Pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara yang sangat penting untuk mendukung berbagai program dan kebijakan pemerintah. Pemerintah Indonesia telah mengembangkan berbagai jenis pajak untuk mengenakan kewajiban perpajakan pada wajib pajak (WP). Salah satu jenis pajak yang akan kita bahas dalam tulisan ini adalah Pajak Penghasilan (PPh) final. PPh final adalah salah satu aspek yang cukup penting dalam sistem perpajakan Indonesia.
Daftar Isi
Apa Itu Pengertian Pajak Final?
Pajak final, atau sering disebut PPh final, adalah jenis pajak yang dikenakan langsung pada saat wajib pajak (WP) menerima penghasilan. Pajak ini biasanya langsung disetorkan oleh WP, yang dalam beberapa kasus dapat diambil atau dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan kepada WP.
Pajak Penghasilan final memiliki beberapa karakteristik yang penting:
Penetapan Tarif Tertentu
Pajak Penghasilan final memiliki tarif pajak yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Tarif ini berlaku secara umum untuk jenis penghasilan tertentu yang termasuk dalam kategori PPh final.
Penyetoran yang Langsung
Pajak Penghasilan final harus disetorkan oleh WP pada saat penghasilan diterima. Ini berarti WP tidak perlu menunggu hingga akhir tahun pajak untuk melaporkan dan membayar pajaknya.
Tidak Masuk dalam SPT Tahunan
Pajak Penghasilan final tidak lagi diperhitungkan dalam pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan meskipun nantinya tetap harus dilaporkan. Ini berarti bahwa, meskipun WP tidak perlu membayar pajak tambahan saat mengisi SPT tahunan, WP masih harus melaporkan jenis penghasilan yang masuk dalam kategori Pajak Penghasilan final.
Alasan Pemisahan PPh Menjadi PPh Final dan Non-Final
Anda mungkin bertanya-tanya mengapa pemerintah memutuskan untuk membedakan antara PPh final dan PPh non-final. Pemisahan ini bukan semata-mata untuk mempersulit wajib pajak, melainkan ada beberapa pertimbangan mendasar yang menjadi dasar penerapan pajak final. Berikut adalah dua pertimbangan utama:
- Penyederhanaan Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha: Pajak Penghasilan final diterapkan untuk penghasilan dari beberapa jenis usaha tertentu. Dengan adanya Pajak Penghasilan final, pengenaan pajak atas penghasilan tersebut menjadi lebih sederhana dan langsung. WP tidak perlu lagi menghitung pajak berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan biaya-biaya lain yang terkait. Ini mengurangi kompleksitas perpajakan dan memudahkan WP untuk menghitung dan membayar pajaknya.
- Memudahkan serta Mengurangi Beban Administrasi bagi Wajib Pajak: Pajak Penghasilan final juga diterapkan untuk mengurangi beban administrasi bagi WP. Dalam sistem Pajak Penghasilan final, WP hanya perlu fokus pada pembayaran pajak atas jenis penghasilan tertentu tanpa perlu menghitung dan melaporkan pajak yang lebih kompleks. Hal ini membantu usaha kecil dan menengah (UKM) serta individu dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dengan lebih mudah.
Perbedaan antara PPh Final dan PPh Non-Final
Untuk lebih memahami perbedaan antara PPh final dan PPh non-final, mari kita bahas beberapa poin penting:
1. Berbeda dalam Sistem Perhitungan
PPh final dihitung langsung sebagai satu kesatuan tanpa dikaitkan dengan perhitungan penghasilan lainnya. Ini berarti bahwa WP hanya perlu menghitung pajak berdasarkan penghasilan yang masuk dalam kategori Pajak Penghasilan final dan membayar jumlah yang sesuai dengan tarif pajak yang berlaku.
Sementara itu, PPh non-final dihitung dari penghasilan bruto ditambah biaya-biaya lain seperti biaya perolehan, pemeliharaan, dan penagihan. Jadi, jika penghasilan yang didapat termasuk dalam kategori Pajak Penghasilan final, maka penghasilan tersebut tidak perlu dihitung lagi untuk mengetahui berapa pajak yang terutang.
2. Jenis Penghasilan yang Dikenakan Pajak Final
Pajak Penghasilan final diterapkan pada beberapa jenis penghasilan tertentu yang termasuk dalam kategori PPh final. Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, berikut adalah beberapa jenis penghasilan yang termasuk dalam PPh final:
- Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan.
