Tarif PPh Badan Terbaru dalam Penghitungan Pajak Badan Di 2024

Berikut Ini Adalah Informasi Tarif PPh Badan Terbaru dalam Penghitungan Pajak Badan Di 2024!

Pajak Penghasilan (PPh) adalah salah satu sumber pendapatan utama bagi pemerintah dalam mengelola keuangan negara.

Selain individu atau orang pribadi, badan atau perusahaan juga merupakan subjek pajak yang memiliki kewajiban membayar pajak.

Badan, dalam konteks perpajakan, merujuk pada entitas hukum yang dapat berupa perseroan komanditer, perseroan terbatas, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, firma, koperasi, dan banyak bentuk lainnya.

Dalam artikel bloghrd.com ini, kita akan membahas tarif PPh Badan terbaru dan bagaimana penghitungannya.

Perubahan Aturan PPh berdasarkan UU HPP

Sebagai upaya untuk memperbarui dan menyelaraskan peraturan perpajakan di Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diberlakukan mulai 1 Januari 2022.

UU HPP menghadirkan sejumlah perubahan dalam aturan Pajak Penghasilan (PPh), termasuk yang berkaitan dengan PPh Badan.

Salah satu perubahan signifikan adalah dalam hal tarif PPh Badan. Sebelum UU HPP diberlakukan, tarif PPh Badan sebesar 20%.

Namun, setelah UU HPP mulai berlaku, tarif PPh Badan ditingkatkan menjadi 22% pada tahun 2022.

Ini berarti bahwa badan atau perusahaan yang memiliki penghasilan kena pajak akan dikenai pajak sebesar 22% dari penghasilan tersebut.

Perubahan tarif ini menjadi penting bagi perusahaan, karena dapat mempengaruhi beban pajak mereka.

Perusahaan perlu memperhitungkan kenaikan tarif PPh Badan ini dalam perencanaan keuangan mereka.

Peningkatan tarif PPh Badan juga menjadi salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara dan mendukung program-program pembangunan.

Langkah Langkah Cara Menghitung PPh Badan

Penghitungan PPh Badan melibatkan beberapa langkah, dan perlu pemahaman yang baik tentang aturan perpajakan yang berlaku.

Berikut adalah langkah-langkah dalam menghitung PPh Badan:

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak (Taxable Income)

Langkah pertama adalah menghitung jumlah penghasilan bruto yang didapatkan oleh badan selama satu tahun berjalan.

Penghasilan bruto ini mencakup semua penerimaan yang diterima oleh badan dari berbagai sumber, termasuk penjualan produk atau jasa, pendapatan bunga, dividen, dan lainnya.

Setelah menghitung penghasilan bruto, langkah berikutnya adalah mengurangkan biaya-biaya yang dapat dikurangkan (deductible expenses).

Biaya-biaya ini adalah biaya yang terkait dengan usaha badan dan diizinkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Beberapa contoh deductible expenses adalah biaya operasional, biaya promosi dan penjualan, biaya penyusutan aset, biaya bunga atas pinjaman, dan berbagai biaya lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha badan.

Hasil dari pengurangan biaya-biaya deductible ini adalah penghasilan kena pajak (taxable income) yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan PPh Badan.

Penghitungan PPh Terutang (Tax Payable)

Setelah menghitung penghasilan kena pajak, langkah selanjutnya adalah menghitung PPh terutang.

PPh terutang adalah jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh badan berdasarkan tarif pajak yang berlaku.

Tarif PPh Badan yang berlaku pada tahun 2022 adalah sebesar 22%, sesuai dengan ketentuan UU HPP.

Oleh karena itu, PPh terutang dapat dihitung dengan mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif 22%.

PPh terutang adalah kewajiban pajak badan yang harus dibayarkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan.

BACA JUGA :  Formulir Pendaftaran NPWP Badan: Bentuk, Syarat, dan Cara Buatnya

PPh Badan biasanya harus dibayarkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh DJP.

Penghitungan PPh yang Sudah Dibayarkan (Tax Paid)

Selain menghitung PPh terutang, badan juga perlu memperhitungkan pajak-pajak lain yang sudah dibayarkan.

Ini termasuk PPh lain yang sudah dibayarkan melalui mekanisme pemotongan (Withholding Tax) oleh pihak ketiga, seperti PPh 23 dan PPh 22.

Selain itu, badan juga perlu menghitung angsuran PPh Badan yang telah dicicil dan dibayarkan sendiri (PPh 25 Badan).

