Apakah Boleh Ijazah Ditahan Perusahaan, dan bagaimana aturan hukum yang mengatur hal ini? Selengkapnya baca bloghrd.com.
Saat ini, Indonesia tengah dihadapkan dengan permasalahan “klasik”, yakni semakin tingginya angka pengangguran.
Tingginya angka pengangguran berbanding lurus dengan melonjaknya para pencari kerja dari berbagai usia dan level pendidikan.
Mereka berbondong-bondong mengunjungi portal atau situs penyedia lowongan kerja, mendaftar, memasukkan CV serta surat lamaran, mengirimkannya ke perusahaan yang dituju, dan harap-harap cemas menunggu hasilnya.
Ada pula yang melamar pekerjaan dengan cara tradisional, yakni mengirimkan surat lamaran dengan menggunakan pos ke perusahaan yang hendak dituju.
Melambungnya angka pencari kerja ini tentu saja berdampak pada perusahaan-perusahaan yang menyediakan lapangan pekerjaan.
Tidak mustahil sejumlah perusahaan akan membuat kebijakan-kebijakan tertentu dengan para calon pekerja.
Salah satunya adalah dengan cara menahan ijazah asli mereka, dalam rangka mengurangi turn over atau keluar masuknya karyawan di suatu perusahaan.
Latar Belakang Penahanan Ijazah Karyawan
Bisa dikatakan bahwa kini mencari pekerjaan terbilang sulit.
Jika mendapat tawaran untuk bekerja, siapa pun pasti bakal excited, terutama seseorang yang baru memasuki dunia kerja (fresh graduate) dan ingin mencari pengalaman atau seseorang yang benar-benar membutuhkannya.
Hal tersebut tentu tidak dapat dilewatkan begitu saja. Namun, terkadang sikap antusias dan semangat inilah yang membuat orang-orang lengah dan rela menggadaikan ijazahnya tanpa berpikir panjang demi mendapatkan pekerjaan.
Seperti yang diketahui, ijazah merupakan surat tanda tamat belajar yang secara resmi diberikan oleh instansi pendidikan.
Selain CV, surat lamaran, dan portofolio, ijazah merupakan suatu hal yang sangat krusial jika ingin melamar pekerjaan.
Ijazah memiliki kekuatan dan nilai yang tinggi, karena merupakan naskah yang otentik.
Banyak sekali perusahaan-perusahaan yang menggunakan kebijakan tertentu untuk menahan ijazah asli karyawan.
Pada awalnya, para calon karyawan akan diminta untuk meneken kontrak yang isinya kurang lebih menyatakan bahwa karyawan tidak boleh mengundurkankan diri sebelum masa kontrak kerja berakhir, maka dari itu ijazah mereka ditahan dengan dalih sebagai “jaminan”.
Lalu, karyawan diminta membayar penalti dengan jumlah yang tidak sedikit apabila memutuskan untuk resign.
Sedikit banyaknya hal ini merugikan para pekerja, karena proses untuk mereka resign seolah dipersulit perusahaan.
Bagaimana jika lingkungan kerja di tempat itu memang tidak membuat mereka nyaman?
Segala sesuatu pasti ada sebabnya, seperti kata pepatah “tidak ada asap tanpa api”.
Sebenarnya apakah yang melatarbelakangi perusahaan melakukan penahanan ijazah terhadap karyawan ini?
Setelah ditelusuri lebih dalam, ada hal-hal yang menyebabkan perusahaan menahan ijazah karyawan.
Salah satunya adalah karyawan cenderung tidak patuh terhadap kontrak.
Sebagai contoh. Ada seorang karyawan bernama Dini yang bekerja di sebuah perusahaan konsultan dengan posisi sebagai Junior Associate.
Sebelum mulai bekerja, Dini diminta menandatangani kontrak kerja dengan masa kerja selama satu tahun.
Namun, belum ada tiga bulan, Dini sudah menyatakan ingin resign karena ternyata telah menemukan tempat kerja yang lebih baik.
Dalam kasus ini, pihak perusahaan merasa telah dirugikan oleh Dini.
