Perusahaan wajib menyisihkan dana cadangan untuk menutupi kemungkinan kerugian yang dialami di masa mendatang. Rupanya, terdapat rumus dan penghitungan tersendiri untuk menentukan besaran dana cadangan ini. Bagaimana cara menghitungnya? Mari membahasnya lebih lengkap di artikel ini.
Daftar Isi
Dana Cadangan
Bagi pelaku usaha, menjalankan usaha tidak hanya mengharapkan datangnya keuntungan dan keberhasilan, tetapi juga bersiap diri ketika menghadapi risiko buruk, salah satunya kerugian usaha. Oleh karena itu, perusahaan, khususnya perseroan terbatas, wajib menyisihkan dana cadangan.
Hal ini pun tertuang dalam Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang kemudian diubah oleh UU Nomor 11 Tahun 2020 (UU Cipta Kerja):
“PT wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk dana cadangan wajib. Laba bersih ini adalah keuntungan tahun berjalan setelah dikurangi pajak.”
Maka, perusahaan, dalam hal ini perseroan terbatas, harus menyisihkan dana cadangan dari laba bersih tahun berjalan.
Jenis Dana Cadangan
Dana cadangan terbagi menjadi 2, yaitu dana cadangan wajib dan dana cadangan lainnya.
Cadangan wajib adalah jumlah tertentu yang wajib disisihkan setiap tahun buku, yang digunakan untuk menutup kemungkinan kerugian perusahaan di masa mendatang.
Bentuk dana ini tidak harus dalam uang tunai, tetapi dapat berupa aset lainnya yang mudah dicairkan dan tidak daapt dibagikan sebagai dividen.
Sedangkan cadangan lainnya merupakan cadangan di luar cadangan wajib. Umumnya, dana ini digunakan untuk berbagai keperluan perusahaan, misalnya pembagian dividen, sumbangan sosial, perluasan usaha, dan sebagainya.
Kewajiban Penyisihan Cadangan Wajib
Meski wajib, ada situasi di mana perseroan terbatas tidak harus menyisihkan dana cadangan. Yaitu, ketika perusahaan tidak memiliki saldo laba yang positif.
Saldo laba yang positif adalah laba bersih perusahaan dalam tahun buku berjalan telah menutup akumulasi kerugian perusahaan dari tahun buku sebelumnya.
Sebab, penyisihan laba bersih dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor. Jika cadangan wajib tidak mencapai persentase tersebut, dana tersebut hanya boleh digunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat ditutup oleh cadangan lainnya.
Jadi jika perusahaan belum menghasilkan laba positif dari laporan keuangannya, tidak wajib untuk menyisihkan cadangan wajib.
Namun jika perusahaan sudah dapat menghasilkan laba positif, wajib baginya untuk menyisihkan cadangan wajib.
Rumus Penghitungan Cadangan Wajib
Berdasarkan penjelasan pada paragraf sebelumnya, rumus penghitungan cadangan wajib adalah:
Cadangan Wajib= 20% x Modal
Ingat bahwa penyisihan ini dilakukan ketika perusahaan menghasilkan laba positif, serta cadangan wajib belum mencapai 20% dari modal yang ditempatkan dan disetor.
Pembagian Dividen
Bicara tentang cadangan wajib, tidak lepas dari membahas dividen. Sebab, salah satu syarat pembagian dividen adalah perusahaan memiliki cadangan wajib. Berikut ini adalah syarat dalam pembagian dividen.
1. Memiliki Laba Bersih
Laba bersih adalah seluruh jumlah laba bersih dari tahun buku setelah dikurangi akumulasi kerugian perseroan dari tahun buku sebelumnya.
2. Memiliki Saldo Laba Positif
Perusahaan hanya boleh membagikan dividen jika memiliki saldo laba positif. Jika tidak, perusahaan tidak dapat membagikan dividen karena masih memiliki saldo negatif.
3. Memiliki Cadangan Wajib
Perusahaan setidaknya memiliki cadangan wajib sebesar 20% dari jumlah modal yang ditempatkan atau disetor.
4. RUPS Memutuskan Pembagian Dividen
Setelah dikurangi penyisihan cadangan wajib, seluruh laba bersih dibagikan kepada pemegang saham, kecuali jika ditentukan lain dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Ini karena setiap perseroan terbatas memiliki prioritas yang berbeda dalam pembiayaan. Jadi, akan menjadi kebijakan tiap perusahaan untuk menentukan persentase dana yang dialokasikan utnuk dividen atas sisa laba bersih tersebut.
Jika semua persyaratan sudah dipenuhi, perusahaan dapat melakukan pembagian dividen, dengan rumus penghitungann sebagai berikut:
Dividen= Laba bersih-dana cadangan
Baca Juga: Bagaimana Pencatatan Jurnal Pembagian Dividen? Simak Penjelasannya di Sini
Dana Cadangan dalam Pajak
Dalam penghitungan pajak penghasilan badan, dana cadangan menimbulkan koreksi fiskal positif. Upaya ini tidak salah karena sudah diberi pengecualian dalam UU PPh yang mengizinkan pembentukan dana ini. Tertuang dalam undang-undang bahwa dana cadangan piutang tak tertagih boleh menjadi pengurang penghasilan bruto.
Tidak hanya itu, ada beberapa cadangan lain yang diperbolehkan menjadi pengurang biaya bruto, di antaranya:
- Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
- Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
- Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
- Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
- Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
- Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri.
Ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Baca Juga: Apa Saja Deductible Expense dalam SPT Tahunan PPh Badan? Cari Tahu di Sini!
Kesimpulan
Demikian pembahasan mengenai dana cadangan. Perseroan terbatas perlu menyisihkan cadangan wajib guna menghadapi kemungkinan kerugian di masa mendatang. Namun, ini hanya boleh dilakukan jika perusahaan memiliki saldo laba positif. Jika tidak, perusahaan tidak diwajibkan untuk menyisihkan cadangan wajib.
Cadangan wajib juga dapat menjadi pengurang biaya bruto pada penghitungan pajak, yang menyebabkan koreksi fiskal negatif, salah satunya adalah dana cadangan piutang tak tertagih.
Berbicara mengenai pengurang biaya bruto, maka tidak lepas dari pelaporan pajak penghasilan tahunan badan. Meski mulai dilakukan pada awal tahun berikutnya hingga tanggal 30 April tahun berikutnya, tidak ada salahnya untuk mempersiapkan laporan-laporan keuangan dengan rapi untuk mempermudah proses pelaporan pajak nanti.
Guna memperlancar proses pelaporan pajak perusahaan, gunakan aplikasi perpajakan seperti Aplikasi Pajak. Sebagai mitra resmi DJP, Aplikasi Pajak menghadirkan berbagai macam layanan dan fitur untuk mempermudah perusahaan dalam menjalankan kepatuhan pajak.
Tidak hanya itu, Aplikasi Pajak juga membantu mengoptimasi proses bisnis dan memaksimalkan kinerja modal usaha untuk mengembangkan perusahaan. Bagaimana caranya? Daftar sekarang untuk mempelajari lebih lanjut, klik di sini.
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!