Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat vital. Untuk memastikan bahwa semua warga negara dan badan usaha memenuhi kewajiban perpajakan mereka, pemerintah memiliki berbagai instrumen, salah satunya adalah Surat Tagihan Pajak (STP). Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 STP adalah instrumen yang digunakan oleh otoritas pajak untuk memberikan peringatan kepada wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam artikel ini, kita akan menguraikan lebih detail tentang apa itu Surat Tagihan Pajak, syarat diterbitkannya, fungsi, sanksi yang mungkin diterapkan, nomor kohir dalam STP, dan cara melunasi STP.
Daftar Isi
Apa Itu Surat Tagihan Pajak (STP)?
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah dokumen resmi yang digunakan oleh otoritas pajak untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa denda atau bunga kepada wajib pajak. STP memiliki fungsi penting dalam sistem perpajakan Indonesia, karena melalui STP, otoritas pajak dapat melakukan koreksi terhadap pajak yang seharusnya dibayarkan oleh wajib pajak.
STP juga digunakan sebagai sarana untuk memberlakukan sanksi terhadap wajib pajak yang tidak mematuhi kewajiban perpajakannya, seperti tidak membayar pajak tepat waktu atau tidak melaporkan pajak dengan benar.
STP memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang berarti bahwa wajib pajak wajib mematuhinya. STP diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar. Tujuan utama STP adalah untuk memastikan bahwa wajib pajak membayar pajak yang seharusnya dibayarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apa Syarat Diterbitkannya Surat Tagihan Pajak (STP)?
STP diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) berdasarkan berbagai alasan. Salah satu alasan utama diterbitkannya STP adalah ketika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, yang meliputi pembayaran dan pelaporan pajak. Berikut adalah beberapa syarat umum diterbitkannya STP:
1. PPh dalam tahun berjalan tidak dibayar atau kurang bayar
STP dapat diterbitkan jika wajib pajak tidak membayar pajak penghasilan (PPh) dalam tahun pajak yang bersangkutan atau jika jumlah yang dibayarkan oleh wajib pajak kurang dari jumlah yang seharusnya dibayarkan.
2. SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung
Jika wajib pajak melakukan kesalahan dalam mengisi atau menghitung jumlah pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT), STP dapat diterbitkan untuk mengkoreksi jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan.
3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga
STP juga dapat diterbitkan jika wajib pajak dikenakan sanksi administrasi, seperti denda atau bunga, sebagai akibat dari pelanggaran peraturan perpajakan.
4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
Bagi pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), STP dapat diterbitkan jika mereka tidak melaporkan kegiatan usahanya kepada otoritas pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, tetapi membuat faktur pajak
Jika pengusaha yang seharusnya tidak menjadi PKP membuat faktur pajak, STP dapat diterbitkan sebagai tindakan koreksi dan penegakan aturan perpajakan.
6. Pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak
Bagi pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP namun tidak mematuhi kewajiban untuk membuat faktur pajak, STP dapat diterbitkan untuk mengingatkan dan menagih pajak yang seharusnya dibayarkan.
7. PKP membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi faktur pajak secara lengkap
Pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai PKP wajib membuat faktur pajak dan mengisi data dengan benar sesuai dengan peraturan perpajakan. Jika mereka tidak melakukannya, STP dapat diterbitkan sebagai tindakan peringatan.
Syarat-syarat di atas mencakup berbagai situasi di mana STP dapat diterbitkan untuk memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. STP merupakan alat yang digunakan oleh otoritas pajak untuk mengingatkan, mengoreksi, dan menagih pajak yang seharusnya dibayarkan oleh wajib pajak.
Fungsi Surat Tagihan Pajak (STP)
STP memiliki beberapa fungsi penting dalam sistem perpajakan Indonesia. Fungsi utama dari STP adalah sebagai berikut:
1. Koreksi Pajak Terutang
Salah satu fungsi utama STP adalah untuk melakukan koreksi atas jumlah pajak terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak. Jika ada kesalahan dalam perhitungan atau pelaporan pajak oleh wajib pajak, STP digunakan untuk mengkoreksi jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan.
2. Sarana untuk Mengenakan Sanksi
STP juga digunakan sebagai sarana untuk mengenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga kepada wajib pajak yang melanggar peraturan perpajakan. Sanksi tersebut dapat berupa denda tertentu jika wajib pajak tidak atau terlambat menyampaikan SPT, serta bunga jika wajib pajak membetulkan sendiri SPT-nya dan ternyata masih kurang bayar.
3. Sarana Menagih Pajak Terutang
Salah satu fungsi penting STP adalah sebagai sarana untuk menagih pajak yang masih terutang oleh wajib pajak. STP memberikan peringatan kepada wajib pajak bahwa mereka memiliki kewajiban untuk segera membayar pajak yang seharusnya dibayarkan.
