Pajak impor dan bea cukai merupakan salah satu aspek penting dalam kebijakan ekonomi suatu negara. Pajak impor adalah pajak yang dikenakan pada barang-barang yang diimpor dari luar negeri, sementara bea cukai adalah biaya tambahan yang harus dibayar pada saat impor barang. Di Indonesia, seperti di banyak negara lain, ketentuan pajak impor dan bea cukai mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah.
Pada tahun lalu, tepatnya pada 30 Januari 2020, pemerintah Indonesia melalui Bea Cukai mengumumkan ketentuan impor terbaru yang berlaku untuk barang kiriman. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 199/PMK.10/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman. Peraturan ini memiliki dampak signifikan terutama terkait dengan nilai pembebasan bea masuk dan perubahan tarif pajak impor.
Daftar Isi
Perubahan Nilai Pembebasan Bea Masuk
Salah satu perubahan yang mencolok dalam ketentuan impor terbaru adalah penyesuaian nilai pembebasan bea masuk. Sebelumnya, nilai pembebasan bea masuk untuk barang kiriman adalah sebesar USD 75 per kiriman. Artinya, jika nilai barang kiriman Anda kurang dari USD 75, Anda tidak perlu membayar bea masuk.
Namun, dengan perubahan ini, nilai pembebasan bea masuk drastis berkurang menjadi hanya USD 3 per kiriman. Ini berarti bahwa hampir semua kiriman impor, terlepas dari nilainya, akan dikenakan bea masuk.
Pemungutan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI)
Selain perubahan dalam nilai pembebasan bea masuk, ketentuan impor terbaru juga mempengaruhi pemungutan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Pajak Dalam Rangka Impor adalah pajak yang dikenakan pada barang-barang yang diimpor ke Indonesia.
Dalam peraturan sebelumnya, tarif PDRI bervariasi, mencakup bea masuk sekitar ± 27,5% – 37,5% (bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP, dan PPh 20% tanpa NPWP). Namun, dengan ketentuan terbaru, pemerintah merasionalisasikan tarif PDRI menjadi tarif tunggal sekitar ± 17,5% (bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 0%).
Artinya, meskipun perubahan ini memberikan kemudahan dalam hal perhitungan pajak impor, Anda masih harus mempertimbangkan bahwa pajak impor ini dapat menjadi beban yang signifikan terutama jika Anda sering melakukan impor barang dalam jumlah besar.
Perhatian Khusus pada Pengrajin dan Produsen Barang Populer
Meskipun tarif impor sekarang menjadi lebih sederhana dengan tarif tunggal, pemerintah tetap memberikan perhatian khusus pada masukan yang disampaikan oleh para pengrajin dan produsen barang yang banyak digemari dan laku dari pasar luar negeri, seperti tekstil, tas, dan sepatu. Barang-barang ini sering menjadi bagian penting dari industri manufaktur Indonesia dan memiliki dampak besar terhadap ekonomi.
Untuk mengakomodasi kebutuhan industri ini, pemerintah telah menetapkan tarif yang berbeda untuk kategori barang tertentu:
- Bea Masuk untuk Tas dan Tekstil: Tas dan barang tekstil dikenakan tarif bea masuk sekitar 15% – 20%. Ini memungkinkan para produsen tas dan tekstil untuk tetap bersaing di pasar dalam negeri sambil mempertahankan kualitas produk.
- Bea Masuk untuk Sepatu: Sepatu dikenakan bea masuk lebih tinggi, yaitu sekitar 25% – 30%. Ini mencerminkan upaya pemerintah untuk melindungi produsen sepatu dalam negeri dari persaingan impor yang ketat.
Sementara itu, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) tetap dikenakan sebesar 10%, dan PPh (Pajak Penghasilan) berada dalam kisaran 7,5% – 10% tergantung pada status NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang dimiliki oleh pihak yang melakukan impor.
