Pengertian Surat Tagihan Pajak PPN:
Surat Tagihan Pajak PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah salah satu instrumen yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia untuk melakukan tagihan terkait dengan PPN atau sanksi administrasi, seperti bunga atau denda. Surat ini diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat individu atau badan terdaftar sebagai wajib pajak. Penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN umumnya disebabkan oleh ketidakpatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan atau karena utang pajak yang tidak dilunasi.
Dalam praktiknya, Surat Tagihan Pajak PPN mengikuti pedoman yang telah diatur dalam peraturan perundangan perpajakan. Ini mencakup dasar hukum yang mengatur penerbitan surat tagihan, yaitu Pasal 1 Angka 20 dan Pasal 14 Ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Selain itu, Pasal 18 dari Undang-Undang yang sama juga mengatur tentang dasar penagihan pajak.
Daftar Isi
Dasar Hukum Surat Tagihan Pajak PPN
Pasal 1 Angka 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP
Pasal 1 Angka 20 dalam Undang-Undang KUP menjelaskan bahwa Surat Tagihan Pajak PPN digunakan untuk melakukan penagihan pajak atau sanksi administrasi berupa denda atau bunga terkait dengan PPN. Ini menunjukkan bahwa STP PPN tidak hanya digunakan untuk menagih pajak terutang, tetapi juga untuk menagih sanksi administrasi yang berhubungan dengan kewajiban perpajakan.
Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP
Pasal 14 Ayat (1) mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) PPN dalam beberapa situasi, termasuk ketika pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak dibayarkan atau kurang dibayarkan, terdapat kekurangan bayar akibat kesalahan dalam penulisan atau perhitungan, pengusaha yang sudah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak menerbitkan faktur pajak secara lengkap, dan dalam kasus lainnya yang melibatkan utang pajak.
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP
Pasal 18 menjelaskan bahwa Surat Tagihan Pajak PPN adalah salah satu sarana yang digunakan oleh otoritas pajak untuk melakukan penagihan pajak. Selain Surat Tagihan Pajak PPN, ada juga surat-surat lain yang digunakan dalam proses penagihan pajak, seperti Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Surat Keputusan Peninjauan Kembali.
Alasan Penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN
Penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN tidak dilakukan secara sembrono. Ada sejumlah alasan yang dapat menyebabkan DJP menerbitkan surat ini kepada wajib pajak. Berikut adalah beberapa alasan utama penerbitan STP PPN:
Kekurangan Pembayaran Pajak Akibat Kesalahan Perhitungan
Salah satu alasan umum penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN adalah adanya kekurangan pembayaran pajak yang disebabkan oleh kesalahan dalam perhitungan oleh wajib pajak. Ini bisa terjadi jika wajib pajak menghitung jumlah PPN yang harus dibayarkan secara tidak benar, misalnya, karena perhitungan yang salah pada faktur pajak atau kesalahan lain dalam pelaporan pajak.
Contoh sederhana adalah ketika seorang PKP menghitung PPN yang harus dibayarkan pada faktur pajaknya dengan angka yang tidak tepat. Jika DJP mendeteksi kekurangan pembayaran ini, mereka dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak PPN untuk menagih selisih jumlah PPN yang seharusnya dibayar.
Sanksi Administrasi (Denda) Terkait Keterlambatan atau Kesalahan Pajak
Selain menagih pajak yang belum dibayar, Surat Tagihan Pajak PPN juga digunakan untuk menagih sanksi administrasi berupa denda atau bunga yang timbul akibat keterlambatan pembayaran atau kesalahan dalam pelaporan pajak. DJP dapat menerbitkan surat ini jika wajib pajak terlambat melaporkan atau membayar PPN yang terutang.
Misalnya, jika seorang wajib pajak terlambat menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan) PPN atau melakukan kesalahan dalam penyampaian SPT yang menyebabkan kekurangan pembayaran PPN, DJP dapat memberikan sanksi administrasi berupa denda atau bunga. Surat Tagihan Pajak PPN akan digunakan untuk menagih sanksi administrasi tersebut.