Rugi dalam arti, jika Dini keluar, otomatis pekerjaan yang sebelumnya di-handle oleh Dini jadi terbengkalai, yang mengakibatkan kegiatan operasional perusahaan terhambat.
Sedangkan untuk mencari penggantinya, tidak semudah yang dibayangkan. Semuanya harus dimulai dari nol lagi.
Ketidakpatuhan karyawan terhadap kontrak atau perjanjian kerja itulah yang menyebabkan perusahaan memilih menetapkan kebijakan untuk menahan ijazah asli karyawan.
Bolehkah Penahanan Ijazah Dilakukan oleh Perusahaan?
Terlepas dari alasan yang melatarbelakanginya, apakah boleh perusahaan menahan ijazah asli karyawan?
Bila merujuk pada Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak ada pasal yang menyebutkan bahwa penahanan ijazah asli karyawan oleh perusahaan diperbolehkan.
Namun, dalam UU yang sama di Pasal 52 ayat 1-3, dijelaskan bahwa ada beberapa hal yang mendasari penyusunan perjanjian kerja, yakni:
- Perjanjian kerja dibuat atas dasar: (a) Kesepakatan kedua belah pihak, (b) Kemampuan atau kecapakan melakukan perbuatan hukum, (c) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, (d) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
- Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Jadi, sebenarnya penahanan ijazah ini tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan, melainkan merupakan sebuah kebijakan yang dibuat masing-masing perusahaan.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, perjanjian haruslah dibuat berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Dengan kata lain, kedua pihak memiliki kebebasan dan berhak menolak atau menyetujui kesepakatan itu, tanpa adanya paksaan.
Jika salah satu pihak ada yang keberatan, maka perjanjian tersebut tidak dapat dilakukan.
Hal itu sejalan dengan KUH Perdata Pasal 1321, 1323, 1324 dan 1325 mengenai perjanjian kerja sebagai berikut:
- Pasal 1321, “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”
- Pasal 1323, “Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian itu telah dibuat.”
- Pasal 1324, “Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waku dekat. Dalam pertimbangan hal tersebut harus diperhatikan usia, jenis kelamin dan kedudukan orang bersangkutan.”
- Pasal 1325, “Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah.”
Jadi, apabila salah satu pihak tetap memaksakan perjanjian meski pihak lainnya tidak setuju, maka itu perbuatan yang melanggar hukum dan dapat dipidanakan.
Cara Menghindari Penahanan Ijazah
Bagi para jobseeker, terutama fresh graduate yang masih memiliki secuil pengalaman dalam mencari pekerjaan, waspada dan bijaksana dalam menyikapi kebijakan-kebijakan yang diberikan oleh perusahaan merupakan hal yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Ketika menandatangani surat perjanjian kerja, Anda harus cermat dalam membaca seluruh poin-poin yang tercantum di sana, jangan sampai ada yang terlewat.
Lihat apakah ada situasi yang kira-kira memberatkan Anda dan berisiko tinggi, seperti penahanan ijazah.
Jika ada, maka keputusan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan kesepakatan ada di tangan Anda.
Selain itu, Anda juga harus membiasakan diri dengan bersikap kritis.
Dalam situasi-situasi tertentu, sikap kritis sangat diperlukan.
Tanya apa pun yang ingin Anda tanyakan mengenai seluk-beluk perusahaan.
Jangan sampai kelalaian Anda membuahkan penyesalan di kemudian hari. Pikirkan dengan matang semua akibat yang akan Anda terima nanti.
Lebih baik menghindari sebelum kemungkinan-kemungkinan buruk tersebut terlanjur terjadi.
Demikianlah penjelasan singkat seputar ketentuan penahanan ijazah karyawan oleh perusahaan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tidak ada aturan baku terkait penahanan ijazah karyawan oleh perusahaan.
Oleh sebab itu, baik perusahaan maupun karyawan, harus bijak dalam memberikan dan mengambil keputusan terkait perjanjian yang menjadi landasan penahanan ijazah.
Selain itu, kedua pihak juga harus mengkomunikasikan hal-hal yang dapat memicu konflik atau perdebatan, guna mengurangi konflik pada bagian internal perusahaan.