Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan seluruh pekerja atau karyawan di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kebijakan ini sering pula disebut dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan atau UU Ketenagakerjaan.
Di dalam UU Ketenagakerjaan, telah dibahas lengkap tentang seluruh kewajiban perusahaan terhadap karyawan.
Tidak ketinggalan, hak-hak apa saja yang didapatkan oleh karyawan.
Tujuannya tentu saja agar karyawan Indonesia memiliki kesejahteraan yang terjamin.
Sayangnya, hal ini belum sepenuhnya terwujud di Indonesia.
Hal ini karena masih banyak perusahan dan karyawan yang tidak mengetahui tentang UU Ketenagakerjaan ini.
Berikut ini adalah panduan yang dapat membantu Anda untuk membekali diri tentang UU Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.
Daftar Isi
Tentang Status Karyawan
Kontrak Kerja atau Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan maupun tertulis.
Perjanjian ini dapat digunakan untuk waktu tertentu maupun untuk waktu yang tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak, serta kewajiban pekerja dan perusahaan.
Dalam kontrak kerja tersebut, pekerja dapat mengetahui status kerja.
Status kerja ini telah diatur dalam UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Status Pekerja Berdasarkan Waktu Berakhirnya
- Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.
Pekerja dianggap sebagai PKWT apabila kontrak kerja tidak lebih dari 3 (tiga) tahun dan tidak ada masa percobaan kerja (probation).
- Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap atau biasa disebut karyawan tetap.
Pada PKWTT dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja (probation) dengan waktu paling lama 3 (tiga) bulan, bila ada yang mengatur lebih dari 3 bulan, maka berdasarkan aturan hukum, sejak bulan keempat, pekerja dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT).
Status Berdasarkan Selesainya Sebuah Pekerjaan
Selain dari status pekerja berdasarkan waktu berakhirnya, ada juga pekerja harian lepas (freelancer) dan outsourcing:
- Harian Lepas (freelancer)
Pekerja harian lepas diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.100 tahun 2004. Pada perjanjian kerja harian lepas berlaku beberapa ketentuan:
- Perjanjian kerja harian lepas hanya untuk pekerjaan tertentu yang memiliki waktu dan volume pekerjaan yang berubah-ubah, serta upah yang didasarkan pada waktu, volume pekerjaan, dan kehadiran pekerja dalam satu hari.
- Perjanjian kerja harian lepas berlaku dengan ketentuan pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 (satu) bulan. Jika pekerja bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, maka status pekerja berubah menjadi PKWT.
- Outsourcing
Status kerja outsourcing artinya pekerja tidak berasal dari rekrutmen perusahaan, melainkan perusahaan meminta pihak ketiga sebagai perusahaan penyedia tenaga kerja untuk mengirimkan pekerjanya sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Sehingga, perjanjian kerja dilakukan oleh perusahaan dan pihak ketiga tersebut. Ketentuan terkait status kerja outsourcing diatur dalam Undang-Undang No.13 Pasal 59 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Tentang Struktur Pengupahan
Pasal 88 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2013 mengatakan bahwa setiap karyawan/pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka secara layak dari segi kemanusiaan.
Dalam menyusun struktur dan skala upah, pengusaha perlu mempertimbangkan golongan, masa kerja, jabatan, pendidikan, dan kompetensi bekerja.
Idealnya, berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan, komponen struktur skala upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap.
Jumlah upah pokok minimal sebesar 75% dari total jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
Jika perusahaan telat membayar upah, akan dikenai denda sesuai persentase tertentu dari upah karyawan.
Penghitungan gaji sendiri pada praktiknya biasa dilakukan bersamaan dengan berbagai macam komponen kompensasi dan benefit, misalnya tunjangan kehadiran, upah lembur, BPJS, potongan untuk cicilan kasbon, dan lain-lain.
Berdasarkan UU Ketenagakerjaan, upah tidak diberikan jika karyawan tidak melakukan pekerjaannya.
Ada beberapa kondisi di mana perusahaan tetap wajib menggaji karyawan yang tidak bekerja. Kondisi-kondisi tersebut di antaranya:
- Karyawan sakit;
- Karyawati sakit karena haid pada hari pertama dan kedua;
- Karyawan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran, suami/ isteri/ anak/ menantu/ orang tua/ mertua/ anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
- Sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
- Karyawan menjalankan ibadah agamanya;
- Karyawan telah bersedia melakukan pekerjaan yang dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
- Karyawan melaksanakan hak istirahat;
- Karyawan melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha;
- Karyawan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
Selengkapnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur soal pengupahan dalam sebelas pasal, yaitu Pasal 88 sampai dengan Pasal 98.