Ketidakpatuhan PKP dalam Melakukan Faktur Pajak
Faktur pajak merupakan dokumen penting dalam sistem PPN. Pengusaha yang telah ditetapkan sebagai PKP diharuskan untuk menerbitkan faktur pajak yang benar dan lengkap sesuai dengan peraturan perpajakan. Jika seorang PKP tidak mematuhi aturan ini, DJP dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak PPN.
PKP yang tidak menerbitkan faktur pajak secara tepat waktu, tidak mengisi faktur pajak secara lengkap, atau melaporkan faktur pajak sesuai dengan penerbitan faktur pajak dapat dikenai sanksi administrasi. Surat Tagihan Pajak PPN dapat digunakan untuk menagih sanksi ini.
Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN
Surat Tagihan Pajak PPN baru dapat diterbitkan setelah dilakukan penelitian administrasi perpajakan atau hasil dari pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.30/2007 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2010. Proses penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN melibatkan beberapa tahap yang mencakup:
Penyelidikan dan Pemeriksaan Pajak
Tahap awal dalam penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN adalah penyelidikan dan pemeriksaan pajak oleh DJP. DJP akan mengumpulkan data dan informasi terkait dengan kewajiban perpajakan wajib pajak.
Penilaian dan Penentuan Kekurangan Pajak
Setelah penyelidikan dan pemeriksaan pajak selesai, DJP akan menilai dan menentukan apakah terdapat kekurangan pembayaran pajak atau sanksi administrasi yang harus dikenakan pada wajib pajak. Penilaian ini didasarkan pada temuan dalam pemeriksaan pajak.
Pemberitahuan Kepada Wajib Pajak
Setelah penilaian dilakukan, DJP akan memberikan pemberitahuan kepada wajib pajak tentang kekurangan pajak atau sanksi administrasi yang harus dibayarkan. Pemberitahuan ini dapat berbentuk pemberitahuan lisan atau tertulis.
Pembayaran dan Pelunasan
Setelah menerima pemberitahuan, wajib pajak harus segera membayar jumlah yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak PPN sesuai dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan oleh DJP. Jangka waktu pelunasan biasanya adalah satu bulan sejak penerbitan STP PPN. Bagi wajib pajak kecil dan wajib pajak di daerah tertentu, jangka waktu pembayaran dapat diperpanjang menjadi dua bulan.
Penundaan atau Angsuran Pembayaran
Terkadang, wajib pajak menghadapi kesulitan dalam membayar jumlah pajak atau sanksi administrasi yang terhutang secara sekaligus. Dalam kasus ini, wajib pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau angsuran pembayaran pajak kepada DJP. Permohonan ini harus diajukan secara tertulis dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan.
Penyelesaian Pembayaran
Setelah wajib pajak membayar seluruh utang pajak atau sanksi administrasi yang terhutang, DJP akan menyelesaikan proses penagihan dan menutup Surat Tagihan Pajak PPN.
Jangka Waktu Pelunasan PPN
Setelah Surat Tagihan Pajak PPN diterbitkan, wajib pajak dianggap memiliki utang pajak yang harus dilunasi sesuai dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan. Jangka waktu pelunasan PPN berbeda-beda tergantung pada status wajib pajak.
Untuk wajib pajak pada umumnya, jangka waktu pelunasan adalah satu bulan sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN. Misalnya, jika Surat Tagihan Pajak PPN diterbitkan pada tanggal 15 Agustus 2023, maka jatuh tempo pembayaran adalah tanggal 15 September 2023.
Namun, pemerintah memberikan waktu lebih lama bagi wajib pajak kecil dan wajib pajak di daerah tertentu. Mereka dapat memperpanjang jangka waktu pembayaran menjadi dua bulan sejak tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3/PMK.03/2007 tentang Jangka Waktu Pelunasan STP.
Meskipun demikian, jangka waktu pelunasan pajak ini juga dapat disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Idealnya, jumlah utang pajak yang tercantum dalam surat tagihan pajak harus dibayar sekaligus oleh wajib pajak. Namun, dalam praktiknya, wajib pajak seringkali dihadapkan pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk membayar tagihan secara sekaligus. Kondisi ini bisa disebabkan oleh keterbatasan arus kas perusahaan atau karena menghadapi keadaan yang diluar kendali mereka (force majeur).
