagai jenis transaksi perdagangan.
Berikut adalah beberapa objek Pajak Penghasilan Pasal 22 yang umum:
1. Impor Barang
PPh Pasal 22 dikenakan pada impor barang.
Tarif pajak berbeda tergantung pada apakah importir menggunakan Angka Pengenal Importir (API) atau tidak.
Jika menggunakan API, tarifnya adalah 2,5% dari nilai impor, sedangkan jika tidak menggunakan API, tarifnya adalah 7,5% dari nilai impor.
Selain itu, barang-barang yang tidak dikuasai atau dilelang juga dikenakan tarif 7,5% dari harga jual lelang.
2. Pembelian Barang oleh Entitas Pemerintah
Pembelian barang oleh entitas pemerintah seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya juga dapat dikenakan PPh Pasal 22.
Tarifnya adalah 1,5% dari harga pembelian (tidak termasuk PPN) dan bukan merupakan pajak yang final.
3. Pembelian Barang dengan Uang Persediaan
Jika pembelian barang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP), maka Pajak Penghasilan Pasal 22 sebesar 1,5% akan dikenakan.
4. Pembelian Barang dengan Mekanisme Pembayaran Langsung (LS)
Pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) juga dapat dikenakan PPh Pasal 22.
Ini termasuk pembayaran atas pembelian barang oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh KPA.
5. Penjualan Hasil Produksi Tertentu
PPh Pasal 22 juga dapat dikenakan pada penjualan hasil produksi tertentu, seperti kertas, semen, baja, otomotif, dan lain sebagainya.
Tarifnya ditetapkan berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
6. Pembelian Bahan-Bahan untuk Keperluan Industri atau Ekspor
Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul dapat dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga pembelian (tidak termasuk PPN).
7. Impor Barang-Barang Tertentu
Beberapa barang-barang impor tertentu, seperti kedelai, gandum, dan tepung terigu, yang diimpor oleh importir yang menggunakan API dapat dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebesar 0,5% dari nilai impor.
8. Penjualan Barang-Barang Mewah
PPh Pasal 22 juga dikenakan pada penjualan barang-barang mewah, seperti pesawat udara pribadi, kapal pesiar, rumah besar, apartemen mewah, dan kendaraan bermotor mewah.
Tarifnya bervariasi tergantung pada jenis barang dan nilai transaksinya.
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)
Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung pada jenis objek pajaknya.
Berikut adalah beberapa tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 yang umum:
1. Impor Barang
- Menggunakan API: 2,5% x nilai impor.
- Tidak menggunakan API: 7,5% x nilai impor.
- Barang yang tidak dikuasai: 7,5% x harga jual lelang.
2. Pembelian Barang oleh Entitas Pemerintah
Tarif PPh Pasal 22 untuk pembelian barang oleh entitas pemerintah adalah sebesar 1,5% dari harga pembelian (tidak termasuk PPN) dan bukan merupakan pajak yang final.
3. Pembelian Barang dengan Uang Persediaan
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 untuk pembelian barang dengan uang persediaan adalah sebesar 1,5%.
4. Pembelian Barang dengan Mekanisme Pembayaran Langsung (LS)
PPh Pasal 22 untuk pembelian barang dengan mekanisme pembayaran langsung adalah sebesar 1,5%.
5. Penjualan Hasil Produksi Tertentu
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 untuk penjualan hasil produksi tertentu ditetapkan berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak dan bervariasi tergantung pada jenis barang.
6. Pembelian Bahan-Bahan untuk Keperluan Industri atau Ekspor
Tarif PPh Pasal 22 untuk pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor adalah sebesar 0,25% dari harga pembelian (tidak termasuk PPN).
7. Impor Barang-Barang Tertentu
TarifPajak Penghasilan Pasal 22 untuk impor barang-barang tertentu yang diimpor oleh importir yang menggunakan API adalah sebesar 0,5% dari nilai impor.
8. Penjualan Barang-Barang Mewah
Tarif PPh Pasal 22 untuk penjualan barang-barang mewah bervariasi tergantung pada jenis barang dan nilai transaksinya. Pajak ini juga dikenakan dengan tarif yang lebih tinggi kepada pihak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Pemungut PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 merupakan pajak yang pemungutannya dapat dilakukan oleh berbagai pihak tergantung pada jenis transaksi. Berikut adalah pemungut-pemungut PPh Pasal 22:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
Bank Devisa dan DJBC adalah pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas objek pajak impor barang.
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Bendahara Pemerintah dan KPA adalah pemungut PPh Pasal 22 berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang oleh entitas pemerintah, instansi pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya.