- Penghasilan dari bunga obligasi.
- Penghasilan dari hadiah undian.
- Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.
- Penghasilan dari usaha jasa konstruksi.
- Penghasilan dari sewa tanah dan bangunan.
- Penghasilan dari perusahaan pelayaran Indonesia.
- Penghasilan dari wajib pajak luar negeri yang memiliki kantor perwakilan di Indonesia.
- Penghasilan neto fiskal.
Dalam kasus-kasus ini, tarif pajak yang berlaku adalah tarif umum progresif yang tercantum dalam pasal 17 UU PPh.
3. Perbedaan dalam Waktu Penyetoran
Perbedaan utama antara PPh final dan PPh non-final terletak pada waktu penyetoran pajak. PadaPajak Penghasilan final, jumlah pajak yang dipotong oleh pihak lain atau dibayar sendiri oleh WP dapat dikreditkan pada SPT tahunan.
Ini berarti WP tidak perlu menunggu hingga akhir tahun pajak untuk melaporkan dan membayar pajaknya. Sebaliknya, pada PPh non-final, kewajiban pajak baru bisa ditunaikan saat WP menyetor dan melaporkan SPT tahunan.
Transaksi PPh non-final dianggap lunas saat WP selesai melakukan perhitungan pajak akhir tahun. Ini memungkinkan WP untuk mempertimbangkan penghasilan, biaya, dan kredit pajak sepanjang tahun pajak dan menghitung kewajiban pajak yang tepat pada akhir tahun.
Contoh Kasus
Untuk memberikan pemahaman yang lebih konkret, mari kita lihat contoh kasus berikut:
Pak Jaya memiliki sebuah rumah yang disewakan untuk indekos. Setiap bulan, Pak Jaya mendapatkan penghasilan sebesar Rp2 juta dari sewa tersebut. Saat menerima pembayaran, Pak Jaya langsung memotong pajak sebesar 0,5% dari penghasilan tersebut dan menyetorkannya melalui Aplikasi Pajak.
Karena penghasilan dari sewa indekos termasuk dalam kategori Pajak Penghasilan final, Pak Jaya tidak perlu lagi mencantumkan penghasilan tersebut dalam SPT tahunan. Namun, dia tetap harus melaporkan setoran PPh finalnya sebagai bagian dari kelengkapan administrasi perpajakan.
Selain menyewakan kamar, Pak Jaya juga bekerja sebagai pemandu perjalanan (tour guide) untuk sebuah perusahaan tour & travel. Dari pekerjaan ini, Pak Jaya menerima gaji sebesar Rp6.100.000 setiap bulan.
Ketika mengisi laporan SPT tahunan, Pak Jaya masih harus mencantumkan penghasilannya sebagai pemandu perjalanan karena penghasilan tersebut termasuk dalam PPh pasal 21 yang masuk dalam kategori PPh non-final. Dalam hal ini, penghasilan yang tidak termasuk dalam Pajak Penghasilan final harus dihitung dan dilaporkan sebagai bagian dari kewajiban pajak tahunan Pak Jaya.
Meskipun Pajak Penghasilan final terlihat lebih praktis, semua jenis pajak memiliki beban kewajiban yang sama. Proses pembayaran pajak bisa dilakukan dengan berbagai metode, baik konvensional dengan mendatangi bank atau kantor pos persepsi maupun secara online melalui aplikasi e-billing.
Jika Anda merasa kesulitan untuk menghitung, membayar, atau melaporkan pajak final, Anda dapat memanfaatkan aplikasi Aplikasi Pajak yang tersedia untuk memudahkan proses perpajakan Anda.
Kesimpulan
Pajak Penghasilan final adalah instrumen penting dalam sistem perpajakan Indonesia. Sistem ini memungkinkan WP untuk membayar pajak dengan lebih sederhana dan langsung pada saat penghasilan diterima. WP tidak perlu lagi khawatir tentang perhitungan pajak yang rumit atau menunggu hingga akhir tahun untuk membayar pajaknya.
Meskipun ada perbedaan antara PPh final dan PPh non-final, keduanya memiliki peran yang penting dalam mendukung pendapatan negara dan berbagai program pemerintah. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang kedua jenis pajak ini sangat diperlukan agar WP dapat memenuhi kewajiban perpajakannya dengan tepat waktu dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!