Contoh Penghitungan Pajak Impor Barang
Agar dapat memahami lebih lanjut tentang cara menghitung pajak impor barang berdasarkan besaran tarif terbaru, mari kita lihat contoh perhitungannya:
Cara Perhitungan Pajak Impor Barang di Indonesia 1
Asumsi kasus ini adalah Anda melakukan impor barang dengan harga sebesar Rp555.000. Berikut contoh perhitungan pajak impor berdasarkan angka ini:
Harga Barang: Rp555.000
Bea Masuk: 7,5% x Harga Barang 7,5% x Rp555.000 = Rp41.625 (dibulatkan menjadi Rp42.000)
PPN (Pajak Pertambahan Nilai): 10% x (Harga Barang + Bea Masuk) 10% x (Rp555.000 + Rp42.000) = Rp59.700 (dibulatkan menjadi Rp60.000)
PPh (Pajak Penghasilan): Rp0 (karena PPh tetap 0% sesuai dengan ketentuan terbaru)
Harga Barang Setelah Bea Masuk dan Pajak Impor Barang: Rp555.000 + Rp42.000 + Rp60.000 = Rp657.000
Dalam contoh ini, total pajak impor yang harus dibayar adalah Rp42.000 (bea masuk) dan Rp60.000 (PPN), sehingga total biaya tambahan yang harus dikeluarkan adalah Rp102.000. Dengan demikian, harga barang setelah dikenakan bea masuk dan pajak impor adalah Rp657.000.
Cara Perhitungan Pajak Impor Barang di Indonesia 2
Untuk memahami lebih lanjut tentang bagaimana pajak impor barang dihitung berdasarkan besaran tarif terbaru, mari kita lihat contoh perhitungannya:
Misalkan Anda melakukan impor barang dengan harga sebesar Rp355.000. Untuk menghitung pajak impor barang, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Harga Barang: Rp355.000
Bea Masuk: 7,5% x Harga Barang 7,5% x Rp355.000 = Rp26.625 (dibulatkan menjadi Rp27.000)
PPN (Pajak Pertambahan Nilai): 10% x (Harga Barang + Bea Masuk) 10% x (Rp355.000 + Rp27.000) = Rp38.200 (dibulatkan menjadi Rp38.000)
PPh (Pajak Penghasilan): Rp0 (karena PPh menjadi 0% sesuai dengan ketentuan terbaru)
Harga Barang Setelah Bea Masuk dan Pajak Impor Barang: Rp355.000 + Rp27.000 + Rp38.000 = Rp420.000
Dalam contoh ini, total pajak impor yang harus dibayar adalah Rp27.000 (bea masuk) dan Rp38.000 (PPN), sehingga total biaya tambahan yang harus dikeluarkan adalah Rp65.000. Dengan demikian, harga barang setelah dikenakan bea masuk dan pajak impor adalah Rp420.000.
Ketika berhadapan dengan perubahan dalam ketentuan pajak impor, pemahaman yang lebih baik tentang cara menghitung pajak ini menjadi kunci dalam mengelola biaya impor dan mengoptimalkan strategi bisnis Anda dalam perdagangan internasional.
Kesimpulan
Ketentuan pajak impor barang terbaru di Indonesia memiliki dampak signifikan terutama terkait dengan nilai pembebasan bea masuk dan perubahan tarif pajak impor. Dengan nilai pembebasan yang drastis berkurang menjadi USD3 per kiriman, hampir semua kiriman impor akan dikenakan bea masuk. Meskipun tarif PDRI menjadi lebih sederhana dengan tarif tunggal sekitar ± 17,5%, pemerintah tetap memberikan perhatian khusus pada industri tertentu seperti tas, tekstil, dan sepatu dengan menetapkan tarif bea masuk yang berbeda.
Penting untuk memahami bagaimana pajak impor barang dihitung agar dapat mengestimasi biaya tambahan yang akan dikeluarkan saat melakukan impor. Hal ini juga memungkinkan para pengusaha dan importir untuk merencanakan kebijakan harga dan strategi bisnis mereka secara lebih efektif dalam menghadapi perubahan dalam ketentuan pajak impor yang terus berubah. Dengan demikian, pemahaman yang lebih baik tentang ketentuan pajak impor dapat membantu perusahaan dan individu dalam mengoptimalkan operasi mereka dalam perdagangan internasional.
Ikuti terus bloghrd.com untuk mendapatkan informasi seputar HR, karir, info lowongan kerja, juga inspirasi terbaru terkait dunia kerja setiap harinya!