3. Bendahara Pengeluaran
Bendahara pengeluaran bertanggung jawab atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar
KPA atau pejabat yang diberikan delegasi oleh KPA dapat menjadi pemungut PPh Pasal 22 berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Bank-Bank BUMN
BUMN dan bank-bank BUMN adalah pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan Eksportir Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Pertambangan
Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan dapat menjadi pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industri atau ekspor mereka.
7. Industri atau Badan Usaha yang Memproduksi atau Mengimpor Bahan Bakar Minyak, Gas, dan Pelumas
Industri atau badan usaha yang memproduksi atau mengimpor bahan bakar minyak, gas, dan pelumas dapat menjadi pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar tersebut. Pemungutan pada penyalur/agen bersifat final.
8. Wajib Pajak Badan atau Perusahaan Swasta
Badan usaha yang bergerak dalam berbagai sektor seperti industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, serta agen-agen kendaraan bermotor tertentu, juga memiliki kewajiban untuk memungut PPh Pasal 22 saat melakukan penjualan tertentu.
9. Penyalur/Agen
Penyalur/agen yang terlibat dalam penjualan atau penyaluran barang-barang tertentu juga dapat menjadi pemungutPajak Penghasilan Pasal 22.
Pajak ini bersifat final jika penyalur/agen memenuhi syarat tertentu.
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
Meskipun PPh Pasal 22 memiliki cakupan yang luas, ada beberapa pengecualian terhadap pemungutan pajak ini. Beberapa situasi yang terkecuali dari pemungutan PPh Pasal 22 meliputi:
1. Impor Barang-Barang yang Dibebaskan dari Bea Masuk
PPh Pasal 22 tidak dikenakan pada impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk. Ini termasuk barang-barang yang diimpor ke dalam Kawasan Berikat atau Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE).
2. Impor Barang-Barang yang Berupa Kiriman Hadiah
Kiriman hadiah yang diimpor juga dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22.
3. Impor Barang-Barang untuk Tujuan Keilmuan
Barang-barang yang diimpor untuk tujuan keilmuan juga tidak dikenakan PPh Pasal 22.
4. Pembayaran atas Penyerahan Barang dengan Nilai Kurang dari Rp 2.000.000,-
PPh Pasal 22 tidak dikenakan jika pembayaran atas penyerahan barang mencapai jumlah kurang dari Rp 2.000.000,- dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
5. Pembayaran untuk Pembelian Bahan Bakar Minyak, Listrik, Gas, Air Minum/PDAM, Pos, dan Telepon
Pembayaran atas pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon juga dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22.
Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan sebagai cicilan pada tahun berjalan.
Pada akhir tahun, jumlah pajak yang telah dipotong atau dipungut akan diperhitungkan sebagai kredit pajak PPh badan atau PPh orang pribadi dalam SPT tahunan.
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 wajib membuat dan melaporkan bukti potong PPh 22 serta menyetor pajak yang telah dipotong ke bank persepsi.
Pihak yang dipotong pajak akan mendapatkan bukti potong yang dapat dikreditkan pada akhir tahun dalam SPT Tahunan.
Contoh Bukti Potong Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)
Berikut adalah contoh bukti potong PPh Pasal 22 yang dapat dikeluarkan oleh pemungut pajak:
Contoh Bukti Potong Pajak Penghasilan Pasal 22 Format PDF
PPh Pasal 22 dalam Transaksi Penjualan Barang Mewah
Salah satu perkembangan terbaru terkait dengan PPh Pasal 22 adalah penerbitan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberi atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.
Dengan peraturan ini, pemerintah telah melebarkan cakupan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, termasuk dalam penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Barang-barang yang tergolong sangat mewah, seperti pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-, kapal pesiar dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-, rumah besar dengan harga jual atau harga pengalihan lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2, serta apartemen mewah dengan harga jual atau pengalihan lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2, kini juga tunduk pada PPh Pasal 22.
Kemudahan dalam Pelaporan Pajak
Untuk memudahkan pelaporan pajak, pemerintah telah mengembangkan aplikasi e-Filing Aplikasi Pajak.
Aplikasi ini mempermudah proses pelaporan semua jenis pajak dan SPT (Surat Pemberitahuan) untuk status pembayaran dan pembetulan apa pun.
Dengan aplikasi ini, bukti potong dan bukti pemotongan pajak Anda dapat disimpan secara online, terorganisir, dan mudah ditemukan saat diperlukan.
E-Bupot Unifikasi adalah salah satu aplikasi yang memungkinkan Anda untuk mengelola berbagai macam bukti potong pajak, termasuk bukti potong Pajak Penghasilan Pasal 22, dengan lebih efisien.
Dengan kemajuan teknologi, pelaporan pajak menjadi lebih mudah dan akurat, membantu perusahaan dan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dengan tepat waktu.
Referensi:
- Peraturan Menteri Keuangan RI No. 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberi atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah
- UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008
- Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 Tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Dari Pembeli Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!