Perlu diketahui, melampirkan Upah Karyawan yang berbeda saat daftar BPJS Ketenagakerjaan akan dikenai Sanksi. Begini penjelasan bloghrd.com.
Selain jaminan kesehatan, setiap karyawan juga memiliki haknya untuk mendapatkan jaminan ketenagakerjaan yang harus dipenuhi oleh perusahaan tempat mereka bekerja.
Mengacu pada program pemerintah tentang jaminan ketenagakerjaan, setiap karyawan kini berhak mendapatkan keanggotaannya di BPJS Ketenagakerjaan yang didaftarkan oleh perusahaan dengan beberapa ketentuan.
Jaminan ketenagakerjaan ini diberikan sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap para karyawannya dari segi sosial ekonomi untuk menghadapi beberapa risiko terburuk saat bekerja dan memasuki masa tidak produktif.
Perusahaan yang mempekerjakan paling sedikit 10 orang pekerja atau menggaji pekerja minimal Rp 1 juta, wajib mendaftarkan para pekerjanya dengan jaminan ketenagakerjaan.
Untuk lebih memahami penjelasan mengenai jaminan ketenagakerjaan seperti BPJS Ketenagakerjaan, berikut ini akan dijelaskan.
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan No 4 Tahun 2011 Pasal 6 ayat 2 mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS menjelaskan bahwa program jaminan sosial ini terdiri dari 4 macam meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun.
Ketentuan yang diatur untuk setiap program BPJS Ketenagakerjaan bagi setiap karyawan memiliki perbedaan.
Perbedaan ini biasanya dipengaruhi oleh upah atau gaji yang diterima seorang karyawan setiap bulannya.
Jadi, iuran yang dibayar oleh setiap karyawan untuk program jaminan sosial ketenagakerjaan berdasarkan dengan gaji yang diterima.
Berikut ini penjelasannya:
Jaminan Kecelakaan Kerja atau JKK
Jaminan Kecelakaan Kerja merupakan perlindungan bagi karyawan dari berbagai risiko kecelakaan saat bekerja atau di tempat kerja, dari dan menuju ke tempat kerja, serta penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Iuran per bulan yang dibayarkan, ditanggung oleh perusahaan secara sepenuhnya oleh perusahaan tempat mereka bekerja dan besarannya akan disesuaikan dengan tingkat risiko yang dialami di lingkungan perusahaan. Berikut penjelasan dari tingkat risiko:
- 0,24% dari upah masuk ke tinggkat risiko sangat rendah
- 0,54% dari upah masuk ke tingkat risiko rendah
- 0,89% dari upah masuk ke tingkat risiko sedang
- 1,27% dari upah masuk ke tingkat risiko tinggi
- 1,74% dari upah masuk ke tingkat risiko sangat tinggi
Jaminan Kematian atau JKM
Jaminan Kematian merupakan program santunan yang diberikan kepada keluarga setiap pekerja yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja dan pekerja belum masuk di masa pensiun.
Iuran yang dibayarkan per bulannya juga ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan tempat karyawan bekerja dengan besaran 0,3% dari upah.
Jaminan Hari Tua atau JHT
Jaminan Hari Tua diberikan sebagai program dana tunai bagi para pekerja yang telah memasuki usia tidak produktif atau telah pensiun.
Jaminan ini hanya bisa diklaim saat seseorang telah memasuki usia 56 tahun, mengalami cacat tetap, meninggal, terkena PHK, berhenti kerja, hingga pindah ke luar negeri.
Sedangkan, iurannya dibayar oleh karyawan dan perusahaan sebesar 5,7% terdiri dari karyawan 2% dan perusahaan 3,7% dari upah yang didapat.
Jaminan Pensiun atau JP
Jaminan Pensiun merupakan program dana bulanan yang diberikan untuk setiap karyawan saat masa pensiun dan dibayar hingga peserta meninggal.
Iuran untuk jaminan ini yaitu 3% yang ditanggung oleh karyawan serta perusahaan dengan pembagian karyawan 1% dan perusahaan 2% dari upah yang diterima.
