Kerja Lembur Saat Puasa? Bolehkah? - bloghrd.com

Jadi, kerja Lembur saat puasa apakah boleh? Begini ulasannya oleh bloghrd.com.

Sebagaimana telah kita pahami dan maklumi bersama, jam kerja selama bulan puasa, terutama di kantor-kantor pemerintahan mengalami pengurangan.

Bahkan lembur saat puasa pun kadang ditiadakan. Hal ini dilatarbelakangi oleh faktor keterbatasan stamina para pegawai yang sedang menjalankan berpuasa.

Selain itu pengurangan jam kerja juga bertujuan untuk memberikan waktu yang lebih banyak bag pegawai untuk urusan ibadah puasa, dan hal-hal terkait lainnya seperti menyiapkan buka puasa bersama keluarga.

Dengan latar belakang yang sama, walaupun sedikit berbeda dengan instansi negeri, waktu kerja harian di perusahaan swasta mengalami pergeseran.

Walaupun tidak semua perusahaan mengambil kebijakan yang sama, namun beberapa perusahaan menggeser jam istirahat atau jam masuk agar pegawai dapat pulang lebih cepat.

Jadi kebijakan penyesuaian jam kerja dari masing-masing perusahaan, umumnya hanya menggeser jam kerja pegawai, bukan memotongnya.

Berkaitan dengan hal di atas, seringkali timbul pertanyaan di kalangan pemilik usaha.

Apakah kerja lembur di bulan puasa diizinkan oleh peraturan perundang-undangan?

Mengingat jika bulan puasa terjadi pada peak season atau berakhirnya semester I seringkali dibutuhkan peningkatan produktivitas untuk mengejar target dan pelaporan.

Peraturan Terkait Lembur

Sebenarnya sebagai mana perihal lamanya waktu kerja selama bulan puasa, dimana tidak ada kewajiban untuk memotong ataupun menggeser jam kerja, tidak ada ketentuan hukum ketenagakerjaan yang mengatur soal kerja lembur di bulan puasa.

Pemerintah hanya mengatur waktu kerja pegawai secara umum, yaitu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur waktu kerja karyawan dalam Pasal 77 ayat (2) seperti berikut:

  1. 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu, atau
  2. 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
BACA JUGA :  Debt to Equity Ratio & Hubungannya dalam Sektor Perpajakan

Dikecualikan dari peraturan di atas bagi perusahaan dengan sektor usaha dan pekerjaan tertentu yang diatur dengan Keputusan Menteri.

Selain itu, waktu kerja di atas berlaku secara umum.

Namun demikian UU Ketenagakerjaan tidak mengatur secara khusus perbedaan antara jam kerja pegawai pada hari biasa dan pada bulan puasa.

Jadi, tidak ada ketentuan yang mengatur waktu kerja khusus di bulan puasa.

Demikian juga dengan peraturan terkait kerja lembur.

Satu-satunya peraturan hukum yang berlaku tentang lembur adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) Nomor 102 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.

Namun, peraturan ini pun hanya mengatur waktu kerja lembur secara umum.

Dan tidak mengatur secara khusus ketentuan mengenai kerja lembur di bulan puasa.

Sampai di sini, dapat disimpulkan jawaban untuk pertanyaan, “Apakah kerja lembur di bulan puasa diizinkan oleh peraturan perundang-undangan?” Jawabannya adalah boleh, karena tidak ada aturan hukum yang melarang.

Jadi perusahaan boleh meminta pegawainya untuk bekerja lembur pada bulan puasa.

Kerja Lembur Saat Puasa? Bolehkah?

Syarat Penugasan Lembur Saat Puasa

Namun sebagaimana juga yang berlaku dalam penugasan kerja lembur secara umum, kerja lembur di bulan puasa pun tetap mengaju pada syarat dan ketentua kerja lembur sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) Nomor 102 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.

Setidaknya ada 3 hal yang harus Anda perhatikan saat memberikan kerja lembur kepada pegawai saat bulan puasa:

1 . Tidak Boleh Melebihi Batas Maksimal Waktu Lembur

Sebagai mana tercantum dalam Pasal 3 UU Ketenagakerjaan, pemerintah mengatur jumlah jam lembur maksimal tidak boleh lebih dari tiga jam sehari dan juga tidak boleh lebih dari 14 jam seminggu.

BACA JUGA :  Mengenal Siklus Penggajian dalam Suatu Perusahaan

Ketentuan ini tidak termasuk lembur yang dilakukan di hari istirahat mingguan atau hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah.

Sesuai peraturan di atas, perusahaan yang menetapkan waktu lembur melebihi batas maksimal dapat dikenai sanksi denda, sekurang-kurangnya sebesar Rp 5 juta dan sebanyak-banyaknya sebesar Rp 50 juta.

Pengecualian dalam UU Ketenagakerjaan pasal 3 ini adalah perusahaan pada sektor usaha tertentu yang memang memiliki waktu kerja yang khas, dan berbeda dengan perusahaan secara umum.

Contoh pengecualiannya adalah jam kerja harian yang ada pada perusahaan pertambangan dan energi.