Sanksi yang Diberlakukan
Dalam proses perpajakan, kepatuhan adalah hal yang sangat penting. Untuk mendorong wajib pajak agar mematuhi kewajiban perpajakan mereka, pemerintah telah menetapkan sanksi-sanksi administrasi yang dapat diberlakukan jika wajib pajak melanggar peraturan perpajakan. Berikut adalah beberapa sanksi yang mungkin diberlakukan oleh otoritas pajak berdasarkan STP:
1. Sanksi Administrasi Berupa Denda
Jika wajib pajak tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan, mereka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda. Besaran denda dapat bervariasi tergantung pada jenis pelaporan dan lamanya keterlambatan.
Sebagai contoh, sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 50.000 dapat diberlakukan jika wajib pajak tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa. Sedangkan untuk SPT Tahunan, denda dapat mencapai Rp 100.000.
2. Sanksi Berupa Denda atas Pengusaha yang Tidak Mematuhi Aturan PPN
Bagi pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), beberapa sanksi yang dapat diterapkan melalui STP adalah sebagai berikut:
- Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat dikenai denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
- Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, tetapi membuat faktur pajak, juga dapat dikenai denda sebesar 2% dari DPP.
- Pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak, dapat dikenai denda sebesar 2% dari DPP.
- PKP yang membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi faktur pajak secara lengkap juga dapat dikenai denda sebesar 2% dari DPP.
3. Sanksi Administrasi Berupa Bunga
Selain denda, STP juga dapat digunakan untuk memberlakukan sanksi administrasi berupa bunga. Bunga ini dapat dikenakan jika wajib pajak membetulkan sendiri SPT mereka dan hasil pembetulan tersebut ternyata masih kurang bayar. Bunga akan dihitung berdasarkan jumlah yang kurang bayar dan berlaku selama jangka waktu tertentu hingga pembayaran pajak tersebut diselesaikan.
4. Sanksi Administrasi Berupa Bunga atas Keterlambatan Pembayaran Pajak
Jika wajib pajak terlambat atau tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya, STP juga dapat digunakan untuk memberlakukan sanksi administrasi berupa bunga. Bunga ini akan dihitung berdasarkan jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan dan berlaku selama periode keterlambatan pembayaran.
Sanksi-sanksi administrasi yang diberlakukan melalui STP bertujuan untuk mendorong wajib pajak agar mematuhi aturan perpajakan dan melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan tepat waktu. Selain itu, sanksi-sanksi ini juga berfungsi sebagai instrumen untuk mengoreksi dan menghukum pelanggaran perpajakan.
Penomoran Dalam Surat Tagihan Pajak (STP)
Setiap STP memiliki nomor unik yang disebut sebagai nomor kohir. Nomor kohir ini memiliki format yang khas dan mencerminkan berbagai informasi tentang STP tersebut. Format nomor kohir STP adalah sebagai berikut: AAAAA/BBB/CC/DDD/EE.
Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing komponen dalam format nomor kohir STP:
1. AAAAA (Nomor Urut)
Komponen pertama, AAAAA, menunjukkan nomor urut dalam lima digit. Nomor urut ini adalah urutan penerbitan STP oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang menerbitkan STP tersebut. Misalnya, jika nomor urut adalah 00303, itu berarti STP tersebut adalah STP ke-303 yang diterbitkan oleh KPP tersebut.
2. BBB (Kode Jenis Pajak)
Komponen kedua, BBB, adalah kode jenis pajak yang dikenakan kepada wajib pajak. Kode ini berfungsi untuk mengidentifikasi jenis pajak yang menjadi objek STP. Sebagai contoh, kode 105 mungkin digunakan untuk Pajak Penghasilan (PPh) Badan, sementara kode 106 mungkin digunakan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
3. CC (Tahun Pajak)
Komponen ketiga, CC, menunjukkan tahun pajak yang bersangkutan. Ini adalah tahun pajak untuk mana STP diterbitkan. Sebagai contoh, jika CC adalah 18, itu berarti STP tersebut terkait dengan tahun pajak 2018.
4. DDD (Kode KPP)
Komponen keempat, DDD, adalah kode Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang menerbitkan STP. Setiap KPP memiliki kode uniknya sendiri, dan kode ini digunakan untuk mengidentifikasi KPP yang bertanggung jawab atas penagihan pajak. Misalnya, kode 060 mungkin mengacu pada KPP PMA Enam.
5. EE (Tahun Diterbitkannya STP)
Komponen kelima, EE, menunjukkan tahun diterbitkannya STP tersebut. Ini adalah tahun ketika STP sebenarnya diterbitkan oleh KPP. Sebagai contoh, jika EE adalah 19, itu berarti STP tersebut diterbitkan pada tahun 2019.