Dalam kasus-kasus tersebut, wajib pajak memiliki opsi untuk menunda atau mengangsur pembayaran utang pajak. Hal ini dapat menjadi solusi bagi wajib pajak yang menghadapi kesulitan dalam membayar jumlah pajak dan atau sanksi administrasi yang ditagih melalui Surat Tagihan Pajak PPN.
Sanksi-sanksi yang Memunculkan Surat Tagihan Pajak (STP)
Pemerintah Indonesia memiliki berbagai sanksi administrasi yang ketat terkait dengan pajak, dan pelanggaran-pelanggaran tertentu dapat memunculkan Surat Tagihan Pajak PPN. Berikut adalah beberapa sanksi administrasi yang dapat mengakibatkan penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN:
Keterlambatan Penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan) Pajak Tahunan
Bagi wajib pajak yang terlambat dalam menyampaikan SPT Pajak Tahunan, DJP dapat mengenakan sanksi administrasi berupa denda. Besaran denda ini diatur dalam peraturan perundangan perpajakan dan dapat berbeda-beda tergantung pada jenis pelanggaran dan besar kewajiban pajak yang terutang.
Sebagai contoh, keterlambatan penyampaian SPT Pajak Tahunan PPh (Pajak Penghasilan) Badan dapat dikenai denda sebesar Rp1.000.000.
Keterlambatan Penyampaian SPT Masa PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atau SPT Masa Lainnya
Sama seperti keterlambatan penyampaian SPT Pajak Tahunan, keterlambatan penyampaian SPT Masa PPN atau SPT Masa lainnya juga dapat mengakibatkan denda. Besaran denda ini juga diatur dalam peraturan perundangan perpajakan dan bervariasi tergantung pada jenis pelanggaran dan besar kewajiban pajak yang terutang.
Sebagai contoh, keterlambatan penyampaian SPT Masa PPN dapat dikenai denda sebesar Rp500.000.
Pembetulan Sendiri SPT Tahunan
Jika wajib pajak melakukan pembetulan sendiri terhadap SPT Pajak Tahunan, DJP dapat mengenakan bunga. Besaran bunga ini adalah 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang bayar sejak berakhirnya penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran.
Pembetulan Sendiri SPT Masa
Sanksi serupa juga dikenakan pada pembetulan sendiri SPT Masa, di mana DJP dapat mengenakan bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang bayar sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.
Tidak atau Terlambat Menyampaikan Pajak yang Telah Jatuh Tempo
Wajib pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan pajak yang telah jatuh tempo juga dapat dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% per bulan.
Kesalahan PKP dalam Penerbitan Faktur Pajak
PKP yang mengalami kesalahan dalam penerbitan faktur pajak, seperti tidak menerbitkan faktur pajak sesuai dengan ketentuan atau tidak mengisi faktur pajak secara lengkap, dapat dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas transaksi yang terkait.
PKP yang Gagal Produksi dan Telah Diberikan Pengembalian Pajak Masukan
PKP yang mengalami gagal produksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan dapat dikenakan bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali.
Denda dan bunga yang dikenakan pada wajib pajak dapat bervariasi tergantung pada jenis pelanggaran dan besar kewajiban pajak yang terutang. Penting bagi wajib pajak untuk mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku dan melaporkan serta membayar pajak tepat waktu untuk menghindari sanksi-sanksi ini.
Contoh Perhitungan Sanksi PPN
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, sanksi administrasi akan dikenakan kepada PKP yang terlambat membuat SPT Masa PPN dan memiliki kurang bayar.
Berikut beberapa contohnya:
Contoh Perhitungan Sanksi PPN 1
PT. XYZ adalah PKP dengan omzet bulanan sebesar Rp50.000.000 pada Mei 2023. Namun, PT. XYZ baru mengajukan SPT Masa PPN pada 15 Juli 2023 dan terdapat kurang bayar sebesar Rp150.000. Mari kita lihat bagaimana perhitungan sanksi administrasi, denda, dan bunga berlaku dalam kasus ini.
