Cara Menghitung Pajak THR Juga Bonus Itu Begini - bloghrd.com

Jadi seperti apa cara menghitung Pajak THR Juga Bonus? Bloghrd.com akan mengulasnya dengan lengkap disini.

Sistem perpajakan sudah dikenal jauh sejak konsep atas negara itu sendiri ditemukan.

Di Indonesia, sejak zaman Majapahit, Gadjah Mada telah memperkenalkan Nusantara dengan lima jenis pajak, yaitu: pajak perdagangan, pajak untuk orang asing, pajak izin keluar wilayah, pajak tanah, dan pajak seni.

Pada awal abad ke-19, Belanda memperkenalkan jenis pajak baru, yakni pajak penghasilan.

Perkembangan sistem perpajakan akhirnya sampai pada reformasi pajak yang dimulai pada tahun 1981 dan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 1984.

Sebelumnya, Indonesia masih menggunakan sistem pajak yang diturunkan dari Belanda.

Reformasi tersebut didasari atas fakta bahwa potensi pendapatan Indonesia dari penerimaan perpajakan sangatlah besar.

Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan pendapatan dari sektor non-minyak, efektivitas distribusi pendapatan, efisiensi dan pengurangan celah untuk korupsi.

Saat ini, pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara.

Penerimaan pajak Indonesia di 2019 mencapai Rp 1.332,1 triliun.

Salah satu pendorong pendapatan pajak di 2019 adalah PPh Non Migas, termasuk di dalamnya PPh perorangan.

Cara Menghitung Pajak THR Juga Bonus Itu Begini

 

Sekilas tentang Tunjangan Hari Raya

Karyawan Indonesia memiliki pendapatan tambahan yang biasa diberikan setahun sekali bernama Tunjangan Hari Raya (THR).

Menariknya, THR ini hanya ada di Indonesia dan rutin diberikan perayaan hari besar keagamaan, seperti Idul Fitri dan Natal.

THR pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada era kabinet Soekiman Wirjosandjojo pada 1950-an.

Jafar Suryomenggolo dalam bukunya “Politik Perburuhan Era Demokrasi Liberal 1950-an” menjelaskan bahwa THR muncul sebagai akibat kemiskinan absolut yang dialami oleh kaum buruh pada era tersebut.

Latar belakangnya, para buruh melakukan mogok kerja dan menuntut diberikannya THR untuk semua pekerja di Indonesia pada 13 Februari 1952.

Setelah itu, implementasinya mengalami perkembangan dari masa ke masa.

BACA JUGA :  PTKP dan Penghitungan Pajak Penghasilan

Sampai ke pengaturan THR saat ini yang diakomodir dalam kerangka peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang terdiri dari:

  1. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 
  2. Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dan 
  3. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan;

Menurut Pasal 1 Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, THR adalah pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha (Perusahaan).

Jika perusahaan terlambat membayarkan THR karyawan, maka akan dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar atau tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.

Jika Pengusaha tidak membayarkan THR, maka sanksi yang diberikan dapat berupa: teguran tertulis, dan pembekuan kegiatan usaha, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi.

Terdapat pula ketentuan mengenai besaran THR yang wajib dibayarkan, yakni:

  1. Untuk karyawan yang bekerja terus-menerus selama 12 bulan, maka berhak atas THR dengan besaran minimal 1 kali upah;
  2. Sementara karyawan yang bekerja lebih dari 1 bulan secara terus-menerus tetapi belum mencapai 12 bulan, maka THR yang dibayarkan adalah dengan perhitungan proporsional.

Bagaimana Pengaturan Bonus di Indonesia?

Istilah bonus sendiri memang sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan, tetapi pengertiannya tidak dijabarkan secara lebih lanjut dan lebih jelas.

Bonus hanya diartikan sebagai salah satu jenis pendapatan non-upah selain THR.

Aturan mengenai bonus juga diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah. 

Dalam surat edaran tersebut menyebutkan bahwa bonus bukan termasuk bagian dari upah, melainkan pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar dari target produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas.

BACA JUGA :  UMP DKI Jakarta

Peraturan mengenai besaran bonus yang wajib perusahaan bayarkan tidak diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Jika merujuk pada Pasal 71 ayat (1) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa “Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) diputuskan oleh RUPS” dan penjelasan pasal tersebut yang berbunyi “Berdasarkan keputusan RUPS tersebut dapat ditetapkan sebagian atau seluruh laba bersih digunakan untuk pembagian dividen kepada pemegang saham, cadangan, dan/atau pembagian lain seperti tantiem (tantieme) untuk anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta bonus untuk karyawan.”

Perhitungan mengenai bonus pun juga masih belum diatur dalam kerangka hukum ketenagakerjaan hingga saat ini.

Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2018 tentang Pengupahan jo.

Angka 2 huruf b Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah menyebutkan bahwa penentuan besaran bonus ada pada masing-masing perusahaan.

Oleh karena itu, penentuan perhitungan bonus karyawan didasarkan pada best practices setiap industri dan pasar tenaga kerja.

Pajak THR, Pajak Bonus, dan Cara Menghitungnya

Sebelumnya, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa pada sistem perpajakan di Indonesia, khususnya pajak penghasilan dikenal dalam dua tipe.

Pertama adalah pajak atas penghasilan yang bersifat teratur dan kedua adalah pajak atas penghasilan yang sifatnya tidak teratur.

THR dan Bonus adalah penghasilan tidak teratur, sehingga cara perhitungannya akan dibedakan dari penghasilan teratur seperti gaji bulanan.

Dasar pengenaan pajak atas penghasilan tidak teratur tersebut ada pada Pasal 4 ayat (1) huruf a UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang menyebutkan bahwa objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak.

Ketentuan yang lebih eksplisit juga dapat ditemukan pada Pasal 14 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER–31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. 

BACA JUGA :  Denda Pajak Motor? Jangan Sampai Kejadian

Sebagai gambaran, berikut adalah contoh kasus penghitungan pajak penghasilan tidak teratur.

Contoh yang diambil adalah cara menghitung Pajak atas THR seorang Karyawan bernama Hadid yang sudah bekerja di Perusahaan Cahaya Bersinar selama 10 tahun.

Gaji setiap bulan yang diterimanya adalah sebesar Rp 8.000.000,00. Status Imam sekarang sudah berkeluarga tetapi belum memiliki anak.

Berapakah jumlah THR yang Imam dapatkan setelah dipotong pajak?

Pajak Penghasilan Imam

Keterangan Perhitungan Total
Penghasilan dalam 1 bulan 8,000,000
Penghasilan Bruto dalam Setahun 12 x Rp 8,000,000 96,000,000
Biaya Jabatan 5% x Rp 96,000,000 4,800,000
Penghasilan  Neto Rp 96,000,000 – Rp 4,800,000 91,200,000
PTKP (K/0) Menikah dan belum memiliki anak 58,500,000
PKP Rp 91,200,000 – Rp 58,500,000 32,700,000
PPh Terutang Setahun 5% x Rp 32,700,000 1,635,000
PPH Terutang Sebulan Rp 1,635,000 / 12 136,250

Jadi PPh terutang Hadid adalah sebesar Rp 1.665.000 per tahun atau Rp 136.250 per bulan.

Pajak atas THR Imam

Keterangan Perhitungan Total
THR (Sama dengan 1 kali gaji) 8,000,000
Penghasilan Bruto Rp 96,000,000 + Rp 8,000,000 104,000,000
Biaya Jabatan 5% x Rp 104,000,000 5,200,000
Penghasilan Neto Bonus Rp 104,000,000 – Rp 5,200,000 98,800,000
PTKP (K/0) Menikah dan belum memiliki anak 58,500,000
PKP Rp 98,800,000 – Rp 58,500,000 40,300,000
PPh Terutang Setahun 5% x Rp 40,300,000 2,015,000
PPh THR Terutang Setahun Rp 2,015,000 – Rp 1,635,000 380,000

Jadi PPh THR terutang Hadid adalah sebesar Rp 380.000.

Perhitungan pajak penghasilan dilakukan untuk penghasilan yang diperoleh selama satu tahun.

Sementara, normalnya THR diperoleh satu kali dalam jangka waktu satu tahun, sehingga perhitungan PPh-nya tidak perlu disetahunkan.

Namun, jika THR atau bonus ternyata dibayarkan lebih dari satu kali dalam satu periode pajak, maka total penghasilan neto atas penghasilan tidak teratur tersebut tetap harus disetahunkan.

Nah, diatas adalah cara menghitung Pajak THR Juga Bonus telah diulas bloghrd.com. Semoga bermanfaat.


Putri Ayudhia

Putri Ayudhia

Putri Ayudhia adalah seorang penulis konten SEO dan blogger paruh waktu yang telah bekerja secara profesional selama lebih dari 7 tahun. Dia telah membantu berbagai perusahaan di Indonesia untuk menulis konten yang berkualitas, SEO-friendly, dan relevan dengan bidang HR dan Psikologi. Ayudhia memiliki pengetahuan yang kuat dalam SEO dan penulisan konten. Dia juga memiliki pengetahuan mendalam tentang HR dan Psikologi, yang membantu dia dalam menciptakan konten yang relevan dan berbobot. Dia memiliki keterampilan dalam melakukan riset pasar dan analisis, yang membantu dia dalam menciptakan strategi konten yang efektif.
https://bloghrd.com