Bagaimana peraturan cuti umrah untuk karyawan muslim yang sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan?
Bloghrd.com akan mengulasnya secara lengkap pada artikel ini.
Berbicara tentang karyawan, tidak terlepas dari hak-hak yang dimiliki oleh karyawan itu sendiri.
Secara garis besar, hak merupakan sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai kedudukan atau status seseorang.
Bila digabungkan dengan karyawan dalam konsep hubungan industrial, hak karyawan adalah apa yang harus diberikan kepada karyawan dari perusahaan sebagai kedudukan dan statusnya sebagai karyawan.
Hak karyawan bisa berupa hak untuk mendapatkan gaji atau upah, hak untuk bisa mendapatkan waktu istirahat atau biasa disebut cuti, dan hak untuk mendapatkan surat keterangan bahwa benar karyawan tersebut bekerja atau pernah bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Namun, dibalik semua hak karyawan yang harus dipenuhi perusahaan tempat ia bekerja, ada hak-hak dasar yang dimiliki oleh karyawan sebagai manusia.
Hak inilah yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia atau HAM.
Salah satu hal penting dari HAM sendiri adalah kebebasan beragama yang artinya setiap manusia memiliki hak untuk memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing.
Hal ini tentu juga berlaku bagi karyawan sehingga perusahaan tidak boleh melakukan kegiatan menghalang-halangi segala sesuatu yang berkaitan dengan kebebasan beragama tersebut.
Salah satunya adalah kegiatan ibadah umrah bagi karyawan muslim juga diatur oleh undang undang.
Berdasarkan pada Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa:
“Ibadah Umrah adalah berkunjung ke Baitullah di luar musim haji dengan niat melaksana kan umrah yang dilanjutkan dengan melakukan tawaf, sai, dan tahalul”
Biasanya ibadah umrah sendiri membutuhkan waktu 9 sampai 12 hari dari awal hingga selesai tergantung kepada paket perjalanan yang di ambil.
Lalu bagaimana bila waktu ibadah umroh jatuh pada hari kerja?
Apakah karyawan bisa mengajukan cuti?
Dan bagaimana ketentuannya secara lebih jelas?
Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Sebelum menjawab hal tersebut, pertama kita akan membahas mengenai pengertian daripada Hak Asasi Manusia atau HAM.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 disebutkan:
“Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta pelindungan harkat dan martabat manusia”
Sedangkan menurut John Locke, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati sehingga tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya dan hak ini bersifat sangat mendasar bagi kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Hak Asasi Manusia atau HAM adalah hak-hak mendasar yang dimiliki manusia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa karena ia adalah manusia dimana hak ini tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.
Jenis-jenis Hak Asasi Manusia (HAM)
Setelah memahami tentang pengertian dari HAM, berikutnya kita akan membahas mengenai jenis-jenis dari HAM itu sendiri. Secara garis besar, HAM dibagi menjadi lima jenis yaitu:
Hak Asasi Pribadi
Yang pertama adalah Hak Asasi Pribadi yang berarti hak-hak peribadi yang telah dimiliki pada setiap manusia seperti hak untuk hidup, kebebasan untuk memeluk agama, kebebasan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, dan lain sebagainya.
Hak Asasi Ekonomi
Yang berikutnya adalah Hak Asasi Ekonomi dimana artinya adalah hak-hak yang dimiliki seseorang untuk memiliki suatu barang, menjualnya, memanfaatkan nilai barang tersebut, dan hak untuk berusaha dalam tujuannya memperoleh kehidupan yang layak. Barang yang di maksud adalah seperti rumah, tanah, mobil, dan perlengkapan rumah.
Hak Asasi dalam Hukum dan Pemerintahan
Yang ketiga dari jenis HAM adalah Hak Asasi Hukum dan Pemerintahan. Yang dimaksud dengan Hak Asasi dalam hukum dan pemerintahan adalah hak-hak yang dimiliki setiap manusia untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, seperti mendapatkan perlindungan hukum.
Hak Asasi Politik
Keempat adalah Hak Asasi Politik dimana hal ini berarti setiap manusia memiliki hak untuk memilih atau juga dipilih dalam pemilihan umum, mendirikan organisasi, memasuki organisasi sosial politik, kebebasan untuk berpolitik, dan juga bebas melaksanakan suatu kegiatan politik.
Hak Asasi Sosial Budaya
Yang terakhir adalah Hak Asasi Sosial Budaya, hal ini berarti setiap manusia berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak, memperoleh pelayanan sosial, pelayanan kesehatan, dan kebebasan untuk dapat bersosialisasi dengan manusia lainnya.
Ketetapan Cuti Umrah Karyawan
Setelah mengetahui tentang pengertian dari Hak Asasi Manusia dan jenis-jenisnya, pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai ketentuan cuti umrah karyawan sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku.
Menilik pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat (2) huruf 3 yang menyebutkan bahwa perusahaan atau pengusaha harus tetap membayar upah/gaji karyawan yang tidak dapat bekerja karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
Sehingga ketentuan tersebut mengizinkan karyawan tidak masuk kerja dan melakukan pekerjaannya karena suatu sebab tertentu, tetapi tetap mendapatkan upah/gaji.
Selanjutnya, hak ini diperkuat oleh PP Pengupahan No 78 Tahun 2015 Pasal 28 yang berbunyi:
“Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh yang tidak masuk kerja atau tidak melakukan pekerjaanya karena menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan oleh agamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf b, sebesar upah yang diterima oleh pekerja/buruh dengan ketentuan hanya sekali selama pekerja/buruh bekerja di perusahaan yang bersangkutan”
Yang dimaksud dengan ibadah yang diperintahkan agama adalah ibadah yang memenuhi dua syarat yaitu ibadah wajib dan pelaksanaannya diatur peraturan perundang-undangan. Dan berdasarkan ulama mazhab Syafii dan Hambali berpendapat bahwa umrah adalah ibadah wajib bagi umat muslim yang belum pernah menjalankannya.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan wajib memberikan izin bagi karyawannya yang akan pergi untuk melaksanakan ibadah umrah sesuai dengan ketentuan Pasal 93 ayat (2) yang telah dijelaskan diatas.
Meskipun begitu, penting bagi perusahaan untuk membuat ketetapan atau aturan mengenai lama waktu cuti yang bisa diambil karyawan dengan tujuan melakukan ibadah umrah. Khususnya bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, dimana masyarakatnya mayoritas adalah muslim.
Hal ini sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat (5) yang menyatakan peraturan pelaksanaan mengenai cuti kerja karyawan ditetapkan di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang disepakati kedua belah pihak baik karyawan maupun perusahaan.
Contohnya adalah pada peraturan perusahaan sudah ditetapkan bahwa cuti kerja maksimal yang bisa diambil karyawan dengan tujuan menunaikan ibadah umrah adalah sebanyak 10 hari, bila ada karyawan yang mengambil paket perjalanan umrah selama 12 hari maka ia wajib menambah izin cutinya 2 hari dengan memotong cuti tahunan yang belum diambil.
Itulah informasi mengenai ketentuan pemberian cuti karyawan yang hendak melaksanakan ibadah umrah sebagai bagian dari pemenuhan Hak Asasi Manusia yang harus didukung oleh perusahaan.
Semoga informasi ini dapat menambah pengetahuan Anda mengenai ketentuan yang berlaku mengenai pelaksanaan ibadah umrah bagi karyawan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.