Setiap perhitungan iuran BPJS Ketenagakerjaan mengacu pada upah karyawan.
Sebagaimana diatur melalui UU Ketenagakerjaan No 4 Tahun 2011 Pasal 15 menjelaskan bahwa:
- Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.
- Pemberi kerja dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
Hal ini berarti setiap perusahaan harus melaporkan data upah karyawan yang dibayarka setiap bulannya secara transparan dan benar.
Akan tetapi, bagaimana jika suatu perusahaan tidak mengikuti ketentuan yang diatur pada pasal 15 tersebut atau memanipulasi data upah karyawan karena alasan tertentu? Jawabannya tentu salah.
Hal ini jelas melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah soal aturan pelaporan dalam mendaftarkan BPJS Ketenagakerjaan.
Ketidaksesuaian ini dibedakan menjadi 2 hal seperti berikut:
Data Upah yang Dilaporkan, Lebih Rendah dari yang Dibayarkan
Di mana, saat perusahaan mendaftarkan BPJS Ketenagakerjaan, untuk menghindari biaya lebih atas setoran iuran untuk jaminan meliputi JKK, JKM, JHT, dan JP yang ditanggung perusahaan, laporan upah karyawan akan dilampirkan lebih rendah.
Padahal, upah yang dilaporkan tidak sama dengan upah yang diterima karyawan per bulannya.
Dengan begini, perusahaan akan membayarkan iuran yang lebih kecil.
Data Upah yang Dilaporkan Lebih Tinggi dari yang Dibayarkan
Dalam hal ini, perusahaan melaporkan data upah yang lebih tinggi dari upah yang seharusnya diterima oleh karyawan alias di bawah upah minimun.
Dimana, perusahaan telah melanggar aturan pengupahan yang diatur di dalam UU No 13 Tahun 2004 serta PP No 78 Tahun 2015.
Agar pengupahan di bawah upah minimum tidak diketahui, perusahaan menaikkan upah yang diterima melalui laporan atau data upah.
Alhasil, karyawan lah yang dirugikan karena upah yang diterima akan berkurang.
Seperti contoh pada upah minimum yang didaftarkan BPJS sebesar Rp 3.900.000, padahal upah yang diterima karyawan hanya Rp 3.000.000.
Potongan JHT dan JP akan dikenakan berdasarkan data upah yang dilaporkan, bukan yang dibayarkan yaitu sebesar 2% senilai Rp 78.000 dan 1% senilai Rp 39.000.
Seharusnya upah karyawan hanya dipotong sebesar 2% senilai Rp 60.000 dan 1% senilai Rp 30.000 dari upah sebesar Rp 3.000.000.
Pelanggaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan terkait hal ini dapat dikenakan sanksi teguran seperti pembatasan layanan publik.
Sebagaimana diatur pada Pasal 17 bahwa:
- Pemberi kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dan setiap orang yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif.
- Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
- Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan BPJS
- Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administrasi diatur dengan peraturan pemerintah.
Oleh karena itu, setiap perusahaan harus menaati aturan yang telah ditetapkan oleh UU Ketenagakerjaan.
Tujuannya jelas, saling menguntungkan satu sama lainnya dalam bekerjasama.
Perusahaan mendapatkan keuntungan atas perkembangan perusahaan yang semakin maju dan karyawan mendapatkan hak-hak atas pekerjaan yang mereka lakukan.
Pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan oleh perusahaan masuk ke dalam urusan administrasi setiap perusahaan.
Bagian HR di suatu perusahaan memiliki peran penting dalam mengelolanya. Mulai dari proses pendaftaran, pelaporan, sampai pembayaran iuaran harus dilakukan sebaik mungkin.
Untuk mewujudkan hal tersebut, setiap perusahaan dapat menggunakan bantuan aplikasi HRD yang bisa diandalkan.
Gunakan aplikasi karyawan dan HR yang memiliki beberapa fitur pintar, salah satunya untuk mengelola administrasi perusahaan.
Dilengkapi sistem yang terintegrasi dan terenkripsi, penyimpanan data dan proses penghitungan akan terjamin keamanannya serta keakuratannya.