Dengan adanya nomor kohir ini, STP dapat diidentifikasi secara unik dan informasi penting seperti jenis pajak, tahun pajak, dan kode KPP dapat ditemukan hanya dengan melihat nomor kohir tersebut. Hal ini memudahkan otoritas pajak dalam mengelola dan melacak STP yang diterbitkan kepada berbagai wajib pajak.
Cara Melunasi Surat Tagihan Pajak (STP)
Melunasi STP adalah langkah penting yang harus diambil oleh wajib pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakannya. Proses melunasi STP biasanya melibatkan pembayaran pajak yang terutang sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam STP tersebut. Berikut adalah langkah-langkah umum yang harus diikuti oleh wajib pajak untuk melunasi STP:
1. Peroleh Informasi STP
Langkah pertama adalah memastikan bahwa wajib pajak memiliki informasi yang lengkap tentang STP yang diterbitkan kepada mereka. Informasi ini biasanya mencakup nomor kohir STP, jumlah pajak yang terutang, dan batas waktu pembayaran.
2. Siapkan Surat Setoran Pajak (SSP)
Untuk melunasi STP, wajib pajak harus menyiapkan Surat Setoran Pajak (SSP). SSP adalah dokumen resmi yang digunakan untuk melakukan pembayaran pajak kepada otoritas pajak. SSP ini dapat diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau secara online melalui portal perpajakan yang disediakan oleh pemerintah.
3. Isi SSP dengan Informasi yang Tepat
Pada SSP, wajib pajak harus mengisi informasi yang tepat sesuai dengan STP yang akan dilunasi. Informasi yang biasanya dimasukkan mencakup nomor kohir STP, jumlah pajak yang harus dibayar, dan informasi identifikasi wajib pajak seperti nomor NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan nama.
4. Bayar Pajak Melalui Bank yang Ditunjuk
Setelah mengisi SSP dengan benar, wajib pajak harus membayar pajak tersebut melalui bank-bank yang ditunjuk oleh otoritas pajak. Bank-bank ini biasanya memiliki sistem pembayaran pajak yang terintegrasi dengan otoritas pajak, sehingga pembayaran pajak akan tercatat secara otomatis.
5. Simpan Bukti Pembayaran
Setelah melakukan pembayaran pajak, wajib pajak harus menyimpan bukti pembayaran sebagai bukti bahwa mereka telah memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Bukti pembayaran ini dapat berupa tanda terima dari bank atau bukti transfer pembayaran.
6. Periksa Status Pembayaran
Wajib pajak dapat memeriksa status pembayaran pajak mereka melalui portal perpajakan yang disediakan oleh pemerintah. Dengan memasukkan nomor kohir STP, wajib pajak dapat memastikan bahwa pembayaran telah berhasil dan pajak mereka sudah tercatat sebagai lunas.
Penting untuk diingat bahwa melunasi STP tepat waktu adalah kewajiban perpajakan yang harus dipatuhi oleh wajib pajak. Jika pembayaran tidak dilakukan tepat waktu, wajib pajak dapat dikenai sanksi tambahan berupa bunga atas keterlambatan pembayaran. Oleh karena itu, sangat penting bagi wajib pajak untuk mengikuti prosedur pembayaran yang benar sesuai dengan informasi yang tercantum dalam STP.
Kesimpulan
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah instrumen penting dalam sistem perpajakan Indonesia yang digunakan untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi kepada wajib pajak. STP memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar.
STP diterbitkan berdasarkan berbagai alasan, termasuk ketika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya seperti pembayaran pajak atau pelaporan yang tepat. STP memiliki fungsi penting dalam mengoreksi pajak terutang, memberlakukan sanksi administrasi, dan sebagai sarana untuk menagih pajak yang masih terutang.
Sanksi yang dapat diterapkan melalui STP termasuk denda, bunga, dan berbagai sanksi administrasi lainnya. Nomor kohir dalam STP mencerminkan informasi tentang jenis pajak, tahun pajak, KPP yang menerbitkan, dan tahun diterbitkannya STP. Melunasi STP merupakan langkah yang penting bagi wajib pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan mereka, dan prosesnya melibatkan pengisian SSP, pembayaran melalui bank yang ditunjuk, dan penyimpanan bukti pembayaran sebagai tanda bahwa kewajiban pajak telah dipenuhi.
Dengan memahami STP dan proses melunasinya, wajib pajak dapat memastikan bahwa mereka mematuhi aturan perpajakan dan menghindari sanksi-sanksi yang mungkin diberlakukan oleh otoritas pajak. Selain itu, pemahaman ini juga membantu dalam memperbaiki kepatuhan perpajakan dan mendukung penerimaan pajak negara untuk pembangunan dan penyediaan layanan publik.