Jika badan melakukan pembayaran angsuran secara berkala, maka jumlah tersebut juga perlu dikreditkan dalam perhitungan akhir PPh Badan.

Perhitungan Akhir PPh Badan (Final Tax Calculation)

Setelah menghitung PPh terutang dan mengkreditkan pajak-pajak lain yang sudah dibayarkan, badan akan mendapatkan perhitungan akhir PPh Badan.

Perhitungan ini akan menunjukkan apakah badan masih harus membayar lebih banyak pajak (kurang bayar) atau sudah membayar lebih banyak pajak (lebih bayar).

Jika perhitungan menunjukkan kurang bayar, badan perlu membayar jumlah yang kurang tersebut dalam waktu yang ditentukan.

Jika lebih bayar, badan dapat mengajukan permohonan pengembalian pajak kepada DJP.

Ketentuan Fasilitas Pengurangan Tarif

UU HPP juga mengatur tentang fasilitas pengurangan tarif PPh Badan untuk badan-badan dengan peredaran bruto tertentu.

Fasilitas pengurangan tarif ini bertujuan untuk memberikan insentif kepada badan-badan dengan peredaran bruto yang lebih rendah.

Jika peredaran bruto badan berada dalam rentang antara Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar, maka badan tersebut memiliki hak atas fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pajak yang berlaku.

Ini berarti bahwa tarif PPh Badan yang sebelumnya 22% akan berkurang menjadi 11% untuk penghasilan kena pajak dari peredaran bruto dalam rentang tersebut.

Namun, jika peredaran bruto badan melebihi Rp50 miliar, maka badan tersebut tidak berhak atas fasilitas pengurangan tarif dan tarif PPh Badan yang berlaku tetap 22%.

Penggunaan fasilitas pengurangan tarif ini dapat membantu badan dalam mengurangi beban pajak mereka, terutama bagi badan-badan yang masih dalam tahap pertumbuhan dan memiliki peredaran bruto yang lebih rendah.

Contoh Sederhana Penghitungan SPT PPh Badan

Dalam upaya untuk memahami penghitungan SPT PPh Badan dengan lebih baik, kita akan membahas dua contoh kasus yang melibatkan penggunaan fasilitas pengurangan tarif Pasal 31E dan tanpa menggunakan fasilitas tersebut.

Kedua contoh ini akan memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana perhitungan PPh Badan dapat berbeda tergantung pada situasi dan kondisi perusahaan.

Contoh Penghitungan PPh Badan dengan Fasilitas Pengurangan Tarif Pasal 31E

Pertama-tama, kita akan mengambil contoh perusahaan fiktif, yaitu PT Jaya Bersemi, yang memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp 6 Miliar pada tahun 2020. Selain itu, kita akan mengidentifikasi berbagai beban dan pendapatan yang relevan:

  1. Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bruto sebesar Rp 5,4 miliar.
  2. Mendapatkan penghasilan lainnya sebesar Rp 50 juta.
  3. Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya sebesar Rp 30 juta.
  4. Kompensasi kerugian fiskal dari tahun sebelumnya sebesar Rp 10 juta.
  5. Kredit PPh Pasal 25 sebesar Rp 100 juta.
  6. Kredit PPh Pasal 22 sebesar Rp 10 juta.
  7. Kredit PPh Pasal 23 sebesar Rp 20 juta.
BACA JUGA :  Serba-Serbi Bukti Potong yang Wajib Anda Pahami

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak

Langkah pertama adalah menghitung jumlah penghasilan kena pajak PT Jaya Bersemi. Ini melibatkan beberapa langkah:

  1. Menghitung Penghasilan Neto dari Peredaran Bruto: Penghasilan Neto dari Peredaran Bruto = Penghasilan Bruto – Biaya 3M Peredaran Bruto Penghasilan Neto dari Peredaran Bruto = Rp 6.000.000.000 – Rp 5.400.000.000 = Rp 600.000.000
  2. Menghitung Penghasilan Neto dari Penghasilan Lainnya: Penghasilan Neto dari Penghasilan Lainnya = Penghasilan Lainnya – Biaya 3M Penghasilan Lainnya Penghasilan Neto dari Penghasilan Lainnya = Rp 50.000.000 – Rp 30.000.000 = Rp 20.000.000
  3. Total Penghasilan Neto = Penghasilan Neto dari Peredaran Bruto + Penghasilan Neto dari Penghasilan Lainnya Total Penghasilan Neto = Rp 600.000.000 + Rp 20.000.000 = Rp 620.000.000
  4. Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Mengurangkan Kompensasi Kerugian Fiskal: Penghasilan Kena Pajak = Total Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian Fiskal Penghasilan Kena Pajak = Rp 620.000.000 – Rp 10.000.000 = Rp 610.000.000

Penghitungan PPh Terutang

Selanjutnya, kita akan menghitung PPh terutang PT Jaya Bersemi dengan memperhatikan fasilitas pengurangan tarif Pasal 31E.