Tentang Lembur Karyawan
Selain upah bulanan, perusahaan atau pengusaha juga wajib membayar upah kerja lembur jika mempekerjakan karyawan melebihi waktu kerja yang ditentukan Undang-Undang.
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa penghitungan upah lembur sejam adalah 1/173 dikali upah sebulan (gaji pokok dan tunjangan tetap).
Berikut ketentuan penghitungannya:
Jika lembur dilakukan pada hari kerja:
- Upah kerja lembur pertama dibayar 1,5 kali upah per jam
- Pada setiap jam kerja lembur berikutnya, dibayar 2 kali upah per jam
Jika lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari libur untuk 5 hari kerja:
- Upah kerja lembur untuk 8 jam pertama dibayar 2 kali upah per jam
- Upah kerja lembur untuk jam ke-9 dibayar 3 kali upah per jam
- Pada jam kerja lembur ke-10 dan ke-11, dibayar 4 kali upah per jam
Jika lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari libur untuk 6 hari kerja:
- Upah kerja lembur untuk 5 jam pertama dibayar 2 kali upah per jam
- Upah kerja lembur untuk jam ke-6 dibayar 3 kali upah per jam
- Pada jam ker ja lembur ke-7 dan ke-8, dibayar 4 kali upah per jam
Tentang Cuti dan Istirahat
Dengan berkembangnya teknologi saat ini, cuti dapat diajukan secara online melalui software HR.
Namun sebelumnya, seperti apa aturan cuti dan jam istirahat itu sendiri di Indonesia?
- Istirahat antara jam kerja, minimal 30 menit setelah bekerja selama empat jam terus menerus. Waktu istirahat ini tidak dihitung sebagai jam kerja;
- Istirahat mingguan yang terdiri dari satu hari untuk enam hari kerja per minggu, atau dua hari untuk lima hari kerja per minggu;
- Cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah karyawan bekerja selama 12 bulan terus menerus;
- Istirahat panjang untuk karyawan yang telah bekerja selama enam tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama. Total waktu yang dapat digunakan untuk istirahat panjang minimal dua bulan. Selanjutnya, hal yang sama berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja enam tahun.
Tentang Hak Karyawan Perempuan
Terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang hak-hak khusus untuk karyawan perempuan, di antaranya:
- Pasal 81, tentang hak bagi karyawan perempuan yang merasakan sakit untuk tidak bekerja pada hari pertama dan kedua masa haid;
- Pasal 82 ayat 1, tentang waktu istirahat untuk karyawan perempuan yang melahirkan;
- Pasal 82 ayat 2, tentang hak waktu istirahat bagi karyawati yang mengalami keguguran;
- Pasal 83, tentang kesempatan bagi karyawati menyusui anaknya.
Hak Lain yang Dimiliki oleh Karyawan
Selain berbagai kebijakan kerja di atas, UU Ketenagakerjaan juga mengatur hak-hak lain yang bisa didapatkan oleh karyawan, di antaranya:
- Pasal 6 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2013. Tentang hak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi (tanpa memandang ras, agama, suku, jenis kelamin, keturunan, warna kulit, dan aliran politik) dari pengusaha
- Pasal 11 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2013. Tentang hak meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan melalui pelatihan kerja;
- Pasal 31 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2013. Tentang hak untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau luar negeri;
- Pasal 80 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2013. Tentang hak melaksanakan ibadah yang diwajibkan agamanya;
- Pasal 86 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2013. Tentang hak perlindungan kerja berupa keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai-nilai agama;
- Pasal 99 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2013. Tentang hak mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja, dalam hal ini BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan;
- Pasal 138 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2013. Tentang hak melakukan mogok kerja, yang sudah ada syarat dan ketentuan yang harus dipatuhi.
- Pasal 156 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2013. Tentang hak mendapatkan uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja serta uang penggantian hak apabila karyawan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Mengurus hak-hak karyawan yang sesuai UU tidaklah semudah yang dibayangkan.
Agar lebih mudah, Anda bisa menggunakan teknologi software khusus untuk HR.
Fitur software HR tersebut akan mampu mengintegrasikan seluruh data karyawan secara otomatis, mulai dari mengirim slip gaji hingga lapor PPh 21 online ke kantor pajak.