Dalam perusahaan-perusahaan tersebut terdapat pengaturan tersendiri tentang waktu kerja dan istirahat.

Pengaturan tersebut umumnya diatur bagi para pekerja lapangan, misalnya pekerja pengeboran minyak off-shore.

Batas maksimal waktu lembur ini penting untuk diperhatikan, selain demi masalah keselamatan kerja pegawai dan juga work life balance, batas maksimal waktu lembur juga perlu bermanfaat untuk menjaga efisiensi pekerjaan dan keuangan di dalam perusahaan.

2 . Adanya Persetujuan dari Pegawai

Syarat terjadinya kerja lembur adalah adanya kesepakatan dua pihak.

Kesepakatan ini ditunjukkan dengan surat perintah dari perusahaan dan persetujuan dari karyawan.

Persetujuan ini biasanya ditunjukkan dengan tandatangan pada form persetujuan kerja lembur.

Hal ini diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Ketenagakerjaan.

Jadi Anda harus membuat surat perintah kerja lembur tertulis yang kemudian ditandatangani pegawai.

Surat tersebut harus berisi beberapa keterangan antara lain jenis pekerjaan lembur, jam lembur, dan nama pegawai yang melaksanakan lembur.

3 . Pengusaha harus Memenuhi Hak Pekerja Lembur

Pasal 7 Undang-undang Ketenagakerjaan, mengatur beberapa hak pegawai yang bekerja lembur yang harus dipenuhi oleh perusahaan.

Hal tersebut antara lain:

  1. Upah lembur berupa uang,
  2. Kesempatan beristirahat,
  3. Makanan dan minuman dengan minimal 1.400 kalori pada lembur dilakukan selama tiga jam atau lebih.

Selain itu, pengusaha juga harus memperhatikan hak pegawai untuk beribadah. Terlebih jika kerja lembur dilaksanakan di bulan puasa.

BACA JUGA :  Serba-Serbi tentang Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia

Ketentuan terkait hak pegawai untuk beribadah ini merupakan amanat Undang-undang Ketenagakerjaan Paragraf 4 tentang Waktu Kerja, Pasal 80, yang berbunyi demikian:

Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

Bagian Penjelasan Pasal 80 menjelaskan lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan “kesempatan secukupnya”, yaitu perusahaan wajib menyediakan tempat untuk melaksanakan ibadah yang memungkinkan pekerja/ buruh dapat melaksanakan ibadahnya secara baik, yang tentunya sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki perusahaan.

Dengan demikian, jika Anda ingin menerapkan kerja lembur saat puasa, Anda harus memberikan kesempatan beribadah secukupnya, misalnya dengan memberikan istirahat pada saat shalat tarawih.

Contoh lainnya adalah dengan memberikan waktu untuk berbuka puasa.

Anda juga bisa menyediakan makanan dan minuman untuk berbuka puasa untuk pegawai yang lembur hingga sore hari, atau makan sahur untuk pegawai yang lembur pada shift malam.

Dengan demikian, pegawai dapat melakukan sahur dan buka puasa dengan baik.

Selain itu, pastikan juga perusahaan menyediakan tempat yang layak untuk shalat.

Sebagaimana disebutkan di atas, pembatasan waktu lembur sebenarnya juga adalah warning bagi perusahaan Anda, yang dapat Anda manfaatkan sebagai sinyal bahwa perusahaan perlu melakukan evaluasi terhadap efisiensi kerja.

Apakah lembur terjadi akibat adanya inefisiensi pekerjaan dalam perusahaan Anda atau tidak.

Jika memang ditemukan adanya inefisiensi pekerjaan, maka ada baiknya Anda melakukan perbaikan.

Mengingat waktu lebur pun ada konsekuensinya terhadap perusahaan Anda, contohnya adalah adanya biaya atas upah lembur yang harus diberikan kepada pegawai.

Perbaikan yang bisa Anda lakukan, contohnya adalah perbaikan SOP atau penggunaan aplikasi HRD digital yang terintegrasi.

Dengan adanya perbaikan sistem kerja yang berkesinambungan, diharapkan dapat meminimalisasi waktu lembur di dalam perusahaan.

Pada akhirnya, perusahaan juga yang akan diuntungkan karena dapat bekerja lebih baik dan efisien.


Putri Ayudhia

Putri Ayudhia

Putri Ayudhia adalah seorang penulis konten SEO dan blogger paruh waktu yang telah bekerja secara profesional selama lebih dari 7 tahun. Dia telah membantu berbagai perusahaan di Indonesia untuk menulis konten yang berkualitas, SEO-friendly, dan relevan dengan bidang HR dan Psikologi. Ayudhia memiliki pengetahuan yang kuat dalam SEO dan penulisan konten. Dia juga memiliki pengetahuan mendalam tentang HR dan Psikologi, yang membantu dia dalam menciptakan konten yang relevan dan berbobot. Dia memiliki keterampilan dalam melakukan riset pasar dan analisis, yang membantu dia dalam menciptakan strategi konten yang efektif.
https://bloghrd.com