Tarif PPh Badan yang berlaku adalah 22%.

  1. Menghitung PPh terutang dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: (50% x 22%) x (Penghasilan Kena Pajak dari Peredaran Bruto yang memperoleh fasilitas) (50% x 22%) x (Rp 4.800.000.000 / Rp 6.000.000.000) x Rp 610.000.000 = Rp 244.000.000
  2. Menghitung PPh terutang dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: Tarif PPh Badan tanpa fasilitas adalah 22%. 22% x (Penghasilan Kena Pajak dari Peredaran Bruto yang tidak memperoleh fasilitas) 22% x (Rp 1.200.000.000 / Rp 6.000.000.000) x Rp 610.000.000 = Rp 26.840.000
  3. Total PPh terutang PT Jaya Bersemi adalah hasil penjumlahan PPh terutang dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas dan yang tidak memperoleh fasilitas: Total PPh terutang = Rp 244.000.000 + Rp 26.840.000 = Rp 270.840.000

Penghitungan Kredit PPh

Selanjutnya, kita perlu menghitung total kredit PPh yang sudah dibayar oleh PT Jaya Bersemi:

  1. Total Kredit PPh = Kredit PPh Pasal 22 + Kredit PPh Pasal 23 + Kredit PPh Pasal 25 Total Kredit PPh = Rp 10.000.000 + Rp 20.000.000 + Rp 100.000.000 = Rp 130.000.000

Perhitungan Akhir PPh Badan

Terakhir, kita dapat menghitung perhitungan akhir PPh Badan PT Jaya Bersemi dengan mengurangkan total kredit PPh dari total PPh terutang:

PPh akhir = Total PPh terutang – Total Kredit PPh PPh akhir = Rp 270.840.000 – Rp 130.000.000 = Rp 140.840.000

Jadi, PT Jaya Bersemi memiliki lebih bayar pajak sebesar Rp 140.840.000, yang dapat dikembalikan atau digunakan untuk membayar pajak di tahun-tahun berikutnya.

Contoh Penghitungan PPh Badan Tanpa Fasilitas Pengurangan Tarif Pasal 31E

Sekarang, mari kita lihat contoh kedua, di mana PT Jaya Bersemi tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas pengurangan tarif Pasal 31E.

Dalam contoh ini, PT Jaya Bersemi memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp 60 Miliar pada tahun 2020, dan kami akan mengidentifikasi berbagai beban dan pendapatan yang relevan:

  1. Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bruto sebesar Rp 54 miliar.
  2. Mendapatkan penghasilan lainnya sebesar Rp 500 juta.
  3. Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya sebesar Rp 300 juta.
  4. Kompensasi kerugian fiskal dari tahun sebelumnya sebesar Rp 100 juta.
  5. Kredit PPh Pasal 25 sebesar Rp 500 juta.
  6. Kredit PPh Pasal 22 sebesar Rp 100 juta.
  7. Kredit PPh Pasal 23 sebesar Rp 400 juta.

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak

Langkah-langkah penghitungan penghasilan kena pajak PT Jaya Bersemi dalam contoh ini adalah sebagai berikut:

  1. Menghitung Penghasilan Neto dari Peredaran Bruto: Penghasilan Neto dari Peredaran Bruto = Penghasilan Bruto – Biaya 3M Peredaran Bruto Penghasilan Neto dari Peredaran Bruto = Rp 60.000.000.000 – Rp 54.000.000.000 = Rp 6.000.000.000
  2. Menghitung Penghasilan Neto dari Penghasilan Lainnya: Penghasilan Neto dari Penghasilan Lainnya = Penghasilan Lainnya – Biaya 3M Penghasilan Lainnya Penghasilan Neto dari Penghasilan Lainnya = Rp 500.000.000 – Rp 300.000.000 = Rp 200.000.000
  3. Total Penghasilan Neto = Penghasilan Neto dari Peredaran Bruto + Penghasilan Neto dari Penghasilan Lainnya Total Penghasilan Neto = Rp 6.000.000.000 + Rp 200.000.000 = Rp 6.200.000.000
  4. Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Mengurangkan Kompensasi Kerugian Fiskal: Penghasilan Kena Pajak = Total Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian Fiskal Penghasilan Kena Pajak = Rp 6.200.000.000 – Rp 100.000.000 = Rp 6.100.000.000
BACA JUGA :  KPP Madya Jakarta Timur