Omzet per bulan: Rp50.000.000 PPN yang seharusnya dibayarkan: Rp5.000.000 (Namun, hanya dibayarkan sebesar Rp4.850.000, sehingga terdapat kurang bayar) Kurang bayar PPN: Rp150.000 Keterlambatan dalam pengajuan SPT Masa PPN: Rp500.000 Bunga atas keterlambatan pembayaran pajak dan kurang bayar yang diketahui: 2% x Rp150.000 = Rp3.000
Jadi, total yang harus dibayarkan oleh PT. XYZ adalah: Rp150.000 (kurang bayar) + Rp500.000 (keterlambatan pengajuan SPT Masa PPN) + Rp3.000 (denda 2% per bulan atas jumlah kurang bayar PPN sejak jatuh tempo pembayaran) = Rp653.000.
Contoh Perhitungan Sanksi PPN 2
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, sanksi administrasi berupa denda senilai Rp1.000.000 akan dikenakan kepada PKP yang terlambat membuat SPT Masa PPN. Jika PKP juga terlambat membayar pajak dan terdapat kekurangan bayar, maka akan dikenakan sanksi bunga sebesar 5% dari DPP. Berikut ini contoh kasusnya: PT. ABC adalah PKP yang memiliki omzet senilai Rp150.000.000 pada Januari 2023. Namun, PT. ABC baru menyusun SPT Masa PPN pada 15 Maret 2023 dan terdapat kekurangan bayar senilai Rp300.000. Dengan demikian, berikut adalah perhitungan sanksi administrasi berupa denda dan bunga yang harus ditanggung oleh PT. ABC.
Omzet per bulan: Rp150.000.000 PPN: Rp15.000.000 (telah dibayar sejumlah Rp14.700.000, menyebabkan kekurangan bayar) Kekurangan bayar PPN: Rp300.000 Keterlambatan dalam penyusunan SPT Masa PPN: Rp1.000.000 Bunga atas keterlambatan pembayaran pajak dan kekurangan bayar yang diketahui: 5% x Rp300.000 = Rp15.000
Jadi, total yang harus dibayar oleh PKP PT. ABC adalah: Rp300.000 + Rp1.000.000 + Rp15.000 = Rp1.315.000 (kekurangan bayar + keterlambatan penyusunan SPT Masa PPN + denda 5%/bulan dari jumlah pajak kekurangan bayar sejak jatuh tempo pembayaran).
Kesimpulan
Surat Tagihan Pajak PPN (Pajak Pertambahan Nilai) merupakan instrumen yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia untuk melakukan penagihan pajak terkait dengan PPN atau sanksi administrasi seperti denda atau bunga. Surat ini diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar sebagai upaya untuk memastikan kewajiban perpajakan dipenuhi.
Penerbitan STP PPN didasarkan pada dasar hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Beberapa alasan penerbitan surat ini meliputi kekurangan pembayaran pajak karena kesalahan perhitungan, sanksi administrasi terkait keterlambatan atau kesalahan pajak, dan ketidakpatuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam menerbitkan faktur pajak.
Proses penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN melibatkan tahap penyelidikan, penilaian, pemberitahuan kepada wajib pajak, pembayaran, dan penyelesaian pembayaran. Jangka waktu pelunasan PPN adalah satu bulan sejak penerbitan surat tagihan, dengan pengecualian bagi wajib pajak kecil dan wajib pajak di daerah tertentu yang dapat memperpanjang jangka waktu menjadi dua bulan.
Sanksi-sanksi administrasi seperti denda dan bunga dapat dikenakan pada wajib pajak yang melanggar ketentuan perpajakan, dan ini dapat memunculkan Surat Tagihan Pajak PPN. Oleh karena itu, penting bagi wajib pajak untuk memahami dan mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku serta melaporkan dan membayar pajak tepat waktu untuk menghindari konsekuensi negatif yang dapat timbul akibat pelanggaran pajak.
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!