Penghitungan PPh Terutang

Selanjutnya, kita akan menghitung PPh terutang PT Jaya Bersemi tanpa fasilitas pengurangan tarif Pasal 31E. Tarif PPh Badan yang berlaku tetap adalah 22%.

  1. Menghitung PPh terutang: Tarif PPh Badan tanpa fasilitas adalah 22%. PPh terutang = 22% x Penghasilan Kena Pajak PPh terutang = 22% x Rp 6.100.000.000 = Rp 1.342.000.000

Penghitungan Kredit PPh

Selanjutnya, kita perlu menghitung total kredit PPh yang sudah dibayar oleh PT Jaya Bersemi:

  1. Total Kredit PPh = Kredit PPh Pasal 22 + Kredit PPh Pasal 23 + Kredit PPh Pasal 25 Total Kredit PPh = Rp 100.000.000 + Rp 400.000.000 + Rp 500.000.000 = Rp 1.000.000.000

Perhitungan Akhir PPh Badan

Terakhir, kita dapat menghitung perhitungan akhir PPh Badan PT Jaya Bersemi dengan mengurangkan total kredit PPh dari total PPh terutang:

PPh akhir = Total PPh terutang – Total Kredit PPh PPh akhir = Rp 1.342.000.000 – Rp 1.000.000.000 = Rp 342.000.000

Dalam hal ini, PT Jaya Bersemi masih harus membayar pajak sebesar Rp 342.000.000. Pajak ini dapat disetorkan dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan kepada otoritas pajak setempat.

Pengisian SPT Tahunan PPh Badan

Setelah mendapatkan nominal PPh kurang bayar atau lebih bayar, wajib pajak badan kemudian dapat menyetorkan dan melaporkan SPT Tahunan PPh Badan kepada otoritas pajak.

Proses pengisian SPT ini dapat dilakukan melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di e-SPT.

Alternatif lainnya, wajib pajak badan juga dapat menggunakan Aplikasi Pajak, penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP) mitra resmi DJP.

Dengan menggunakan aplikasi ini, proses perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak dapat dilakukan dengan lebih efisien dan aman dalam satu platform yang terpusat.

Ini memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka secara tepat waktu.

Kesimpulan

Tarif PPh Badan terbaru di Indonesia mengalami perubahan seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Tarif PPh Badan yang sebelumnya 20% naik menjadi 22% pada tahun 2022.

Penghitungan PPh Badan melibatkan langkah-langkah seperti penghitungan penghasilan kena pajak, penghitungan PPh terutang, dan mengkreditkan pajak-pajak lain yang sudah dibayarkan.

Fasilitas pengurangan tarif juga diberikan kepada badan-badan dengan peredaran bruto dalam rentang Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar, yang memungkinkan mereka mendapatkan tarif lebih rendah sebesar 11%.

Perubahan dalam tarif PPh Badan perlu diperhatikan oleh badan-badan dalam perencanaan keuangan mereka, karena dapat mempengaruhi beban pajak mereka dan kewajiban perpajakan secara keseluruhan.

Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang peraturan perpajakan dan pengelolaan keuangan yang efisien sangat penting bagi badan dalam mematuhi aturan perpajakan dan memaksimalkan efisiensi pajak mereka.

Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!


Putri Ayudhia

Putri Ayudhia

Putri Ayudhia adalah seorang penulis konten SEO dan blogger paruh waktu yang telah bekerja secara profesional selama lebih dari 7 tahun. Dia telah membantu berbagai perusahaan di Indonesia untuk menulis konten yang berkualitas, SEO-friendly, dan relevan dengan bidang HR dan Psikologi. Ayudhia memiliki pengetahuan yang kuat dalam SEO dan penulisan konten. Dia juga memiliki pengetahuan mendalam tentang HR dan Psikologi, yang membantu dia dalam menciptakan konten yang relevan dan berbobot. Dia memiliki keterampilan dalam melakukan riset pasar dan analisis, yang membantu dia dalam menciptakan strategi konten yang efektif.
https://bloghrd.com